Quarter Crisis Life Mahasiswa: Antara Kebingungan dan Jalan Menuju Pendewasaan
Humaniora | 2025-10-09 18:50:39Mereka bilang, kuliah adalah masa terindah tapi kenyataannya tidak semua mahasiswa merasakan keindahan masa-masa kuliah. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya sering mendengar keluhan dari teman mengenai tujuan hidupnya. Banyak dari mereka yang mempertanyakan tentang hidupnya, apa tujuan hidupnya, merasa terjebak dan stuck, serta kehilangan arah. Inilah yang dinamakan dengan quarter life crisis, dimana seseorang mulai merasa cemas, ragu, gelisah, dan bingung akan tujuan hidupnya. Seseorang yang mengidap quarter life crisis biasanya dalam rentang usia 20-30 tahun. Disinilah seseorang mulai bingung akan arah hidupnya dan tidak semangat menjalani hari-harinya serta kehilangan minat akan hal yang disukai dulunya. Meski beberapa orang menanggap hal ini sebagai masalah sepele, namun faktanya fase ini bisa menjadi momok yang membebani sekaligus mimpi buruk bagi beberapa mahasiswa.
Fenomena ini juga bisa muncul akibat dari tekanan sosial seperti membanding-bandingkan pencapaian sehingga menimbulkan keraguan dan ketakutan pada pengidapnya. Mahasiswa sangat rentan dengan fenomena ini, karena ada di persimpangan antara dunia akademik dan kerja. Tuntutan akademik seperti skripsi, tugas, dan IPK tinggi sudah pasti menghantui mahasiswa dan menjadi faktor munculnya quarter life crisis. Menururt (Romadhoni, 2020) dalam ( (Karina Widia Ratih, 2024) ) Quarter life crisis memiliki dampak signifikan pada generasi saat ini dalam konteks emosional, sosial, dan profesional seperti depresi, kecemasan, termasuk perasaan cemas, terisolasi, dan ketidakpastian akan masa depan. Pada titik ini, mahasiswa sering merasa sendirian menghadapi kegelisahan yang sebenarnya juga dialami oleh banyak orang.
Menurut saya, fase quarter life crisis ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan proses alami menuju pendewasaan. Wajar saja jika banyak dari mahasiswa mengalami fase ini dimana itu adalah tanda alami bahwa diri kita sedang belajar untuk memproses dan tumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Dalam menghadapi quarter crisis life, kita perlu menetapkan tujuan yang realistis, berani mencoba hal baru, serta berani mengambil keputusan dan tidak takut untuk gagal. Jadikanlah kegagalan itu sebagai proses kita untuk berkembang lebih baik. Alih-alih terjebak dalam keadaan cemas, justru kita perlu memandang fase ini sebagai ruang eksperimen untuk mengasah potensi. Fenomena ini juga bisa dijadikan refleksi diri untuk mahasiswa dan belajar menerima bahwa jalan setiap orang itu berbeda. Namun, hal ini tentunya tidak bisa dihadapi sendirian, dukungan dari teman, keluarga dan lingkungan juga sangat dibutuhkan agar seseorang bisa keluar dari fase ini.
Dari sudut pandang lingkungan kampus, mungkin bisa dengan memberikan ruang dialog terbuka atau pendampingan bagi mahasiswa yang sedang dalam fase ini. Program pengembangan diri, pendampingan karier hingga layanan psikologis untuk mahasiswa perlu diperkuat agar tidak ada yang merasa tertinggal. Selain itu, mahasiswa sendiri juga perlu belajar mendefinisikan kesuksesan nya sendiri tanpa harus mengikuti standar orang lain dan mengurangi kebiasaan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Jika diperlukan, bisa dengan menonaktifkan penggunaan media sosial untuk beberapa saat, karena platform ini lah yang kerap membuat kita memiliki rasa tertinggal karena menampilkan pencapaian orang lain. Dengan membatasi perbandingan sosial, kita bisa fokus pada progress diri kita sendiri. Menjaga kesehatan fisik juga tidak boleh diabaikan, pola makan sehat, olahraga, tidur cukup, dan relaksasi adalah kunci menjaga kestabilan emosi.
Pada akhirnya, quarter life crisis akan menjadi proses bagi seseorang untuk tumbuh dan berkembang bukan sebagai keterbelakangan mental, belajarlah untuk menerima diri sendiri apa adanya tanpa harus mengikuti standar orang lain karena manusia diciptakan dengan keunikan masing-masing. Fase ini memang penuh dengan kebingungan, tapi juga menjadi jalan menuju kedewasaan. Sebagai civitas Universitas Airlangga saya percaya bahwa dukungan lingkungan keluarga dan kampus juga berperan besar bagi seseorang untuk keluar dari fase ini. Quarter life crisis bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari segala pintu yang akan terbuka nantinya. Jadi, bagi siapapun yang sedang dalam fase ini, percayalah bahwa semuanya akan berlalu dan belajar untuk mengenal diri sendiri. Quarter crisis life hanyalah badai singkat di masa muda, dan seperti badai lainnya ia akan menyisakan langit yang lebih jernih untuk kita jalani.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
