Gaza Tak Butuh Solusi Dua Negara
Politik | 2025-10-09 12:48:59Selama bertahun-tahun, dunia terus menjual mimpi yang sama “Two State Solution”. Solusi dua negara yang digadang-gadang sebagai jalan damai antara Palestina dan Israel. Tapi, nyatanya, sejak istilah itu muncul hingga hari ini, Gaza justru makin porak-poranda, anak-anak syahid berguguran, dan tanah Palestina terus menyusut dari peta.
Fakta yang Tak Terbantahkan
1. Kondisi Gaza kian memburuk. Serangan Zionis Israel, yang didukung penuh oleh Amerika Serikat, terus menghujani wilayah padat penduduk itu tanpa jeda. Ribuan warga sipil tewas, rumah-rumah hancur, dan rumah sakit pun tak luput dari bom.
2. Tidak ada satu pun negara yang benar-benar berdiri di sisi Gaza. Negara-negara besar memilih posisi aman dengan dalih “perdamaian”, sementara mereka diam atas kezaliman.
3. AS dan sekutunya justru menggunakan isu “Two State Solution” untuk memuluskan pengosongan Gaza dan melemahkan semangat perlawanan rakyat Palestina.
Ilusi Damai yang Menyakitkan
“Solusi dua negara” sejatinya hanyalah bentuk kepalsuan politik global. Ia lahir dari keinginan AS dan Barat untuk menekan rakyat Gaza agar berhenti berjuang dan menerima penjajahan dalam bentuk “negara kecil” yang dikepung.
Mengakui konsep “Two State Solution” sama saja dengan mengakui hasil pencaplokan tanah umat Islam oleh entitas Yahudi. Faktanya, lebih dari 70–80% wilayah Palestina telah dicaplok Israel sejak 1948. Lalu bagaimana mungkin kita menyebut “solusi” atas sebuah kezaliman yang justru dilegalkan?
Ironinya, sebagian pemimpin negeri-negeri Muslim pun ikut menggema menyuarakan solusi dua negara. Padahal sikap itu hanya menjauhkan umat dari misi sejati pembebasan Palestina yaitu membebaskan seluruh tanahnya, bukan membaginya dengan penjajah.
Konstruksi Solusi Syari’ah
Inilah wajah sebenarnya dari politik global hari ini, keadilan diukur dengan kekuatan, bukan kebenaran. Dunia menuntut Palestina tunduk pada meja perundingan, tapi membiarkan Israel melanggar setiap perjanjian dengan tenang.
Padahal, dalam pandangan Islam, persoalan Palestina bukanlah persoalan batas wilayah atau perundingan politik, tapi persoalan penjajahan atas tanah umat Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidaklah satu bagian dari tanah kaum Muslimin dikuasai oleh orang kafir kecuali wajib atas kaum Muslimin untuk membebaskannya." (HR. Ahmad)
Dan Allah ﷻ mengingatkan:
“Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zalim dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.”(QS. An-Nisā’: 75)
Artinya, pembebasan Palestina bukan urusan diplomasi, tapi amanah keimanan. Bukan dengan meja perundingan, tapi dengan kesatuan umat yang menegakkan kembali sistem Islam yang melindungi kehormatan dan darah kaum Muslimin di mana pun mereka berada.
“Two State Solution” hanyalah kompromi yang melupakan fakta bahwa tanah Palestina adalah tanah Islam, bukan tanah tawar-menawar politik.
Kaum Muslim memiliki potensi besar untuk melawan Zionis, baik dari sisi jumlah, sumber daya, maupun iman. Hanya saja, kekuatan itu terpecah-pecah karena tidak adanya satu kepemimpinan yang menyatukan seluruh negeri-negeri Muslim.
Maka, pembebasan Palestina tak akan datang dari meja perundingan, tapi dari tegaknya institusi Khilafah Islamiyah, yang mempersatukan umat di bawah satu komando.
Dialah yang akan menggerakkan pasukan, mengirim bala bantuan, dan menegakkan kehormatan umat.
“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai, di belakangnya kaum Muslim berperang dan dengannya mereka berlindung.”(HR. Muslim)
Wallahu a'lam Bish Shawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
