Hati yang Terkunci
Agama | 2025-09-22 16:28:40Oleh Muliadi Saleh
Langit senantiasa bersaksi atas perjalanan manusia. Ada hati yang lembut seperti tanah basah yang siap menumbuhkan benih iman, namun ada pula hati yang mengeras seperti batu, menolak setiap tetes cahaya. Allah berfirman dalam Al-Baqarah ayat 7:
"Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat."
Ayat ini turun bagaikan cermin yang menggetarkan jiwa. Ia tidak hanya berbicara tentang kaum yang menolak kebenaran di masa Nabi, tetapi juga tentang siapa saja yang membiarkan hatinya membatu, menutup diri dari suara kebenaran yang berdesir halus di relung nurani.
Hati yang terkunci bukanlah sekadar organ yang beku. Ia adalah taman yang kehilangan mata air, tanah yang tidak lagi subur. Pendengaran yang tertutup bukanlah telinga yang tuli, melainkan jiwa yang enggan mendengar bisikan kebenaran. Penglihatan yang tertutup bukanlah mata yang buta, melainkan nur yang tertolak dari cahaya petunjuk.
Syaikh Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Orang yang hatinya tertutup ibarat lilin yang diletakkan dalam kotak besi; cahaya ada di dalamnya, tetapi tak pernah bisa menerangi dunia luar.” Betapa pilu, cahaya yang seharusnya menghangatkan hidup justru terperangkap oleh dinding kesombongan dan hawa nafsu.
Al-Hallaj, sang sufi yang penuh kerinduan, menambahkan, “Tirai hati yang tertutup adalah cinta dunia. Ketika hijab ini semakin tebal, maka suara kebenaran terdengar asing, dan mata ruhani pun menjadi gelap.” Maka kunci hati sejatinya bukanlah paku besi, melainkan nafsu yang dipelihara, kesombongan yang ditinggikan, dan kebencian yang dirawat.
Namun, di balik ancaman ayat ini tersimpan isyarat kasih. Ia menjadi peringatan agar manusia menjaga hati, membuka telinga bagi seruan kebenaran, dan menyucikan pandangan dari tirai yang menghalangi cahaya. Sebab selama hati masih bisa digetarkan oleh ayat-Nya, selama mata masih bisa basah oleh air mata taubat, pintu rahmat selalu terbuka.
Ayat ini mengajarkan, bahwa sesungguhnya azab terbesar bukanlah api yang membakar jasad, melainkan hati yang mati sebelum tubuh terkubur. Sebab hati yang mati adalah hati yang tak lagi merasakan Allah.
Dan sungguh, siapa pun yang menjaga kelembutan hatinya, akan mendapati kunci yang menutupnya perlahan terbuka oleh cahaya kasih sayang Ilahi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
