Kita Semua Pernah Jadi Koruptor, Hanya dalam Skala yang Berbeda
Humaniora | 2025-10-15 08:17:22Oleh Disa Fanisa Putri, Kita sering marah pada berita korupsi. Kita mengutuk pejabat yang menyelewengkan dana rakyat, menghujat di kolom komentar, bahkan berharap mereka mendapat hukuman seberat-beratnya. Tapi di sela-sela kemarahan itu, pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah begitu suci?Sebab mungkin, dalam keseharian yang tampak biasa, kita pun pernah melakukan “korupsi” dalam bentuk yang lebih kecil.
Mengambil sedikit dari yang bukan hak kita, menipu waktu, menipu orang lain, bahkan menipu hati nurani sendiri. Kita sering menyalahkan mereka yang mencuri uang negara, tapi diam-diam mencuri waktu kerja dengan berpura-pura sibuk. Kita mengeluh soal pejabat yang tidak jujur, tapi mencontek saat ujian tanpa rasa bersalah. Kita menuntut pemimpin yang bersih, tapi masih bisa menghalalkan kebohongan kecil demi keuntungan pribadi.
Bukankah semua itu, pada hakikatnya, juga bentuk korupsi? Bedanya hanya pada jumlah dan jabatan. Korupsi bukan semata soal uang. Ia juga mencangkup soal mental, tentang bagaimana kita memperlakukan kejujuran. Kita boleh miskin harta, tapi tetap bisa rakus dalam hal kepercayaan, waktu, bahkan kasih sayang. Kita bisa berpakaian rapi, berbicara sopan, tapi menyimpan niat untuk menipu.
Di situlah korupsi moral mulai tumbuh: diam-diam, tapi merusak perlahan. Koruptor besar lahir dari kebiasaan kecil yang dibiarkan. Dari menipu sedikit demi sedikit, dari merasa “tidak apa-apa” sekali dua kali, sampai akhirnya kebiasaan tersebut dinormalisasikan. Dari situ, kejujuran mati pelan-pelan, hingga akhirnya seseorang lupa bagaimana rasanya jujur tanpa kepura-puraan.
Mungkin, sebelum menunjuk jari ke wajah para koruptor di layar televisi, kita perlu menatap diri sendiri. Barangkali, kita pun punya dua wajah, satu yang tampak baik di depan orang, dan satu yang tersembunyi di balik topeng moralitas. Karena pada akhirnya, bangsa yang bersih tidak lahir dari para pemimpin yang sempurna, melainkan dari rakyat yang berani jujur pada dirinya sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
