Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bintang Putra Pamungkas

Dokter Vs Al: Masa Depan Layanan Kesehatan di Indonesia

Iptek | 2025-09-29 22:07:31

Pertanyaannya: apakah Al akan menggantikan dokter - atau justru menjadi alat yang memperkuat praktik kedokteran? Di Indonesia, di mana akses layanan kesehatan belum merata, jawaban terhadap pertanyaan ini menentukan bagaimana kita merancang sistem kesehatan yang adil dan aman. (1)

Apa yang dimaksud "Al dalam kesehatan"?

Al untuk kesehatan mencakup berbagai teknologi: algoritme pembelajaran mesin (machine learning), jaringan saraf dalam (deep learning), dan model bahasa besar (large language models/LMM). Aplikasi klinisnya meliputi deteksi penyakit dari citra medis (CT, X-ray, digital pathology), penapisan risiko melalui data rekam medis elektronik, serta asisten dokumentasi dan triase. Al bekerja dengan mengekstrak pola dari data besar-sesuatu yang manusia sulit lakukan pada skala sama-tapi performanya bergantung pada kualitas data dan konteks klinis. (1,9)

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.alomedika.com%2Fperan-artificial-intelligence-dalam-diagnosis-dan-tatalaksana-kanker&psig=AOvVaw1EX-TGc80HzT6CJtRNmLlZ&ust=1759244770784000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=0CBUQjRxqFwoTCND3jtGf_o8DFQAAAAAdAAAAABAE

Bukti: seberapa baik Al dalam diagnosis?

Kajian sistematis dan uji klinis acap menunjukkan Al mampu mencapai akurasi diagnostik yang sebanding, atau pada beberapa tugas lebih tinggi, dibanding tenaga manusia. Misalnya, meta-analisis dan studi terkini menemukan peningkatan efisiensi dan dalam beberapa kasus sensitivitas deteksi oleh Al pada citra radiologi dan digital pathology. Namun, hasil tersebut heterogen - tergantung jenis penyakit, dataset latih, dan pengaturan klinisnya. Selain itu, uji lapangan (trial randomised dan studi kohort dalam praktik klinis) memberi sinyal bahwa Al paling efektif ketika bekerja bersama tenaga kesehatan, meningkatkan deteksi atau menggantikan keputusan klinis manusia sepenuhnya. (2,4,9)

Contoh praktik nyata: pada interpretasi radiograf dada, penggunaan model asistif menunjukkan perbaikan efisiensi dokumentasi tanpa mengorbankan akurasi klinis, serta deteksi pneumothorax dengan tingkat cepat dan presisi tinggi pada kasus-kasus yang krusial. (3)

Al sebagai bantuan bukan pengganti

Banyak studi menunjukkan skenario paling realistis: "dokter + Al" lebih kuat daripada keduanya sendiri. Al unggul dalam tugas berulang dan kuantitatif (mis. screening massa gambar), mempercepat alur kerja, mengurangi kelelahan administratif, dan membantu dalam triase kasus kritis. Dengan dukungan Al, radiolog/klinik dapat fokus pada interpretasi kompleks, komunikasi pasien, dan pengambilan keputusan multisektoral yang membutuhkan konteks klinis manusia. (3,5)

Untuk konteks Indonesia, potensi manfaatnya besar: memperluas akses diagnostik di daerah terpencil yang kekurangan spesialis, mempercepat proses rujukan, dan menurunkan beban administratif di fasilitas rujukan perkotaan.

Risiko dan kekhawatiran nyata

Namun, adopsi cepat tanpa tata kelola mengundang risiko:

a. Bias dan kesalahan pada data: Model yang dilatih pada populasi berbeda dapat performa buruk pada populasi Indonesia jika data lokal tidak representatif. Ini berisiko menghasilkan false negatives/positives. (6,13)

b. Kesalahan konteks (hallucination) oleh LLM: Model bahasa besar dapat mengeluarkan jawaban yang meyakinkan namun keliru-berbahaya bila digunakan langsung untuk keputusan klinis. (1)

c. Tanggung jawab hukum dan etika: Siapa bertanggung jawab jika Al menghasilkan diagnosis keliru - pengembang, rumah sakit, atau dokter yang menggunakan? Kerangka regulasi yang jelas sangat dibutuhkan. (6,14)

d. Ancaman terhadap pekerjaan administratif, bukan peran klinis inti: Al mungkin mengubah peran-menghilangkan sebagian tugas administratif namun memunculkan kebutuhan kemampuan baru (Al literacy) bagi tenaga kesehatan. (14)

Regulasi dan panduan global pelajaran untuk Indonesia

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengeluarkan pedoman etika dan tata

kelola Al di bidang kesehatan yang menekankan prinsip "keamanan, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan" serta perlunya bukti klinis sebelum deployment skala luas.

