Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kirana Febby Nur Rahmawati

Air Mata Sebagai Respons Biopsikologis, Hubungan Antara Emosi, Neurotransmiter, dan Rasa Kantuk

Eduaksi | 2025-10-16 19:21:49

Menangis adalah reaksi emosional yang sangat manusiawi dan normal, entah karena kesedihan, kehilangan, atau bahkan kebahagiaan yang luar biasa. Namun, seringkali kita merasakan setelah air mata mulai berhenti tubuh kita akan merasakan sensasi yang khas, yaitu rasa kantuk atau muncul keinginan untuk tidur. Munculnya rasa kantuk setelah menangis bukan karena kebetulan. Menangis pada dasarnya adalah respon emosional yang sangat kuat, karena berhubungan dengan respon biologis tubuh, yaitu neurotransmiter, sistem saraf, dan mekanisme tidur. Ketika sedang menangis, tubuh kita tidak hanya mengekspresikan emosi, tetapi juga menjalankan mekanisme biologis untuk meredakan stres dan memulihkan keseimbangan internal. Menangis tidak hanya sekedar meluapkan emosi, tetapi juga merupakan hasil dari interaksi kompleks antara sistem saraf, hormon, dan neurotransmiter.

Fenomena ini sangat menarik untuk dibahas karena menggabungkan dua proses yang tampak berbeda, tangisan sebagai reaksi emosional dan rasa kantuk sebagai kebutuhan biologis, namun ternyata keduanya saling berhubungan berhubungan erat. Secara biologis, menangis berfungsi sebagai mekanisme adaptif untuk mengurangi stes, menstabilkan emosi, serta untuk memulihkan homeostatis tubuh. Berarti, rasa kantuk yang muncul setelah kita menangis bisa dilihat sebagai tanda bahwa tubuh sedang berusaha untuk menenangkan sistem sarafnya setelah mengalami ketegangan emosional.

https://share.google/images/ZdCxbdVUlskKTCHDp

Ketika seseorang menangis karena sedang mengalami emosi yang sangat kuat seperti kesedihan atau kemarahan, sistem limbik yang khususnya amigdala dan hipotalamu, menjadi sangat aktif. Aktivitas ini memicu dua sistem saraf ortonom, yaitu yang pertama pada sistem saraf simpatik (meningkatkan kewaspadaan, detak jantung, dan ketegangan) dan yang kedua pada sistem saraf parasimpatik (menenangkan tubuh). Saat menangis, fase awal biasanya di dominasi oleh aktivitas simpatik, yang menandakan tekanan emosional atau stres. Namun saat air mata mulai berhenti keluar, sistem parasimpatis akan mulai mengambil alih, memperlambat pernapasan, menurunkan detak jantung, dan memunculkan sensasi tenang serta rasa kantuk. Rasa kentuk yang muncul setelah menangis merupakan manifestasi biologis dari sistem dominasi parasimpatis, yang membantu tubuh untuk memulihkan keseimbangan setelah mengalami stres emosional.

Tubuh akan melepaskan berbagai zat kimia saat menangis, yang memengaruhi kondisi emosional dan kondisi fisiologis. Yang pertama ada oksitorin dan endofrin (opioid endogen), penelitian menunjukkan bahwa menangis dapat meningkatkan kadar oksitorin dan juga endofrin, yang berfungsi untuk mengurangi rasa emosional ataupun fisik serta memiliki efek menenangkan. Yang kedua, kartisol dan hormon stres lainnya, tangisan yang bersifat emosi sering dikaitkan dengan stres, sehingga pelepasan kortisol dan hormon terkait bisa meningkat terlebih dahulu, tetapi setelah menangis, tubuh akan merespons dengan upaya menurunkan hormon stres ini, yang kemudian memicu munculnya efek relaksasi. Yang ketiga, neurotransmiter atau "limbah" dalam air mata, diketahui air mata emosional mengandung konsentrasi yang lebih tinggi dari neurotransmiter seperti adrenalin, noradrenalin, dan asetilkolin dibandingkan dengan air mata basal. Menurut hipotesis, pelepasan zat-zat tersebut melalui air mata dapat membantu mengosongkan sebagian beban kimia dari sistem saraf. Yang terakhir, interaksi antara neurotransmiter tidur dan suasana hati, neurotransmiter seperti GABA, serotonin, dan asetilkolin memiliki peran dalam regulari tidur serta kondisi pikiran. Misalnya, ketika stres emosional mulai mereda, kondisi tubuh mungkin akan bergeser menuju dominasi sistem yang mendukung tidur.

https://share.google/images/kbSaD8f1fAxtEzJoY

Tubuh secara terus-menerus akan menjaga keseimbangan (homeostatis). Emosi yang kuat, termasuk tangisan, merupakan gangguan psikofisiologis. Setelah respons emosional meledak-ledak, tubuh mungkin saja akan menuntut pemulihan agar fungsi normal dapat terwujud. Dalam hal ini, rasa kantuk yang muncul adalah jalan cepat untuk menuju istirahat dan pemuliham. Konsep ini sanget sesuai dengan gagasan bahwa regulasi emosi tidak hanya terjadi di tingkat psikologis saja, tetapi juga di tingat tubuh. Tidur sangat memungkinkan tubuh dan otak memproses pengalaman emosional, mengembalikan keseimbangan neurokimia, dan juga menyegarkan sistem. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara tidur dan fungsi emosi, tidur yang tidak cukup membuat kita lebih reaktif secara emosional, dan pengalaman emosional akan memengaruhi kualitas tidur yang selanjutnya.

Setelah menangis dan suasana emosional mulai menjadi intens, sistem otak perlu memproses memori dan beban emosional. Dalam proses tidur, khususnya pada REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement), berperan penting dalam mengkonsolidasikan memori dan regulasi emosional. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidur dikaitkan dengan adanya penurunan respons emosional dari suatu peristiwa negatif. Dengan demikian, rasa kantuk atau ingin tidur yang muncul setelah menangis bisa menjadi sinyal internal bahwa sistem pada otak akan segera memasuki fase sinyal emosional saat tidur.

https://share.google/images/otUBwV0KetMSAlCdg

Secara singkat, rasa kantuk yang muncul setelah menangis dapat dipahami sebagai respons biopsikologis yang mencerminkan adanya keterkaitan yang erat antara emosi, neurotransmiter, dan mekanisme tidur. Proses emosional yang intens akan memicu respons dalam sistem saraf otonom (aktivasi simpatis, kemudian ke parasimpatis), serta pelepasan berbagai hormon dan neurotansmiter, seperti oksitorin, endofrin, kortisol, dan zat limbah. Setelah menangis, tubuh akan mulai melepaskan tekanan emosional, tubuh mulai mendorong kondisi untuk pemulihan melalui tidur. Setelah mulai tertidur, tidur akan memfasilitasi penggambaran emosional dan konsolidasi memori, sehingga akan membantu mengembalikan keseimbangan psikofisiologis. Menangis bukan hanya bentuk dari ekspresi kesedihan, tetapi merupakan bagian dari sistem regulasi manusia yang berfungsiuntuk meredakan stres, mengembalikan keseimbangan pada tubuh, dan pemulihan melalui tidur. Dengan memahami mekanisme di balik fenomena ini, dapat membantu kita untuk lebih mengahrgai hubungan yang ada antara emosi dan tubuh, serta mengamati tangisan dan rasa ingin tidur sebagai bagian dari proses penyembuhan pada diri kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image