Syarikat Islam: Jejak Dua Abad Perjuangan, Perpecahan, dan Pengabdian Umat
Politik | 2025-10-01 10:31:46
Sarekat Islam (SI), yang kini lebih dikenal sebagai Syarikat Islam (SI), adalah salah satu pilar sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Berawal dari perkumpulan pedagang batik, SI tumbuh menjadi gerakan massa pertama yang masif, menyuarakan nasionalisme, ekonomi rakyat, dan martabat Islam di bawah penjajahan Belanda.
Dari Sarekat Dagang Islam ke Gerakan Massa Nasional
Didirikan pada tahun 1905 sebagai Sarekat Dagang Islam (SDI) oleh H. Samanhudi di Surakarta, organisasi ini mulanya bertujuan untuk membela kepentingan pedagang pribumi muslim dari persaingan dan dominasi pedagang Tionghoa. Begitu kepemimpinan beralih ke tangan H.O.S. Tjokroaminoto pada tahun 1912 dan namanya berganti menjadi Sarekat Islam, fokusnya meluas. SI tidak lagi sebatas dagang, melainkan menjadi gerakan politik, sosial, dan agama yang bercita-cita untuk memajukan "derajat rakyat" dan memperbaiki citra Islam.
SI dengan cepat menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Dengan basis massa yang meluas hingga ke pedesaan, keanggotaannya sempat mencapai lebih dari dua juta orang pada tahun 1919—angka yang fantastis pada masanya—menjadikannya organisasi pergerakan nasional terbesar. SI memperkenalkan konsep persatuan rakyat, menentang kolonialisme, dan meletakkan dasar bagi kesadaran nasional.
Dualisme yang Menguji: SI Merah vs. SI Putih
Masa keemasan SI tidak luput dari tantangan internal yang monumental: perpecahan atau dualisme ideologis. Pada akhir dekade 1910-an, beberapa tokoh muda SI di Semarang, seperti Semaun dan Alimin, mulai terpengaruh oleh ideologi sosialisme-komunisme yang disebarkan oleh tokoh-tokoh seperti H.J.F.M. Sneevliet.
Perbedaan pandangan ini memuncak dalam dua kutub utama:
- SI Merah (Kiri): Berhaluan komunis-revolusioner, dipimpin oleh Semaun dan kawan-kawan, yang berpusat di Semarang dan kemudian menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka menolak pencampuran agama dengan politik organisasi.
- SI Putih (Kanan): Berhaluan Islam-nasionalis, dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto dan H. Agus Salim, yang berpusat di Yogyakarta. Mereka teguh mempertahankan asas Islam sebagai landasan perjuangan.
Perpecahan ini dilegalkan melalui penerapan Disiplin Organisasi pada tahun 1921, yang secara efektif mengeluarkan anggota berhaluan komunis. Dualisme ini melemahkan kekuatan politik SI sebagai kekuatan tunggal, namun di sisi lain, mengkristalkan identitas Syarikat Islam (kemudian menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia/PSII) sebagai organisasi politik Islam yang berakar kuat.
Mempertahankan "Kampus" dan Komitmen Pendidikan
Pasca-kemerdekaan dan melewati berbagai dinamika politik, perjuangan Syarikat Islam bergeser ke ranah pendidikan dan keumatan. Salah satu aspek penting yang terus dipertahankan adalah pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan tinggi, atau "kampus".
Di antara berbagai ormas Islam lain, Syarikat Islam telah lama berinvestasi dalam pendidikan, berpegang pada trilogi perjuangan yang salah satunya adalah "setinggi-tinggi ilmu". Keputusan untuk mempertahankan dan mengembangkan institusi pendidikan adalah upaya strategis untuk:
- Mencetak kader dan intelektual yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan nasionalisme.
- Menjaga relevansi ideologi organisasi di tengah perubahan zaman.
- Mewujudkan pengabdian nyata di bidang edukasi, sejalan dengan tujuan awal mereka untuk memajukan "pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat."
Institusi pendidikan tinggi yang terafiliasi dengan Syarikat Islam menjadi simbol keberlanjutan warisan intelektual dan komitmennya terhadap pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Transformasi Masa Kini: Dakwah dan Pengelolaan Zakat
Di masa kini, Syarikat Islam Indonesia menunjukkan transformasi peran yang signifikan dengan fokus yang semakin kuat pada isu-isu sosial-ekonomi umat, khususnya diantaranya melalui pengelolaan zakat (termasuk lembaga zakat yang memperhatikan isu Palestina). Aktivitas ini menjadi wujud nyata dari landasan ekonomi kerakyatan dan ajaran Islam yang mengutamakan keadilan sosial.
Organisasi yang terafiliasi dengan SII kini aktif mendirikan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Melalui pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah, Syarikat Islam berperan:
- Memberdayakan ekonomi umat, terutama di kalangan masyarakat kurang mampu.
- Meningkatkan kesejahteraan sosial, misalnya melalui program kesehatan dan pendidikan.
- Menghidupkan kembali roh SDI (Sarekat Dagang Islam) dalam konteks modern, di mana kekuatan ekonomi diwujudkan melalui solidaritas dan distribusi kekayaan berbasis syariat.
Fokus pada zakat ini menegaskan bahwa meskipun Syarikat Islam mungkin tidak lagi memiliki kekuatan politik sebesar di era pergerakan nasional, ia tetap menjadi kekuatan moral dan sosial yang vital. Ia terus berjuang—bukan melawan penjajah, melainkan melawan kemiskinan dan ketimpangan, menggunakan ajaran Islam sebagai kerangka kerja pengabdian.
Secara keseluruhan, perjalanan Syarikat Islam—dari raksasa pergerakan nasional yang terpecah oleh dualisme, hingga penjaga kampus pendidikan, dan kini turut sebagai pengelola zakat—adalah cerminan abadi dari kemampuan sebuah organisasi Islam tertua di Indonesia untuk beradaptasi, berjuang, dan mengabdi kepada umat dan bangsa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
