Menjadi Mahasiswa di Tengah Bisingnya Dunia Digital
Edukasi | 2025-10-15 21:52:18Hidup sebagai mahasiswa di zaman digital adalah sesuatu yang menarik namun juga menyedihkan. Kita sudah terbiasa dengan teknologi yang membuat segala sesuatu terasa dekat, tapi itu semua justru membuat kita semakin jauh dari hubungan yang benar-benar autentik. Di dalam kelas, di kafe, maupun saat berkumpul dengan teman, ponsel dan gadget selalu menjadi teman yang selalu menyertai. Namun, di balik kepraktisan itu, ada keheningan batin yang perlahan muncul di tengah kebisingan dunia digital sekarang ini.
Media sosial dan aplikasi pesan instan telah mengubah cara mahasiswa berkomunikasi. Dulu, obrolan tatap muka selalu menjadi ruang hangat untuk saling berbagi cerita. Kini, percakapan bergeser menjadi pesan singkat, emoji, atau reaksi cepat tanpa banyak kata. Dalam dunia sekarang yang serba daring, hubungan interpersonal yang tulus sering digantikan dengan interakasi cepat tanpa makna mendalam. Fenomena ini tidak hanya mengubah cara mahasiswa berhubungan dengan teman maupun keluarga, tetapi juga mempengaruhi kesehatan emosional mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak bergantung pada komunikasi digital dapat menurunkan kemampuan mendengar dan berbicara secara efektif. Mahasiswa cenderung lebih mahir menyusun teks dibanding mengungkapkan peraasaan langsung. Ketika kata “baik-baik saja” diketik tanpa ekspresi wajah, sering kali maknanya hanya menjadi formalitas, bukan mencerminkan peraasan kita yang sebenarnya. Akibatnya, banyak miskomunikasi dan jarak emosional terjadi, terlepas dari fakta bahwa mereka selalu terhubung secara online.
Selain itu, gangguan digital atau kesibukan dari perangkat teknologi menjadi tantangan besar. Notifikasi yang terus-menerus muncul membuat mahasiswa sulit berkonsentrasi, bahkan saat sedang berbicara dengan orang disekelilingnya. Di perpustakaan, kampus, atau ruang diskusi, banyak orang hadir secara fisik tetapi tidak benar-benar mengikuti pembicaraan. Perhatian mereka terpecah antara percakapan nyata dan tawuran dunia maya yang terus menarik perhatian melalui layar. Situasi ini secara perlahan mengurangi kualitas interaksi sosial yang seharunya menjadi fondasi kehidupan perkuliahan.
Namun, dunia digital tidak sepenuhnya negatif. Di balik tantangan itu, ada peluang besar untuk memperluas wawasan dan membangun kerja sama antar budaya. Mahasiswa kini dapat berdiskusi dengan teman dari berbagai daerah bahkan negara, tanpa terbatas oleh jarak dan waktu. Platform daring memungkinkan ide, kreativitas, dan kerja sama akademik yang sebelumnya sulit diakses. Masa digital memberi kesempatan untuk belajar menjadi komunikator yang bisa beradaptasi, kritis, dan terbuka terhadap perbedaan.
Untuk menghadapi tantangan dalam berkomunikasi di zaman digital sekarang ini, para mahasiswa perlu belajar menggunakan teknologi secara bijak dan sadar. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membatasi waktu penggunaan layar agar hubungan sosial nyata tidak digantikan oleh dunia maya. Misalnya, dengan mengatur waktu tanpa ponsel, seperti saat makan bersama teman, diskusi di kelas, atau berpartisispasi dalam kegiatan organisasi, dapat membantu membangun kedekatan sosial. Selain itu, mahasiswa juga perlu melatih kemampuan untuk berkomunikasi empatik, seperti mendengarkan dengan baik dan menunjukkan perhatian melalui kontak mata serta respons verbal. Dunia digital bisa tetap menjadi tempat yang bermanfaat jika digunakan secara baik dan seimbang.
Selain itu, penting bagi kampus untuk mendorong pengembangan keterampilan komunikasi interpersonal melalui kegiatan tatap muka, diskusi kelompok, dan pelatihan komunikasi yang efektif. Mahasiswa tidak hanya dituntut cerdas secara akademik, tetapi juga peka terhadap perasaan orang lain. Dalam dunia kerja dan kehidupan sosial, kemampuan untuk berempati dan mendengarkan dengan baik jauh lebih berharga dibanding sekedar cepat menjawab pesan.
Menjadi mahasiswa di tengah kehidupan digital yang serba cepat bearti belajar membedakan antara sekedar terhubung benar-benar berhubungan. Meski kita bisa bertemu dengan ratusan orang dalam hitungan detik, hubungan yang autentik hanya bisa terbentuk dari percakapan yang jujur dan perhatian yang tulus. Di tengah kecepatan yang membanjiri hidup kita sekarang ini, kemungkinan hal paling revolusioner adalah kemampuan untuk berhenti sejenak, menatap, mendengar, dan hadir secara utuh.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
