Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salwa Amalina Meylda

Tarif PBB Naik Drastis, Pemerintah Inginkan Pendapatan secara Instan?

Kebijakan | 2025-10-12 09:37:11

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. PBB-P2 dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang diatur melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) tarif pajak PBB-P2 paling tinggi adalah 0,5% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sedangkan tarif PBB-P2 berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah dibandingkan tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB-P2 ini dapat berbeda disetiap daerahnya, karena ditetapkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda).

Pajak PBB-P2 merupakan salah satu pajak daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian pendapatan daerah. Besarnya dampak yang bervariasi antar daerah, dengan penerimaan pajak daerah yang lebih tinggi maka akan berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kapasitas fiskal daerah yang lebih tinggi.Pajak PBB-P2 juga berfungsi sebagai instrumen penting untuk mendorong perpindahan fiskal dan kesejahteraan sosial di tingkat domestik, sehingga pajak PBB-P2 menjadi salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama lebih dari satu dekade lamanya. Dilaporkan dari pajak.go.id, menurut Undang-Undang sumber keuangan daerah sendiri terbagi menjadi 3 yaitu, PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

Kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau yang lebih sering disingkat menjadi PBB-P2 secara drastis yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini menjadi perbincangan serta menimbulkan pidato di kalangan masyarakat hingga aksi demo yang tidak terhindarkan. Menurut data Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), lebih dari 100 daerah di Indonesia telah mengumumkan kenaikan tarif PBB-P2 untuk tahun 2025. Sekitar 20 daerah mengalami peningkatan melebihi 100%. Salah satu daerah yang menyita perhatian masyarakat adalah Kabupaten Pati di Jawa Tengah yang menaikkan tarif PBB-P2 sebesar 250%. Pemerintah daerah yang dipimpin Bupati Pati Sudewo memutuskan untuk menaikkan tarif PBB-P2 karena sudah 14 tahun tidak digunakan. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 1 Tahun 2024 pada Pasal 7 disebutkan tarif PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100 % dari NJOP, setelah dikurangi NJOP yang tidak dikenakan pajak. Sehingga kebijakan ini dibatalkan setelah menimbulkan kericuhan.

Dilansir dari CNN Indonesia, menurut Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman gelombang kenaikan tarif PBB-P2 disebabkan oleh kebutuhan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tengah merosotnya perekonomian Indonesia, berkurangnya dana bagi hasil sumber daya alam, serta keterlambatan retribusi yang mengakibatkan target pendapatan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sulit terpenuhi. Sehingga pemerintah lebih memilih cara instan yaitu dengan menaikkan tarif pajak PBB-P2.

Kebijakan ini tentu meresahkan masyarakat khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Ketetapan secara sepihak yang hanya melibatkan para pejabat setempat menyebabkan banyak masyarakat tidak setuju serta memprotes kebijakan ini, hal ini disebabkan oleh perekonomian masyarakat yang mengalami penurunan. Penolakan dari masyarakat terhadap naiknya tarif PBB-P2 tentu disebabkan oleh perekonomian Indonesia yang belakangan ini mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025 yakni sebesar 4,87 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2024 yakni 5,11 persen atau bahkan kuartal empat tahun 2024 yakni sebesar 5,02 persen. Tetapi, pada kuartal dua tahun 2025 pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan yaitu sebesar 5,12 persen. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tetap terjaga.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan yang cukup baik, tetapi mengapa pemerintah menaikkan tarif pajak hingga ratusan persen? Selidik punya selidik, dilansir dari www.kppod.com pemerintah akan memangkas dana transfer pusat ke daerah (TKD) tahun anggaran 2026. Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan Rp 650 triliun. Nominal itu turun 24,8 persen dari proyeksi 2025 sebesar Rp 864,1 triliun. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman mengatakan pemangkasan transfer dari pusat akan berdampak pada ketahanan fiskal dan tentunya memberatkan pemerintah daerah sehingga tidak dapat dipungkiri pemerintah daerah akan menaikkan tarif pajak daerah salah satunya adalah pajak PBB-P2 untuk mendapatkan pendapatan secara instan.

