Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hana Rifa Zahirah

Pentingnya Peran Orang Tua dalam Menjaga Kesehatan Mental Anak Setelah Gagal di Seleksi Masuk Perguruan Tinggi

Parenting | 2025-10-13 19:45:18

Tidak semua impian harus menempuh jalan yang mulus, tidak semua ekspektasi harus menemui titik terealisasikannya. Pengumuman seleksi jalur masuk perguruan tinggi adalah hal yang menegangkan sekaligus dinanti-nantikan, namun bagi sebagian besar anak hal itu adalah wujud penentu nasib mereka ke depannya. Banyak anak yang setelah mengetahui bahwa dia tak lolos seleksi di hari pengumuman merasa gagal dalam akademik dan juga gagal untuk mewujudkan ekspektasi orang tuanya, lalu bagaimana peran orang tua dalam membantu menjaga kesehatan mental anak dan menyikapi masa-masa sulit tersebut?

Orang tua adalah pemilik tanggung jawab terhadap perkembangan anaknya dengan cara memberi dorongan dan motivasi mereka untuk mengambil tantangan dan pelajaran dari pengalaman kesalahan anaknya (Melia et al., 2023). Dengan kata lain peran orang tua di sini adalah selalu memberi anaknya dorongan untuk bangkit kembali dari kegagalan yang di alami seorang anak, orang tua harus terus memotivasi anaknya pada masa-masa sulit bukan terus menuntut anaknya yang malah membuat seorang anak merasa gagal.

Anak yang mengalami kegagalan pada jalur masuk perguruan tinggi rata-rata sudah memasuki usia 16-17 tahun ke atas atau bisa disebut sudah memasuki usia remaja. Anak usia remaja di Indonesia sendiri diketahui menunjukkan persentase depresi sebesar 6,2% (Sarmini et al., 2023). Kesehatan mental anak di usia remaja bukan sesuatu yang dapat disepele kan, dalam penelitian yang dilakukan oleh Balducci, sebagian besar anak yang berusia 14 tahun sudah mulai mengalami kasus penyakit mental dan sebagian besar dari mereka tidak ditangani dengan baik. Pada usia ini remaja harus menghadapi berbagai tantangan dan tekanan yang dapat berpengaruh pada kesehatan mental mereka, seperti beban akademis yang tinggi hingga tekanan sosial dan ekspektasi yang tidak realistis (Nopratilova, 2024).

Meskipun untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi negeri dapat melalui tiga jalur, yaitu prestasi melalui jalur SNBP, jalur tes atau SNBT yang harus melalui ujian UTBK, dan jalur mandiri yang di bawah wewenang perguruan tinggi negeri masing-masing. Tetapi di setiap tahunnya, peserta yang mengikuti seleksi masuk di perguruan tinggi terutama negeri terus meningkat.

Di tahun 2024 peserta yang mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) berjumlah 702.312, sedangkan tahun ini terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 10,6% yaitu peserta yang mengikuti SNBP di tahun 2025 ini mencapai 776.515 (Humas PNN, 2025) dan sesuai dengan konferensi pers SNPMB dapat dipastikan sebanyak 595.090 siswa yang gagal di SNBP tahun ini. Untuk jalur UTBK-SNBT ini sendiri, Tahun 2025 menjadi tahun ketika jumlah peserta UTBK mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, karena berhasil mencapai angka 860.976 peserta, dan jumlah kursi yang tersedia hanya 284.380 saja (Purnama Diky, 2025). Itu berarti sebanyak 576.596 peserta, gagal memasuki perguruan tinggi negeri di jalur UTBK-SNBT tahun ini.

Pernahkah terbayang bagaimana rasanya gagal untuk kuliah di kampus impian? Memang ada banyak jalan menuju Roma, tetapi tak semua orang mampu untuk menempuh jalan itu. Saat gagal di jalur prestasi dan tes masih ada jalur mandiri, namun tidak semua orang mampu untuk membayar lebih, dan pada akhirnya jalan yang terakhir adalah perguruan tinggi swasta atau belum berkesempatan untuk kuliah.

Di sini peran orang tua sangat diperlukan, di saat teman-teman sebaya mengunggah hasil pencapaiannya bahwa mereka diterima di perguruan tinggi impian sedangkan diri sendiri belum bisa mencapainya, tentu ada rasa senang atas pencapaian teman tetapi lebih banyak rasa gagal yang dirasakan oleh diri sendiri. Banyak pikiran-pikiran negatif seperti “aku gagal, aku belum bisa banggain orang tua ku”,“apa yang bisa orang tua ku banggakan dari diriku?”, “pasti orang tua ku kecewa, karena anaknya terus-terusan gagal”, “atau aku tidak usah kuliah ya?” . “aku gagal, sedangkan orang tua ku sudah rela mengeluarkan banyak uang” dan masih banyak lagi.