Pedoman terbaru juga menyorot risiko model multimodal besar dan mendorong evaluasi independen di konteks lokal sebelum pemakaian klinis. (1,7)

Analisis kerangka regulasi global merekomendasikan pengembangan standar

validasi, label kinerja, dan mekanisme pelaporan insiden Al - langkah yang relevan untuk pembuat kebijakan di Indonesia. (6,14)

Situasi di Indonesia: peluang dan pekerjaan rumah

Indonesia telah mulai mengkaji kesiapan Al dan regulasi terkait serta ada inisiatif-inisiatif kolaboratif (akademi, pemerintah, swasta) untuk mendorong inovasi. Namun infrastruktur data nasional, interoperabilitas rekam medis, dan keberagaman dataset masih menjadi tantangan utama agar Al dapat bekerja adil dan aman di seluruh nusantara. (8,18)

Rekomendasi praktis untuk pembuat kebijakan dan rumah sakit di Indonesia:

1. Validasi lokal: Setiap alat Al yang akan dipakai klinis harus divalidasi pada dataset lokal dan diuji dalam studi lapangan sebelum deployment. (4,5)

2. Penguatan regulasi & akreditasi: Buat standar nasional untuk evaluasi Al klinis, registrasi alat, dan pelaporan kejadian keselamatan pasien terkait Al. (6,14)

3. Pendidikan tenaga kesehatan: Masukkan literasi Al ke kurikulum kedokteran dan pendidikan berkelanjutan agar dokter bisa menggunakan dan

mengaudit sistem Al. (14)

4. Proteksi data & privasi: Perbaiki tata kelola data kesehatan agar data yang digunakan untuk melatih model aman dan representatif. (8)

5. Pendekatan hibrit: Mendorong penerapan Al sebagai alat bantu (decision support), bukan pengambil keputusan mandiri, setidaknya sampai bukti luas dan regulasi matang tersedia. (2,3)

Kesimpulan

Al tidak harus dilihat sebagai ancaman eksistensial terhadap profesi dokter. Bukti saat ini konsisten: Al berpotensi meningkatkan akurasi, efisiensi, dan akses layanan bila diintegrasikan secara hati-hati, transparan, dan didukung regulasi yang kuat.

Tantangan utama di Indonesia adalah memastikan Al dilatih dan divalidasi untuk populasi lokal, melindungi privasi, menyiapkan tenaga kesehatan, dan membangun kerangka akuntabilitas. Dengan pendekatan yang tepat, masa depan layanan kesehatan bukanlah "dokter vs Al", melainkan dokter yang diperkuat Al — lebih cepat, lebih tepat sasaran, dan lebih merata. (1,6,14)

Referensi (gaya Vancouver)

1. World Health Organization. Ethics and governance of artificial intelligence for health: WHO guidance. Geneva: WHO; 2025 Mar 25. Available from: https://www.who.int/publications/i/item/9789240084759. Organisasi Kesehatan Dunia

2. Huang J, et al. Efficiency and Quality of Generative Al-Assisted Radiograph Interpretation. JAMA Network Open. 2025. JAMA Network

3. McGenity C, et al. A systematic review and meta-analysis of diagnostic test ... Nature Digital Medicine. 2024. Nature

4. Tong WJ, et al. Artificial intelligence decision aids in thyroid nodule management. JAMA Network Open. 2023. JAMA Network

5. Palaniappan K, et al. Global Regulatory Frameworks for the Use of Artificial Intelligence in Medicine. Frontiers/PMC. 2024. PMC

6. World Health Organization. Harnessing artificial intelligence for health (background and earlier guidance). WHO; 2021. Available from: https://www.who.int/teams/digital-health-and-innovation/harnessing- artificial-intelligence-for-health. Organisasi Kesehatan Dunia+1

7. UNESCO. Indonesia: artificial intelligence readiness assessment report (Peraturan Kominfo etc.). 2021. UNESCO DOCS

8. Mello-Thoms C, et al. Clinical applications of artificial intelligence in radiology. BMC/PMC. 2023. PMC

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image