Beberapa pemerintah daerah mengambil langkah menaikkan pajak PBB-P2 dengan cara menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan dalih bahwa sejak satu dekade lamanya NJOP tidak pernah naik sehingga perlu adanya kenaikan tarif. Tetapi, pengenaan tarif pajak yang signifikan serta pengubahan NJOP tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu tentu membuat masyarakat terbebani. Seharusnya pemerintah tidak hanya berfokus untuk mendapatkan pendapatan secara instan tetapi juga harus dapat menjaga kepercayaan dan kesejahteraan masyarakat karena, pemda sebagai instrumen pemerintah terdepan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Sebelum menaikkan pajak, pemerintah seharusnya dapat lebih bijaksana dengan didahului oleh kebijakan sektor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat mampu membayar pajak yang dinaikkan. Selain itu, pemerintah juga harus turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan apakah data objek pajak yang dikeluarkan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan serta pemerintah perlu melakukan transparansi terhadap pengelolaan pajak yang diperoleh. Meskipun begitu, jika ekonomi masyarakat telah mengalami peningkatan dan pemerintah daerah ingin menaikkan pajak maka harus melalui musyawarah mufakat dan melibatkan semua pihak serta mendengarkan aspirasi seluruh masyarakat sehingga kebijakan yang diterapkan nantinya didukung oleh masyarakat secara luas serta tidak menimbulkan pro kontra yang dapat memecah persatuan Indonesia.

Referensi:

Adiwilaga Putra, A. M. (2025). Exploring the Impact of Land and Building Tax (PBB) on Original Regional Income (PAD): A Study in Regional Economics and Fiscal Governance. Indonesia Accounting Research Journal, 144-147.

Asmani, J. M. (2025). Analisis Kenaikan Pajak dalam Kerangka Keadilan, Kemaslahatan, dan Fiqih Sosial. SANTRI, 1-7.

Badan Pusat Statistik. (2025, Agustus 5). Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2025 Capai 5,12 persen. Diambil kembali dari BPS: https://www.bps.go.id/id/news/2025/08/05/741/pertumbuhan-ekonomi-triwulan-ii-2025-capai-5-12-persen.html

Fitriya. (2025, Februari 13). Tarif PBB Terbaru dan Cara Menghitung Pajak Bumi Bangunan. Diambil kembali dari klikpajak.id: https://klikpajak.id/blog/cara-menghitung-pajak-bumi-dan-bangunan-perusahaan/

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2025, Agustus 20). Dana Transfer Pusat ke Daerah Dipangkas, Pajak Rakyat Berpotensi Meroket. Diambil kembali dari KPPOD: https://www.kppod.org/berita/view?id=1441

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2025, Agustus 27). Kenaikan PBB-P2 Dinilai Bebani Ekonomi Warga. Diambil kembali dari KPPOD: https://www.kppod.org/berita/view?id=1448

Nadeak, F. F. (2025, Agustus 14). Mengapa Tiba-tiba Banyak Pemda Menaikkan PBB Gila-gilaan seperti Pati? Diambil kembali dari CNN Indonesia : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250814062819-532-1262235/mengapa-tiba-tiba-banyak-pemda-menaikkan-pbb-gila-gilaan-seperti-pati

Saeroji, O. (2025, Agustus 26). Membangun Pengelolaan PBB Pemda Tepercaya. Diambil kembali dari Direktorat Jenderal Pajak: https://www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-pengelolaan-pbb-pemda-tepercaya

Septiani, A. (2025, Mei 7). Ekonomi Indonesia Tak Punya Fondasi Kuat, Mudah Terempas. Diambil kembali dari KBR: https://kbr.id/articles/indeks/ekonomi-indonesia-tak-punya-fondasi-kuat-mudah-terempas

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image