Produktif Boleh, Lupa Diri Jangan: Kritik Mufasir Indonesia terhadap Hustle Culture
Eduaksi | 2025-10-18 17:00:27
Hustle culture adalah budaya kerja keras tanpa henti yang mengorbankan
keseimbangan hidup. Budaya ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk
tekanan sosial, tuntutan generasi Z, dan perkembangan teknologi. Generasi
Z yang tumbuh di era digital, dengan akses informasi yang mudah,
cenderung terjebak dalam budaya ini karena ingin mencapai kesuksesan
instan dan merasa perlu terus bersaing.
Al-Qur'an memberikan perspektif yang seimbang tentang kehidupan,
menekankan pentingnya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Ayat-ayat
seperti QS. Al-Qasas: 77, Al-Jumu'ah: 10, Al-Naba': 9-11, dan Al-Takatsur:
1-3 mengajarkan kita untuk mencari rezeki, namun tidak melupakan ibadah
dan kehidupan sosial.
Penafsiran QS. Al-Qashas: 77
Artinya : Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.
Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Menurut Buya Hamka, ayat ini mengajarkan kita untuk mencari
keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kita tidak boleh terlalu
terpaku pada duniawi, namun juga tidak boleh melupakan kenikmatan yang
Allah berikan di dunia. Harta yang kita miliki harus digunakan untuk
kebaikan dan bermanfaat bagi sesama.
Menurut Quraish Shihab, nasihat kepada kaum Nabi Musa
mengedepankan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Mereka didorong
untuk bekerja keras dan menggunakan pikiran secara produktif guna
mendapatkan harta halal, sambil tetap mencari kebahagiaan akhirat melalui
infak dan penggunaan harta sesuai petunjuk Allah. Selain itu, mereka
dianjurkan berbuat baik kepada sesama sebagai wujud rasa syukur dan
menjauhi segala bentuk kerusakan di bumi. Dengan demikian, nasihat ini
mengajarkan kehidupan yang bermakna, bermoral, dan seimbang antara
kesejahteraan duniawi dan ukhrawi.
Ayat ini mengajarkan bahwa keseimbangan antara mengejar
kebahagiaan akhirat dan menikmati rezeki duniawi adalah penting. Ini
menunjukkan bahwa Hustle culture yang berlebihan dapat mengabaikan
aspek spiritual dan kebahagiaan jangka panjang.
Penafsiran QS. Al- Jumu’ah ayat 10
Artinya: Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di
bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung
Menurut Buya Hamka, dalam memaknai perintah bertebaran di
muka bumi, terdapat urutan dan prinsip yang sangat penting. Pertama-tama,
ketika adzan jumat dikumandangkan, segala aktivitas harus dihentikan untuk
menunaikan sholat jumat sebagai kewajiban utama. Setelah selesai
melaksanakan ibadah sholat, kita semua diperbolehkan untuk melanjutkan
kegiatan sehari-hari, seperti bekerja atau mencari nafkah. Hamka
mengajarkan bahwa Allah memberikan banyak sekali cara untuk kita mencari
rezeki, misalnya bertani, berdagang, atau pekerjaan halal lainnya. Namun,
yang terpenting adalah selalu mengingat Allah dalam setiap aktivitas,
sehingga tidak terjerumus pada perbuatan tercela atau melampaui batas.15
Prinsip utamanya adalah bahwa dengan senantiasa mengingat Allah
dalam bekerja, seseorang akan terjaga dari perbuatan negatif dan pada
akhirnya menjadi hamba yang beruntung. Intinya, bekerja dan beribadah
harus berjalan seimbang, dengan selalu menempatkan Allah sebagai pusat
orientasi kehidupan.
Sementara menurut Al-Maraghi, setelah melaksanakan shalat jumat,
umat dianjurkan untuk segera bertebaran mencari kepentingan duniawi.
