Pemuda Tonggak Perubahan Hakiki, Saatnya Mereka Unjuk Gigi
Politik | 2025-10-14 12:08:43
Oleh Maryatiningsih
Aktivis Dakwah
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Syahardiantono mengumumkan hasil penindakan hukum terhadap kerusuhan saat demonstrasi 25 Agustus-31 Agustus 2025 di berbagai daerah di Indonesia. "Total ada 959 tersangka, dengan rincian 664 dewasa dan 295 anak," ujar Syahardiantono dalam konferensi persnya di gedung Bareskrim Polri, Rabu, 24 September 2025. tempo.co, (24/9/2025)
Kabareskrim mengatakan, semua tersangka tersebut merupakan pelaku kerusuhan dan bukan peserta demonstrasi. Semua kasus tersebut ditangani oleh Bareskrim dan 15 kepolisian daerah (polda).
Ada tiga tersangka yang ditangani oleh Polda Jambi, 8 tersangka ditangani Polda Lampung, 26 tersangka ditangani Polda Sumatera Selatan, 2 tersangka ditangani Polda Banten dan 232 tersangka ditangani Polda Metro Jaya. Berikutnya, 111 tersangka di Polda Jabar, 136 tersangka di Polda Jateng, 325 tersangka di Polda Jawa Timur, 5 tersangka di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, 14 tersangka di Polda Bali, 21 tersangka di Polda Nusa Tenggara Barat, 4 tersangka di Polda Kalimantan Barat dan 7 tersangka di Kalimantan Timur. Lalu 2 tersangka ditangani Polda Sulawesi Barat, 58 di Polda Sulawesi Selatan dan 5 tersangka ditangani Bareskrim Polri.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan penghasutan untuk membuat kerusuhan, menyebarkan dokumentasi kerusuhan lewat sosial media dengan maksud memprovokasi, menghasut massa melakukan pembakaran, membuat, menyimpan dan menggunakan bom molotov saat kerusuhan serta tindakan penjarahan.
Demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah mulai Kamis, 28 Agustus 2025. Bermula dari demonstrasi buruh dan mahasiswa di depan Gedung MPR/DPR RI, Senayan, yang mengkritik tunjangan fantastis bagi anggota parlemen.
Unjuk rasa itu awalnya berjalan tertib. Namun, menjelang sore kericuhan terjadi. Upaya polisi membubarkan massa berujung pada tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang ditabrak kendaraan Brimob Polda Metro Jaya.
Sebagian para demonstran adalah kalangan gen z, mereka mulai sadar politik dan menuntut perubahan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah. Sayangnya mereka justru dikriminalisasi dengan label anarkisme, dan dianggap hanya bikin rusuh dan apa yang dilakukan tidak ada manfaatnya, padahal itu bentuk mereka kritis dengan keadaan negeri ini.
Sikap kritis kaum Gen Z tidak hanya di Indonesia, tetapi para Gen Z di negara lain juga sama. Keikutsertaan mereka dalam menyuarakan aspirasi masyarakat seringkali dianggap hanya memicu kericuhan saja dan gak ada gunanya. Miris, negara seolah tidak ada perhatiannya sama sekali dengan kondisi generasi saat ini. Kondisi ini jika terus berlarut-larut dapat memicu munculnya krisis kepercayaan Gen Z terhadap kinerja pemerintah.
Persoalan ini bukanlah persoalan sepele, karena dapat dimaknai sebagai bentuk pembungkaman, agar generasi muda menjadi tidak kritis terhadap penguasa yang lalai. Ketika Gen Z menyampaikan kritikan yang tidak sejalan dengan kehendak pemerintah, maka itu dianggap melawan dan mengancam penguasa. Akhirnya mereka para Gen Z yang turut berdemo dikriminalisasi (ditangkap). Maka jelas bahwa Demokrasi Kapitalis hanya memberikan ruang kepada suara-suara yang sejalan dengan penguasa .
Padahal sejatinya pemuda adalah tonggak perubahan, kesadaran politik mereka harus diarahkan pada perubahan hakiki menuju Islam Kaffah, bukan sebaliknya malah mematahkan semangat dan upaya para pemuda. Tidak heran jika kondisi saat para pemuda minim pengetahuan politik, bahkan cenderung malas. Tidak tertarik dengan ilmu pengetahuan politik dan ilmu pengetahuan lainnya . Sedikit sekali generasi yang mau belajar politik Islam dan pemahaman-pemahaman Islam lainnya.
Padahal Islam mewajibkan “amar makruf nahi munkar”. Adapun demonstrasi termasuk aktivitas yang mulia yakni mengoreksi pemerintah dan hal itu adalah bentuk amar makruf nahi munkar terhadap penguasa. Tetapi jutru mereka malah mengkriminalisasi para Gen Z yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, yang tidak adil. Padahal seharusnya tidaklah demikian. Karena kezaliman adalah kemungkaran dan seharusnya ada yang mengingatkan agar kezaliman itu tidak terus dilakukan.
Dalam sistem Islam (kekhilafan) justru akan membentuk pemuda dengan pendidikan berbasis aqidah Islam, sehingga kesadaran politik mereka terarah untuk memperjuangkan rida Allah, bukan sekedar luapan emosi saja. Pada masa kejayaan Islam para pemuda terbentuk kecerdasan yang luar biasa seperti: Imam Bukhari, Ibnu Sina, Muhamad Al Fatih dan lain sebagainya. Muhammad al-Fatih di usia remaja sudah bisa menaklukkan Konstantinopel dan masih banyak lagi para pemuda hebat pada masa kejayaan Islam.
Wallahuualam bissawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
