Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Suardi Wekke

Mempertahankan Kesadaran Kebangsaan: Belajar dari Semangat HOS Tjokroaminoto

Politik | 2025-09-30 20:46:42
HOS Tjokroaminoto (Photo Republika)

Haji Oemar Said Tjokroaminoto, yang dijuluki "Raja Jawa Tanpa Mahkota" (De Ongekroonde van Java) oleh Belanda, adalah salah satu tokoh sentral dan "guru bangsa" pada awal pergerakan nasional Indonesia di abad ke-20. Semangatnya yang menyala-nyala dalam memperjuangkan hak-hak pribumi dan mengobarkan kesadaran kebangsaan masih relevan hingga kini sebagai inspirasi untuk mempertahankan identitas dan kedaulatan bangsa.

Tjokroaminoto mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati berakar dari kemurnian tauhid (keimanan), ketinggian ilmu, dan kepintaran siasat—sebuah trilogi yang menjadi pegangan para pemimpin muda saat itu.

Cikal Bakal Sarekat Islam dan Peran Tjokroaminoto

Cikal bakal organisasi yang membesarkan namanya adalah Sarekat Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905 di Surakarta. Awalnya, SDI merupakan perkumpulan pedagang muslim pribumi untuk menghadapi dominasi ekonomi pedagang Tionghoa yang didukung oleh pemerintah kolonial.

Pada tahun 1912, HOS Tjokroaminoto bergabung dan membawa perubahan signifikan. Di bawah kepemimpinannya, SDI bertransformasi menjadi Sarekat Islam (SI). Penghapusan kata "Dagang" bertujuan untuk memperluas cakupan organisasi. Dari sekadar perkumpulan ekonomi, SI berkembang menjadi gerakan politik dan sosial keagamaan massa yang terbuka bagi seluruh rakyat pribumi muslim, tanpa memandang profesi, sehingga menjadikannya organisasi massa pertama di Hindia Belanda dengan jumlah anggota yang sangat besar.

Tujuan utama SI di bawah Tjokroaminoto meluas menjadi:

  1. Memajukan semangat dagang, pendidikan, dan kecerdasan budi pekerti pribumi.
  2. Menolong anggota yang kesusahan.
  3. Mengembangkan kehidupan berdasarkan syariat Islam dan menyebarkan ajaran Islam yang murni.
  4. Menghilangkan pandangan yang merendahkan pribumi dan melawan penindasan kolonial, meskipun pada awalnya dilakukan dengan cara yang tidak melanggar aturan pemerintah kolonial (kooperatif).

Transformasi ini menjadikan SI sebagai motor penggerak kesadaran politik dan nasionalisme.

Tokoh Bangsa Belajar dari Sang Guru

Rumah sederhana HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh, Surabaya, dikenal sebagai "kawah candradimuka" bagi para calon pemimpin bangsa. Di sana, Tjokroaminoto tidak hanya menyewakan kamar kos, tetapi juga aktif menjadi mentor dan guru bagi para pemuda yang kelak menjadi arsitek pergerakan nasional, bahkan dengan ideologi yang berbeda-beda.

Tokoh-tokoh besar yang pernah "mondok" dan menimba ilmu di rumahnya antara lain:

  • Soekarno (Proklamator dan Presiden Pertama RI)
  • Semaun (Tokoh Pendiri Partai Komunis Indonesia/PKI)
  • Musso (Tokoh PKI)
  • Kartosoewirjo (Pendiri Darul Islam/DI)

Pelajaran Utama yang Ditanamkan:

  1. Pentingnya Ilmu dan Siasat: Tjokroaminoto meyakini bahwa perjuangan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan agar bangsa pribumi tidak tertinggal, dikombinasikan dengan siasat politik yang cerdas untuk menghadapi kolonialisme. Pepatahnya yang terkenal adalah: "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat."
  2. Nasionalisme Religius (Sosialisme Islam): Ia menggagas pemikiran Sosialisme Islam, yang menekankan bahwa prinsip-prinsip Islam —seperti keadilan, persaudaraan, dan kepedulian terhadap kaum lemah— adalah landasan untuk membangun masyarakat yang merdeka dan adil, menentang kapitalisme kolonial dan feodalisme.
  3. Budi Pekerti dan Keteladanan: Tjokroaminoto mengajarkan pentingnya pendidikan karakter yang berlandaskan moral dan agama. Ia menolak gaya hidup kebarat-baratan yang dianggapnya merusak moral dan selalu menekankan agar murid-muridnya membela kebenaran (hak) dan berpihak pada rakyat.
  4. Keterbukaan Ideologi: Meskipun seorang muslim taat, ia memberikan ruang diskusi yang luas bagi para muridnya. Hal ini memungkinkan lahirnya berbagai ideologi politik (nasionalis-sekuler, komunis, dan islamis) yang menjadi warna utama pergerakan di masa depan. Tjokroaminoto mengajarkan bagaimana perbedaan ideologi dapat tumbuh dari satu rumah yang sama, menunjukkan pentingnya persatuan dalam keberagaman.

Semangat perjuangan HOS Tjokroaminoto mengingatkan kita bahwa mempertahankan kesadaran kebangsaan memerlukan fondasi ilmu untuk kemajuan, iman (tauhid) untuk moralitas, dan strategi (siasat) untuk kedaulatan. Perannya sebagai guru yang mencetak beragam pemimpin menunjukkan bahwa persatuan dan kemajuan bangsa tidak harus mematikan perbedaan, melainkan merangkulnya untuk mencapai cita-cita bersama: Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image