Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadhifa Zahroh

Program Makan Bergizi Gratis dan Ancaman Keracunan: Menyelamatkan Niat Baik dari Malapetaka

Info Terkini | 2025-09-24 07:48:47

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) digagas pemerintah dengan niat mulia untuk menekan angka stunting, memperbaiki kualitas gizi anak-anak, dan memberi jaminan bahwa generasi penerus tumbuh sehat. Namun, niat baik ini justru tercoreng oleh rentetan kasus keracunan massal yang menghantui berbagai daerah. Alih-alih melahirkan kepercayaan, program ini kini diragukan manfaatnya.

Di Cianjur, sejumlah siswa jatuh sakit setelah menyantap MBG. Hasil pemeriksaan laboratorium menemukan kontaminasi bakteri E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus. “Kalau makanannya tidak aman, maka tidak boleh disajikan,” tegas Prof. Sri Raharjo, pakar keamanan pangan Universitas Gadjah Mada.

Kasus lain tak kalah memprihatinkan. Laporan Bontang Post menyebut korban keracunan menembus 5.000 orang. Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional mengakui sudah ada 45 kasus keracunan sejak program ini berjalan. Angka tersebut jelas bukan insiden sepele. Ia mencerminkan kelemahan sistemik dalam pengawasan dan pelaksanaan.

A. Hak Anak yang Terlanggar

Keracunan massal dalam MBG bukan sekadar problem teknis, tetapi pelanggaran hak. Penelitian Penegakan Hak Anak atas Makanan Aman dan Sehat (ResearchGate, 2024) menegaskan, negara memiliki kewajiban penuh menyediakan pangan yang layak. Jika lalai, pemerintah bisa dimintai pertanggungjawaban, baik administratif, perdata, maupun pidana.

Dengan demikian, kasus keracunan tidak bisa dipandang sebagai “kelalaian biasa”. Ia adalah bukti bahwa negara gagal menunaikan tugas untuk melindungi anak-anak dari ancaman kesehatan.

B. Akar Masalah

Ada dua kelemahan utama dalam pelaksanaan program MBG. Pertama, pengawasan yang lemah. Standar keamanan pangan memang ada, tetapi pelaksanaannya longgar. Dapur umum dengan fasilitas minim, distribusi makanan tanpa kontrol suhu, hingga sanitasi yang buruk menjadi pintu masuk kontaminasi bakteri.

Kedua, skala program yang tidak sebanding dengan kapasitas. MBG ditargetkan menjangkau jutaan penerima manfaat. Namun, infrastruktur, pasokan, dan sumber daya manusia tidak siap. Produksi makanan dalam jumlah besar menuntut rantai pasok rapi, yang dalam kenyataannya masih jauh dari ideal.

C. Dampak Sosial

Keracunan massal bukan hanya soal sakit perut dan mual. Ia menimbulkan trauma psikologis pada anak-anak, kecemasan bagi orang tua, dan stigma negatif terhadap program. Beberapa sekolah bahkan menunda distribusi MBG karena khawatir kejadian terulang.

Lebih dari itu, program yang seharusnya menjadi solusi justru menambah beban ekonomi keluarga. Banyak orang tua harus menanggung biaya pengobatan sebelum bantuan resmi tiba. Padahal tujuan MBG adalah meringankan, bukan menambah penderitaan.

D. Yang Harus Dilakukan

Jika pemerintah ingin menyelamatkan MBG, langkah-langkah yang harus segera dilakukan yaitu:

1. Peninjauan. Pemeriksaan mutu pangan tidak boleh hanya dilakukan instansi pemerintah. Lembaga independen perlu dilibatkan, dengan hasil tinjauan dipublikasikan.

2. Standarisasi ketat. Prosedur higienitas, penyimpanan, hingga distribusi harus seragam dan wajib ditaati semua penyedia. Pelatihan petugas harus menjadi syarat utama.

3. Peningkatan fasilitas. Dapur umum, gudang, dan transportasi makanan perlu memenuhi standar keamanan pangan. Kendaraan distribusi harus dilengkapi fasilitas pendingin.

4. Respons cepat dan kompensasi. Korban keracunan wajib ditangani segera, tanpa birokrasi berbelit. Kompensasi kepada keluarga juga harus jelas.

5. Pelibatan masyarakat. Orang tua, guru, dan organisasi sipil harus diberi ruang dalam pengawasan. Program publik hanya bisa sehat jika diawasi publik.

Program Makan Bergizi Gratis adalah kebijakan masa depan yang tidak boleh gagal. Namun, tanpa perbaikan serius, ia berisiko berubah dari solusi menjadi bumerang. Keracunan massal adalah alarm keras jika ada celah besar dalam sistem yang harus ditutup segera.

Keberhasilan MBG bukan hanya soal banyaknya anak yang menerima makanan, tetapi juga kepastian bahwa makanan itu aman. Setiap kasus keracunan adalah bukti pengkhianatan terhadap hak anak dan kegagalan negara. Harapan masih ada, asalkan pemerintah berani berbenah karena bagi anak-anak Indonesia, makanan bergizi bukan sekadar program melainkan hak yang harus dijamin sepenuhnya dan negara tidak boleh abai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image