Disaat anak sedang mengalami masa-masa yang sulit dan sedih, orang tua harus bersedia untuk memberikan waktunya. Sehingga di saat anak mengalami dilema, putus asa, kecewa, sendiri, dan sedih, orang tua hadir sebagai sosok penghibur. Jika hal-hal baik tersebut tidak dapat dibangun oleh orang tua, maka di antara anak dan orang tua akan tercipta jarak yang mengakibatkan ada rasa segan dan takut pada diri anak untuk mendekat dan membuka diri dengan orang tua nya (Lantupa Kumowal et al., 2022).

Dalam masa-masa sulit ini orang tua tidak boleh membuat mental anak menjadi down, hal ini biasa terjadi ketika seorang anak dibanding-bandingkan dengan teman sebayanya. Memang benar anaknya belum lolos seleksi di perguruan tinggi, tapi anak juga tidak menginginkan kegagalan yang sedang ditimpa kepadanya. Sebagai orang tua seharusnya tetap memberi dukungan seperti motivasi, biaya untuk les tambahan, dan meyakinkan anaknya bahwa bagaimana pun hasil dan prosesnya orang tua tetap bangga karena anaknya sudah berhasil melewati proses tersebut.

Seorang anak yang mendapatkan motivasi dan dukungan dari orang tuanya pasti akan merasa lebih semangat dan terdorong untuk mencapai tujuannya, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat orang tuanya bangga kepada dirinya. Jika lagi-lagi anaknya gagal untuk berkuliah di perguruan tinggi impiannya, orang tua bisa memberi dukungan dan meyakinkan bahwa takdir Tuhan lebih indah dan berkuliah di kampus impian itu tidak harus saat ini, namun orang tua tetap bangga karena anaknya sudah bangkit dari banyak kegagalan yang telah anaknya alami.

Hal seperti dukungan afirmasi dan finansial yang diberikan kepada anak, akan membuat keadaan mental anak membaik setelah mengalami kegagalan seleksi masuk perguruan tinggi, tentunya anak akan menjadi lebih terbuka kepada kedua orang tuanya dan menjadikan kedua orang tuanya sebagai safe place atau tempat di mana anak merasa aman karena diberikan dukungan dan kasih sayang.

Sebagai seorang anak, tentu harus menyadari kapasitas yang dimilikinya, jika memang belum jalannya untuk dapat berkuliah di perguruan tinggi yang diimpikan, maka harus lapang dada untuk menerima takdir Yang Maha Kuasa. Masih ada banyak cara untuk membanggakan orang tua dan barangkali kegagalan yang dialami sebenarnya adalah keberhasilan untuk menjadi lebih dekat dan terbuka dengan orang tua.

Gagal bukan berarti kalah. Dukungan orang tua sesederhana apa pun itu, bisa menjadi pondasi yang kuat ketika seorang anak merasa dunianya akan runtuh karena gagal dan belum bisa menjadi yang terbaik bagi orang tuanya. Teruslah beri dukungan kepada anak dan jauhkan mereka dari hal yang dapat mengganggu kesehatan mentalnya, karena tidak ada anak yang menginginkan kegagalan dihidupnya.

Referensi

Humas PNN. (2025, April 24). Peserta SNBP Meningkat, Angin Segar Bagi Dunia Pendidikan Indonesia - PNN. https://pnn.ac.id/peserta-snbp-meningkat-angin-segar-bagi-dunia-pendidikan-indonesia/

Lantupa Kumowal, R., Kalintabu, H., Awuy, P. O., Teologi, S. T., Manado, A., Agama, I., Manado, K. N., Kumowal, R. L., Olivia, P., Orangtua, A., Dalam, D. G., & Kesehatan, M. (2022). Orangtua Dan Gereja Dalam Menjaga Kesehatan Mental Anak Remaja. Journal of Psychology Humanlight, 3(2), 88–101. https://doi.org/10.51667/JPH.V3I2.1203

Melia, Nasichah, Latifah, W., & Rizki, A. (2023). Peran Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kesehatan Mental Anak di SMA Muhammadiyah Parung. TARBIYAH: Journal of Educational Science and Teaching, 2(2), 178–187. https://doi.org/10.1342/TARBIYAH.V2I2.130

Nopratilova. (2024). Peningkatan Pengetahuan Tentang Gangguan Kesehatan Mental Di SMK Kesehatan Bhakti Insani Kota Depok. Jurnal ANDARA (Pengabdian Kepada Masyarakat), 1(1), 19–23. https://doi.org/10.70608/0HGQJH98

Purnama Diky. (2025, May 27). Hasil SNBT 2025 Resmi Diumumkan, 17.250 Peserta UTBK di ITB Menanti Kelulusan - Institut Teknologi Bandung. https://itb.ac.id/berita/hasil-snbt-2025-resmi-diumumkan-17250-peserta-utbk-di-itb-menanti-kelulusan/62398

Sarmini, S., Putri, A., Maria, C., Syahrias, L., & Mustika, I. (2023). PENYULUHAN MENTAL HEALTH UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL REMAJA. MONSU’ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6(1), 154–161. https://doi.org/10.32529/TANO.V6I1.2400

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image