Namun, aktivitas ini harus dilakukan dengan kesadaran spiritual yang tinggi,
yaitu senantiasa mencari pahala dari Allah. Dalam setiap langkah mencari
rezeki, hendaknya selalu mengingat Allah dan menyadari bahwa segala
perbuatan dalam pengawasan-Nya. Al-Maraghi menekankan bahwa Allah
Maha Mengetahui segala rahasia dan bisikan terdalam manusia. Tidak ada
satu pun hal yang tersembunyi dari-Nya. Oleh karena itu, bekerja dan
berusaha harus dilandasi dengan kesadaran spiritual, kejujuran, dan niat yang
baik. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan keberuntungan tidak hanya di
dunia, tetapi juga di akhirat.
Prinsip utama yang disampaikan adalah keseimbangan antara ibadah
dan usaha, dengan selalu menghadirkan kesadaran akan pengawasan dan
pengetahuan Allah dalam setiap aktivitas kehidupan.
ikan kewajiban ibadah. Namun, perintah ini juga disertai dengan
peringatan untuk selalu mengingat Allah, menunjukkan bahwa usaha duniawi
harus diimbangi dengan kesadaran spiritual.
Penafsian QS. Al-Naba’ Ayat 9-11
Artinya: Dan kami menjadikan tidurmu untuk istirahat (9) dan kami
menjadikan malam sebagai pakaian (10) dan kami menjadikan siang untuk
mencari penghidupan (11)
Menurut Sayyid Qutb, Allah SWT menciptakan manusia dengan
sempurna, salah satunya adalah dengan memberikan karunia tidur. Tidur
adalah waktu istirahat yang sangat penting bagi tubuh dan pikiran kita.
Ketika kita tidur, tubuh melakukan proses perbaikan dan pemulihan,
sementara pikiran kita menjadi tenang. Proses tidur ini adalah sebuah
keajaiban yang hingga kini belum sepenuhnya dipahami oleh manusia.
Tidur berkualitas sangat penting bagi kesehatan kita secara
keseluruhan, baik fisik maupun mental. Tidur yang cukup membantu kita
merasa lebih segar, meningkatkan konsentrasi, dan menjaga mood yang
stabil, sedangkan kurang tidur dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan, mulai dari kesulitan berkonsentrasi hingga penyakit kronis.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT menyebutkan tentang pentingnya
tidur sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada manusia. Allah berfirman,
"Dan Kami jadikan untukmu tidur sebagai istirahat." (QS. An-Naba': 9).
Ayat ini menunjukkan bahwa tidur adalah anugerah yang sangat berharga
dan kita harus bersyukur atas nikmat ini. . Saat tidur, kita seolah-olah
melepaskan semua beban dan masalah yang kita hadapi. Rasa kantuk yang
datang secara tiba-tiba adalah tanda bahwa tubuh dan pikiran kita
membutuhkan istirahat.
Allah SWT juga mengatur alam semesta sedemikian rupa sehingga
mendukung siklus tidur manusia. Malam hari diciptakan untuk istirahat,
sedangkan siang hari diciptakan untuk beraktivitas. Keduanya saling
melengkapi dan menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah.
Sementara itu Menurut Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab,
kata "subatan" (تًًاَسبُ) memiliki nuansa makna yang kaya dan mendalam. Kata
ini memiliki akar etimologi yang menarik. Secara kebahasaan, kata tersebut
dapat dipahami dari dua perspektif utama: pertama, akar kata "sabata" yang
berarti menghentikan aktivitas, yang pada akhirnya mengandung makna
istirahat. Kedua, dipahami dalam konteks ketenangan, yakni meredanya
berbagai potensi yang sebelumnya aktif, yang terjadi ketika seseorang sedang
tidak sadar sepenuhnya.
Tafsir al-Muntakhab memberikan perspektif saintifik yang menarik
tentang fenomena tidur. Tidur dimaknai sebagai kondisi berkurangnya atau
berhentinya aktivitas saraf otak manusia. Tidur adalah kondisi di mana tubuh
mengalami penurunan aktivitas fisik dan metabolisme. Otot-otot rileks, suhu
tubuh menurun, dan detak jantung melambat. Meskipun demikian, proses
proses vital seperti pernapasan dan sirkulasi tetap berjalan untuk menjaga
kelangsungan hidup. Kondisi ini memungkinkan tubuh untuk melakukan
perbaikan dan pertumbuhan sel, sehingga kita merasa lebih segar dan bugar
setelah bangun tidur.
