Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tazkia Aulia Iranara

Apakah Layanan Kesehatan Indonesia Sudah Memadai?

Eduaksi | 2025-10-13 14:14:44

Kesenjangan layanan kesehatan antara wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia, khususnya daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) masih menjadi perhatian khusus. Masih banyak layanan dan fasilitas kesehatan di daerah 3T belum memadai dari segala aspek. Meskipun Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah digalakkan, tidak semua warga mendapat manfaat yang sama. Sektor kesehatan Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan besar yang menghambat pemerataan layanan kesehatan. Upaya pemerintah mendorong pengabdian di daerah 3T belum sepenuhnya berhasil mengatasi kesenjangan ini.

Kesenjangan layanan kesehatan di Indonesia meliputi 3 aspek utama, yaitu fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan sumber daya masyarakat setempat dengan permasalahan accessibility atau akses, availability atau ketersediaan, dan adequacy atau kecukupan. Ketiga ini menjadi fokus utama yang masih belum terselesaikan meskipun pemerintah sudah berupaya melakukan pemerataan layanan kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia.

Hingga 2025, rasio dokter dan tenaga kesehatan tak sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia. Kini, Indonesia memiliki sekitar 150.000 dokter umum sehingga rasionya 0,47 dokter per 1.000 penduduk, jauh di bawah standar WHO yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk. Selain jumlah dokter yang kurang, pemerataan dokter spesialis juga masih menjadi masalah. Distribusi yang tidak merata memperparah situasi, dengan sebagian besar tenaga medis terkonsentrasi di kota-kota besar. Data menunjukkan bahwa 59% dokter spesialis masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan wilayah luar Jawa mengalami kekurangan signifikan.

Disparitas akses layanan kesehatan di Indonesia juga menjadi masalah yang signifikan. Ketimpangan akses antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta daerah 3T, masih mencolok dan memengaruhi kualitas hidup jutaan penduduk. Keterbatasan akses layanan kesehatan di daerah terpencil adalah cerminan dari tantangan geografis, ekonomi, dan sosial yang kompleks. Ditambah dengan fasilitas kesehatan yang tidak memadai, sehingga tak sedikit warga yang lebih memilih untuk melakukan self-medication atau pengobatan pada penyakit tertentu tanpa adanya konsultasi dari tenaga kesehatan terlebih dahulu.

Kualitas sumber daya masyarakat juga berpengaruh terhadap peningkatan kualitas layanan kesehatan di wilayah setempat. Perilaku masyarakat dalam mencari layanan kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan serta aksesibilitas ke fasilitas dan tenaga kesehatan. Berdasarkan data yang diambil dari Profil Statistik Kesehatan 2023 menunjukkan bahwa persentase masyarakat yang enggan pergi ke tempat layanan kesehatan dengan alasan utama merasa tidak perlu berobat menjadi alasan dengan persentase kedua paling banyak sebesar 34,43%. Hal ini juga masih menjadi tantangan bagi Indonesia.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, harapan hidup di Indonesia telah meningkat menjadi 73,05 tahun, naik dari 70,8 tahun pada 2013. Secara nasional, kualitas kesehatan masyarakat sudah meningkat. Namun, disparitas status kesehatan masih tergolong tinggi. Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab masalah ini, seperti kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang terbatas, kurangnya edukasi terhadap masyarakat, serta alokasi anggaran kesehatan yang belum optimal. Faktor-faktor ini meneybabkan proses pemerataan belum memberikan hasil yang lebih konkret.

Bukan berarti tidak dapat diatasi, beberapa langkah strategis dapat diterapkan untuk mengatasi dan mencegah permasalahan diatas. Pertama, pencegahan melalui edukasi, seperti sosiasliasi gaya hidup sehat yang harus diperluas. Kedua, pembangunan infratsruktur dan pengadaan fasilitas di daerah 3T harus lebih diprioritaskan. Ketiga, pemanfaatan teknologi kesehatan untuk menjangkau daerah terpencil. Terakhir dan paling krusial, kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bekerja sama dalam penanggulangan isu ini.

Selain itu, revolusi sumber daya manusia (SDM) juga menjadi strategi pemerintah. Sejak diluncurkannya Program JKN pada 2014, akses layanan kesehatan telah semakin merata di seluruh penjuru negeri. Pembangunan SDM berkualitas tidak hanya bertumpu pada pendidikan, melainkan juga kesehatan yang baik. Ada enam pilar transformasi kesehatan yang menjadi pondasi penting dalam peningkatan kualitas SDM di Indonesia. Enam pilar ini meliputi transformasi layanan primer, rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan. Pilar ini dirancang untuk memperkuat setiap aspek layanan kesehatan, memperbaiki ketahanan kesehatan nasional, serta menyiapkan sistem kesehatan yang tangguh menghadapi potensi krisis.

Dengan berbagai program yang telah diluncurkan, pemerintah berharap dapat menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Upaya pemerintah tak sekadar untuk pencapaian statistik tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat, mulai dari layanan kesehatan yang lebih mudah diakses hingga penurunan angka stunting harus dapat diwujudkan. Dengan berbagai program strategis dijalankan, harapannya masa depan kesehatan Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menciptakan generasi unggul dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045.

Penulis: Tazkia Aulia Iranata, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image