Gen Z Borong Obat Cacing: Antara Kesadaran Kesehatan, Panik, atau Ekonomi Pasar?
Edukasi | 2025-09-30 22:11:15Kasus meninggalnya seorang balita di Sukabumi akibat infeksi cacing membuka mata publik bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman nyata. Reaksi terbesar muncul dari kalangan Gen Z. Banyak orang yang tadinya menganggap cacingan sebagai hal sepele, mendadak merasa khawatir. Penelitian terbaru di Palangka Raya menemukan bahwa status gizi anak berkaitan dengan transmisi kecacingan, dengan prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides mencapai 71,7% pada siswa SDN 1 Pahandut Seberang.
Melalui media sosial, anak muda ramai membicarakan obat cacing. Video pendek di TikTok berisi pengalaman mengonsumsi obat dan rekomendasi merek tertentu segera viral. Alhasil, apotek-apotek kebanjiran pembeli.
Gen Z berbondong-bondong membeli obat cacing, benarkah ini tanda meningkatnya kesadaran kesehatan, sekadar panic buying, atau justru bagian dari dinamika ekonomi pasar?
Jika dilihat dari sisi positif, tren ini dapat sebagai tanda bahwa meningkatnya kepedulian generasi muda terhadap kesehatan. Kementerian Kesehatan mencatat bahwa angka kejadian infeksi cacing masih tinggi di Indonesia, terutama pada anak-anak yang tinggal di daerah kurangnya edukasi mengenai kesehatan.
Gen Z, yang sehari-harinya dekat dengan gawai dan informasi digital, cukup responsif dalam menanggapi isu ini. Mereka tidak hanya tahu, tetapi juga mengambil tindakan dengan membeli obat cacing. Jika kebiasaan ini dikelola dengan baik, hal ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan kesadaran kesehatan publik secara luas. Artinya, ada potensi positif dari tren ini yakni generasi muda tidak lagi abai, melainkan ingin ikut terlibat dalam pencegahan penyakit.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa pembelian obat ini juga didorong oleh rasa panik. Banyak orang membeli tanpa indikasi medis, hanya karena takut terinfeksi. Dilansir dari Suarasurabaya.net, seorang apoteker di Surabaya mencatat lonjakan penjualan yang tidak biasa.
“Kurang lebih satu minggu ini ada kenaikan dari hari biasanya sampai 50 persen”, kata Ade Yulia apoteker di salah satu apotek Kawasan Tandes, Surabaya, Rabu (27/8/2025).
Kenaikan ini menggambarkan bagaimana kepanikan publik bisa langsung mendorong perilaku konsumtif, tanpa mempertimbangkan apakah konsumsi obat tersebut benar-benar diperlukan atau sesuai aturan medis.
Dikutip dari Radarmojokerto, dokter telah mengingatkan bahwa konsumsi obat cacing tanpa aturan dan berlebihan bisa berbahaya. Efek samping seperti mual, pusing, atau gangguan pencernaan bisa muncul. Akan ada risiko jika penggunaan tidak terkendali yang bisa berubah menjadi masalah baru jika dilakukan tanpa pengetahuan yang cukup.
Dampak lain yang terasa langsung adalah perubahan di pasar obat. Permintaan yang meningkat tajam membuat stok obat cacing menipis di apotek. Sejumlah daerah bahkan melaporkan kesulitan mendapatkan obat ini.
“Jadi dari sananya sudah kosong sehingga beberapa hari ini kami tidak menjual obat cacing lagi. Entah itu tablet ataupun sirup dari merek apapun itu laku semua dan baru ini kami sampai kehabisan stok obat untuk dijual”, ungkap Nawal, salah satu penjual obat, kepada babuncu4news.com (30/8/2025).
Dalam logika pasar, kelangkaan berpotensi memicu kenaikan harga. Kondisi ini bisa merugikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan obat cacing untuk pengobatan rutin, bukan sekadar untuk berjaga jaga.
Gelombang pembelian obat cacing oleh Gen Z memperlihatkan dua sisi. Di satu sisi, ini adalah tanda positif dimana generasi muda mulai peduli pada kesehatan dan pencegahan penyakit. Di sisi lain, ada sisi negatif berupa kepanikan massal dan potensi gangguan pasar obat.
Agar kesadaran ini tidak berubah menjadi masalah, literasi medis tentu harus ditingkatkan. Masyarakat perlu tahu kapan dan bagaimana obat cacing dikonsumsi dengan benar. Pemerintah dan tenaga kesehatan juga harus memastikan edukasi yang jelas, menjaga ketersediaan obat, dan mendorong pencegahan melalui kebiasaan hidup bersih serta sanitasi lingkungan.
Jika hal ini bisa diwujudukan, Gen Z tidak hanya dikenal sebagai generasi yang reaktif terhadap isu kesehatan, tetapi juga sebagai penggerak kesadaran kesehatan masyarakat tanpa menimbulkan gejolak ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Beautynesia. (2025, August 25). Viral di TikTok obat cacing diburu Gen Z usai kasus balita Sukabumi, ini anjuran guru besar farmasi UGM. Beautynesia. https://www.beautynesia.id/wellness/viral-di-tiktok-obat-cacing-diburu-gen-z-usai-kasusbalita-sukabumi-ini-anjuran-guru-besar-farmasi-ugm/b-308600
Universitas Jambi. (n.d.). Bab I [Repository file]. Repository Universitas Jambi. https://repository.unja.ac.id/69679/5/BAB%20I.pdf
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. (n.d.). Program obat cacing massal strategi Kemenkes putus rantai penularan. https://menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/program-obat-cacing-massal-strategikemenkes-putus-rantai-penularan
Suara Surabaya. (2025). Imbas viralnya kasus balita terinfeksi cacing, ada lonjakan permintaan obat cacing di apotek Surabaya. Suara Surabaya. https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2025/imbas-viralnya-kasus-balita-terinfeksi-cacing-ada-lonjakan-permintaan-obat-cacing-di-apotek-surabaya/
Radar Mojokerto. (2025). Viral kasus balita di Sukabumi picu obat cacing mendadak populer di kalangan anak muda. Radar Mojokerto - Jawa Pos. https://radarmojokerto.jawapos.com/berita terbaru/826487871/viral-kasus-balita-di-sukabumi-picu-obat-cacing-mendadak-populer-di-kalangan-anak-muda
Babuncu4News. (2025, August). Permintaan obat cacing melonjak drastis. Babuncu4News. https://www.babuncu4news.com/2025/08/permintaan-obat-cacing-melonjak-drastis.html
CORE. (n.d.). [PDF file on helminthiasis]. CORE. https://core.ac.uk/download/pdf/578586933.pdf
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
