Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Kasus Ibu Bunuh Anak, Cermin Retaknya Peradaban

Agama | 2025-09-21 21:56:58

Sebuah kasus yang mengiris hati telah terjadi di Banjaran Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu mengakhiri hidupnya setelah diduga meracuni dua buah hatinya. Tindakan ini di luar nalar manusia sehat. Jika tidak dalam tekanan yang luarbiasa tidak mungkin seorang ibu tega menghabisi anaknya. Ketika olah TKP, polisi menemukan sebuah surat wasiat yang mengungkapkan penderitaan dan kekesalan korban terhadap suaminya terkait tekanan ekonomi dan beban utang yang tak kunjung habis. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengategorikan insiden ini sebagai kasus filisida maternal (Antara, 8/09/2025)

Kasus serupa juga terjadi pada Agustus 2025 di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Dua anak perempuan kakak beradik berusia 6 dan 3 tahun ditemukan tewas di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Kejadian tragis ini berawal ketika si ibu yang berinisial VM (31) membawa kedua anaknya ke laut hingga keduanya tenggelam, sedangkan si ibu terseret ombak ke pantai. Sore hari, si ibu ditemukan bersembunyi di dalam toilet portabel di sekitar lokasi kejadian dalam kondisi linglung (Antara, 8/09/2025)

Fitrah seorang ibu

Seorang ibu semestinya menjadi sosok yang paling besar kasih sayangnya terhadap anak. Sejak dalam kandungan hingga anak tumbuh besar, ibu adalah tempat pertama seorang anak merasakan cinta dan perhatian. Karena itu, ketika terdengar ada seorang ibu yang justru membunuh anaknya, hal itu tentu sangat bertentangan dengan fitrah seorang ibu. Perilaku demikian biasanya tidak muncul begitu saja, melainkan ada faktor yang membuat kejiwaannya terganggu. Bisa berupa tekanan berat akibat persoalan ekonomi keluarga, konflik rumah tangga yang tak kunjung selesai, atau beban psikologis lainnya yang tidak mampu ia tanggung sendirian.

Kasus filisida maternal, atau seorang ibu yang tega menghabisi nyawa anaknya, sebenarnya tidak bisa sekadar dipandang sebagai persoalan pribadi seorang ibu yang dianggap kehilangan naluri keibuannya. Masalah ini juga tidak cukup hanya dilihat sebagai persoalan internal keluarga. Ada banyak faktor yang saling terkait, mulai dari tekanan ekonomi, beban psikologis, hingga lemahnya dukungan sosial. Semua itu berjalin begitu rumit, membentuk problematika yang sifatnya sistemis.

Kalau sistem yang menaungi kehidupan masyarakat sedang sakit, baik itu dari sisi ekonomi, sosial, atau hukum maka jangan heran kalau orang-orang yang hidup di dalamnya ikut merasakan sakitnya. Termasuk para ibu, yang sebenarnya punya naluri kasih sayang luar biasa besar, bisa terdorong melakukan hal-hal yang tak masuk akal karena himpitan keadaan.


Islam Satu-satunya Solusi Tuntas

Islam memiliki cara yang sangat indah dalam menjaga dan membahagiakan seorang ibu ketika menjalankan perannya. Seorang ibu tidak dipaksa untuk menanggung beban mencari nafkah, karena kebutuhan hidupnya sudah dijamin melalui suami dan para wali. Dengan begitu, ia bisa lebih fokus menjalankan peran utamanya, yaitu merawat dan mendidik anak dengan penuh cinta.

Bahkan ketika sedang hamil atau menyusui, Islam memberikan keringanan. Seorang ibu diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika khawatir pada kesehatannya atau kesehatan sang bayi. Ini menunjukkan betapa Islam sangat peduli pada keselamatan ibu sekaligus generasi yang sedang ia kandung atau susui.

Lebih dari itu, perempuan dimuliakan dalam kapasitasnya sebagai seorang ibu. Kehadiran ibu dalam Islam ditempatkan pada posisi yang begitu tinggi, hingga ridha Allah pun dikaitkan dengan ridha seorang ibu. Artinya, peran keibuan bukan sekadar urusan domestik, melainkan bagian dari kemuliaan yang diangkat oleh Islam.

Penguasa dalam Islam punya kewajiban besar, salah satunya memastikan para ayah dan suami bisa bekerja dengan layak untuk mencari nafkah. Artinya, seorang laki-laki tidak dibiarkan berjuang sendiri di tengah kerasnya kehidupan, tapi ada jaminan dari negara agar mereka bisa menunaikan peran sebagai penopang keluarga. Tidak hanya itu, pendidikan dan kesehatan pun disediakan secara gratis. Dengan begitu, beban hidup seorang ibu akan jauh lebih ringan. Ia tidak perlu pusing memikirkan biaya sekolah anak atau ongkos berobat ketika sakit.

Dalam kondisi seperti ini, naluri keibuan yang sudah Allah anugerahkan kepadanya bisa berkembang dengan sempurna. Ia bisa fokus mendampingi anak-anaknya tumbuh, memberikan kasih sayang terbaik, dan menunaikan fungsi keibuannya tanpa tertekan oleh urusan ekonomi. Menjadi ibu pun terasa lebih utuh, lebih bahagia, dan lebih bermakna.

Karena itulah, untuk melahirkan sosok ibu yang benar-benar bisa menjalankan perannya dengan paripurna, dibutuhkan sistem kehidupan yang mendukungnya. Sistem yang tidak membiarkan seorang ibu berjuang sendirian, tapi hadir sebagai perisai dan penopang. Dan sistem yang betul-betul memperhatikan peran ibu, hanya ada dalam Islam

credit image : freepik

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image