Apa yang Terjadi Jika Mahasiswa Terlalu Sering Begadang?
Eduaksi | 2025-10-16 12:10:43
Begadang adalah kebiasaan yang sering dilakukan oleh banyak orang, terutama pelajar dan mahasiswa. Ini terjadi karena mengerjakan tugas, scrolling media sosial, atau menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Tidak disadari, kebiasaan ini bisa memberikan dampak besar terhadap tubuh dan pikiran. Begadang memengaruhi cara kerja otak, hormon, dan perilaku manusia. Tubuh manusia memiliki sistem biologis yang teratur, termasuk jam tidur yang sudah ditentukan. Saat kita memaksa tubuh untuk tetap bangun meski seharusnya tidur, keseimbangan sistem ini akan terganggu. Tidak hanya membuat lelah, tetapi juga memengaruhi suasana hati, daya ingat, dan cara berpikir seseorang. Begadang bukan hanya tidak tidur di malam hari, tetapi juga mengganggu system tubuh dan otak yang saling terhubung.
Dari segi biologis, tubuh membutuhkan tidur agar sistem dalam tubuh bisa beristirahat. Saat tidur, otak membersihkan racun dan zat-zat yang tidak diperlukan dari aktivitas sepanjang hari. Saat begadang, proses ini terhenti. Akibatnya, otak lebih cepat lelah dan tidak bisa bekerja optimal. Begadang juga memengaruhi hormon dalam tubuh. Hormon melatonin, yang membuat kita merasa kantuk, biasanya diproduksi di malam hari. Jika terus menatap layar ponsel atau laptop saat begadang, produksi melatonin bisa terganggu. Sebaliknya, hormon kortisol, yang menyebabkan stres, meningkat. Akibatnya, tubuh terasa tegang dan sulit tenang meski sangat lelah. Bagian otak yang paling terpengaruh karena kurang tidur adalah hippocampus dan prefrontal cortex. Hippocampus berperan dalam menyimpan memori dan pembelajaran, sedangkan prefrontal cortex mengatur berpikir logis dan pengambilan keputusan. Ketika kedua bagian ini terganggu karena begadang, kita akan sulit fokus, sulit mengingat pelajaran, dan mudah membuat keputusan yang salah. Itulah sebabnya, setelah begadang, seseorang sering merasa lemot atau tidak bisa berpikir jernih.
Begadang bisa mengganggu pikiran dan perasaan seseorang secara psikologis. Saat tidak tidur cukup, bagian otak bernama amigdala yang mengatur emosi menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan seseorang lebih mudah marah, tersinggung, atau merasa sedih tanpa alasan jelas. Jika pernah merasa sedih atau murung sepanjang hari setelah begadang, itu bisa jadi tanda awal. Selain itu, begadang juga mengurangi kadar serotonin dan dopamin, dua zat kimia dalam otak yang berkaitan dengan rasa bahagia dan semangat. Akibatnya, orang yang kerap begadang lebih mudah stres, cepat lelah secara mental, dan kehilangan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Jika terus-menerus, kebiasaan ini bisa meningkatkan risiko depresi atau gangguan kecemasan.
Dari sini terlihat hubungan saling memengaruhi antara otak dan perasaan. Biopsikologi menjelaskan bahwa jika kondisi biologis seperti tidur terganggu, maka pola pikir dan kondisi psikologis seseorang juga ikut terganggu. Jadi, begadang bukan hanya membuat tubuh lelah, tetapi juga membuat otak dan emosi menjadi “kelelahan”. Jika begadang hanya dilakukan sesekali, dampaknya mungkin tidak terasa. Namun, jika dilakukan terus-menerus, dampaknya bisa sangat serius. Kurangnya tidur menyebabkan koneksi antar sel otak melemah, sehingga proses berpikir dan belajar menjadi lebih lambat. Otak membutuhkan tidur untuk memproses informasi dan memperkuat ingatan.
Tanpa tidur yang cukup, kemampuan otak menyimpan pengetahuan juga berkurang. Dari sisi tubuh, begadang bisa menyebabkan masalah seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan daya tahan tubuh menurun. Hal ini karena sistem metabolisme terganggu dan hormon stres terus meningkat. Dari sisi psikologis, seseorang yang sering begadang cenderung sulit mengendalikan emosi, mudah gelisah, dan sering merasa tidak bahagia. Dalam biopsikologi, hal ini menunjukkan hubungan antara tubuh dan pikiran. Ketika sistem biologis terganggu, maka perilaku dan kondisi mental juga mengalami perubahan. Dengan kata lain, begadang bisa mengacaukan keseimbangan amtara tubuh dan hati,
Tidur bukan hanya sekadar waktu untuk beristirahat, tapi juga proses penting bagi otak dan tubuh untuk memulihkan diri. Jika kita tidak memenuhi kebutuhan tidur, kita akan mengganggu sistem alami yang menjaga kesehatan fisik dan mental. Maka dari itu, menjaga rutinitas tidur yang cukup dan teratur sangat penting agar otak dan tubuh dapat bekerja dengan baik. Dengan memahami begadang dari sudut pandang biopsikologi, kita bisa lebih memahami bahwa tidur bukanlah tanda malas, tetapi kebutuhan penting agar tubuh, pikiran, dan perasaan tetap seimbang. Jadi, jika ingin begadang tanpa alasan, lebih baik tidur cukup agar pikiran tetap segar dan suasana hati stabil di masa depan.
Selain dampak pada kesehatan fisik, psikologis, dan sosial, begadang juga memengaruhi hubungan dengan orang lain. Orang yang terbiasa begadang biasanya memiliki kebiasaan hidup yang tidak teratur, seperti bangun terlambat, melewatkan sarapan, atau datang terlambat ke sekolah dan tempat kerja. Perilaku ini bisa membuat orang lain merasa bahwa pribadi tersebut kurang disiplin atau tidak bertanggung jawab. Jika terus berlangsung, kebiasaan begadang bisa mengurangi produktivitas dan kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, seseorang yang lelah karena begadang mungkin menjadi lebih mudah marah, sulit bekerja sama dengan orang lain, atau kehilangan semangat untuk bergaul.
Dari sudut pandang biopsikologi sosial, kelelahan fisik bisa memengaruhi emosi dan cara seseorang berperilaku, yang akhirnya memengaruhi hubungan sosialnya. Selain itu, begadang juga bisa memengaruhi lingkungan sekitarnya; misalnya, jika seseorang sering begadang dan mengajak teman untuk ikut, pola tersebut bisa menular. Maka, penting bagi setiap orang untuk menyadari pentingnya pola tidur yang baik, tidak hanya untuk kesehatan diri sendiri, tapi juga untuk menjaga hubungan sosial dan keseimbangan hidup secara keseluruhan. Dengan tidur cukup, seseorang akan lebih jernih berpikir, lebih aktif dalam berinteraksi, dan bisa menunjukkan performa terbaik dalam berbagai aspek kehidupan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