Sementara itu, kata "ma'ashan" (معاشا) memiliki kedalaman makna
tersendiri. Terambil dari kata "'asya" yang berarti hidup, kata ini memiliki
spektrum makna yang luas. Ia tidak sekadar merujuk pada kehidupan itu
sendiri, melainkan juga mencakup sarana-sarana kehidupan seperti makan
dan minum. Dalam konteks kebahasaan Al-Quran, siang dimaknai sebagai
representasi kehidupan, dipertentangkan dengan malam yang menjadi waktu
istirahat atau tidur.
Ayat Al-Qur'an yang membahas tentang tidur memberikan kita
pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya tidur bagi kesehatan tubuh
dan pikiran. Tidur bukan hanya sekadar istirahat fisik, tetapi juga merupakan
anugerah dari Allah yang harus kita syukuri. Dengan memahami makna di
balik tidur, kita dapat mengatur waktu tidur dengan lebih baik dan menjaga
kesehatan tubuh serta pikiran.
Penafsiran QS. At-Takatsur Ayat 1-3
Artinya: Berbangga-bangga daIam memperbanyak (dunia) telah
meIaIaikanmu (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur (2) Sekali-kali
tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)(3)
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an, Sayyid Qutb memberikan penafsiran
mendalam terhadap ayat ini, menyoroti pesan yang sangat kuat dan mampu
menggugah kesadaran manusia. Ayat ini bagaikan suara yang menggema dari
ketinggian, membangunkan kita dari mimpi kosong tentang harta dan
kekuasaan, mengingatkan kita akan tujuan hidup yang lebih mulia. Pesan ini
ditujukan kepada mereka yang terlena dalam kemegahan duniawi, yang
terbuai oleh harta dan anak-anak, tanpa menyadari hakikat kehidupan yang
sebenarnya.
Peringatan keras disampaikan dengan nada yang mengguncangkan,
menyadarkan manusia dari keterpenunan mereka terhadap kemewahan dan
kebanggan duniawi. Suara ini memperingatkan bahwa segala yang
dikumpulkan dan dibanggakan akan ditinggalkan, menuju kubur yang
sempit, tempat di mana kemegahan dan kekayaan tidak lagi bermakna.
Seruan keras ini bertujuan mengetuk hati manusia, menyadarkan
mereka akan kedahsyatan yang menanti setelah kematian. Pesan utamanya
adalah: jangan tertipu oleh kehidupan dunia yang sementara, dan sadarlah
akan konsekuensi dari setiap perbuatan. Manusia diingatkan bahwa
kesibukan bermegah-megahan akan membawa mereka kepada kebinasaan
dan kehancuran.
Ayat-ayat ini diulang dengan nada yang sama, semakin menegaskan
peringatan tentang bahaya kelalaian dan kesombongan. Seruan "Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui" mengandung ancaman yang tegas,
mengajak manusia untuk berfikir dan introspeksi, serta mempersiapkan diri
menghadapi apa yang akan datang setelah kehidupan dunia yang singkat ini.
Adapun menurut Quraisy Syihab dalam karyanya tafsir Al-Misbah
dijelaskan juga bahwa Ayat al-Takātsur memberikan peringatan yang sangat
jelas tentang bahaya mengejar kekayaan dan kekuasaan secara berlebihan.
Ayat ini menggarisbawahi bahwa persaingan yang tidak sehat dalam
mengumpulkan harta dan kekuasaan dapat mengalihkan perhatian manusia
dari tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mencari ridho Allah.
Kelengahan yang diakibatkan oleh kesibukan duniawi ini dapat
membawa manusia pada kehancuran. Ayat ini juga mengingatkan kita
tentang kematian yang pasti akan datang, dan bagaimana semua harta dan
kekuasaan yang kita kumpulkan di dunia tidak akan berguna di akhirat.
Surat Al-Takatsur merupakan peringatan keras dari Allah SWT
kepada manusia agar tidak terlena dengan kehidupan duniawi. Ayat-ayat
dalam surat ini menyadarkan kita akan bahaya kesombongan, kemegahan,
dan persaingan yang tidak sehat dalam mengumpulkan harta dan kekuasaan.
Surat At-Takatsur adalah sebuah panggilan untuk kembali kepada fitrah
manusia, yaitu sebagai hamba Allah yang senantiasa bersyukur dan beribadah
kepada-Nya. Ayat ini mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam
materialisme dan selalu mengutamakan akhirat dalam setiap tindakan.
Mengubah Paradigma Hustle culture Menjadi Balance Culture
Generasi Z saat ini menghadapi kompleksitas tantangan hidup yang
sangat unik. Mereka tumbuh di era digital dengan tuntutan produktivitas
yang sangat tinggi, menghadapi tekanan sosial untuk selalu sukses, tampil
prima, dan unggul dalam berbagai bidang. Fenomena Hustle culture telah
menjadi virus sistemik yang menggerogoti kesehatan mental dan spiritual
generasi muda, mendorong mereka pada siklus kerja yang tidak
berkelanjutan dan konsumtif.
Konsep Hustle culture yang menuntut kerja keras tanpa batas adalah
ciri khas sistem ekonomi modern. Generasi muda, khususnya Generasi Z,
seringkali terjebak dalam narasi bahwa hanya dengan bekerja sangat keras
dan mengorbankan segala-galanya mereka bisa sukses. Pandangan ini
bertentangan dengan perspektif Al-Qur'an yang lebih menekankan
keseimbangan antara kerja, ibadah, dan kehidupan sosial.
Al-Qur'an memberikan panduan yang komprehensif bagi umat
manusia. Ayat-ayat suci mengajarkan bahwa meskipun kita harus bekerja dan
berusaha untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tujuan akhir kita adalah
mencapai keridhaan Allah SWT di akhirat kelak. Semua aktivitas, termasuk
bekerja dan berusaha, seharusnya diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Islam mengajarkan kita untuk menyeimbangkan kehidupan dunia
dan akhirat. Bekerja keras adalah ibadah, namun kita harus selalu ingat
bahwa tujuan akhir kita adalah meraih ridho Allah. Selain itu Al-Qur'an juga
menganjurkan umat Islam untuk bekerja keras dan berusaha untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Namun, bekerja keras harus diiringi dengan niat
yang baik dan tidak melupakan kewajiban agama.
Islam mengajarkan pentingnya berlaku adil dan dermawan. Kita
dituntut untuk berbagi rezeki dengan orang lain yang membutuhkan dan
menghindari sifat kikir dan tamak. Dalam menghadapi segala ujian hidup,
kita diajarkan untuk bersabar dan tawakkal kepada Allah SWT. Dengan
bersabar, kita akan mendapatkan pahala yang besar, dan dengan tawakkal,
kita akan merasa tenang dan lapang dada.
Generasi Z yang terperangkap dalam Hustle culture mengalami
berbagai konsekuensi psikologis yang merusak. Kelelahan mental, stress
berkepanjangan, gangguan kesehatan, hingga krisis makna hidup menjadi
tantangan nyata. Mereka kehilangan waktu untuk refleksi diri, berkualitas
dengan keluarga, dan mengembangkan dimensi spiritual yang fundamental.
Al-Qur'an mengajarkan kita untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan
akhirat.
Berikut beberapa cara untuk mencapai harmonisasi tersebut di
tengah arus Hustle culture:
1. Tetapkan Prioritas yang Jelas: Tentukan tujuan hidup yang lebih luas,
tidak hanya sebatas kesuksesan materi. Ingatlah bahwa ibadah
kepada Allah SWT adalah tujuan utama hidup.
2. Kelola Waktu dengan Bijak: Bagi waktu antara bekerja, beribadah,
beristirahat, dan bersosialisasi. Jangan sampai terjebak dalam rutinitas
yang terlalu padat hingga mengabaikan hal-hal penting lainnya.
3. Jaga Kesehatan Fisik dan Mental: Tubuh yang sehat adalah modal
utama untuk beribadah dan bekerja. Prioritaskan kesehatan dengan
berolahraga, makan makanan sehat, dan istirahat yang berkualitas.
widya nurbayanti, Mahasiswa UIN Jakarta, prodi Ilmu alquran dan tafsir
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
