Guru, Apakah Mereka Beban Negara atau Investasi Masa Depan
Pendidikan dan Literasi | 2025-09-20 21:53:26
Jumlah guru di Indonesia dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK mencapai sekitar 3,38 juta orang, dengan peserta didik sekitar 53,2 juta siswa. Rasio rata-rata murid per guru cukup beragam: PAUD 1:14, SD 1:16, SMP 1:15, SMA 1:16, SMK 1:16, sementara di pendidikan nonformal PKBM/SKB bisa mencapai 1:39, dan di SLB hanya sekitar 1:6. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar jenjang formal relatif sudah sesuai bahkan lebih rendah dari standar ideal (1:20), kecuali pendidikan non-formal yang masih tinggi beban gurunya (Anisah, 2024).
Pemerintah mengalokasikan anggaran Pendidikan pada tahun 2026 sebesar 757,8 triliun angka ini naik kisaran 9,8 persen dibandingkan anggaran tahun 2025 yang tercatat Rp.690 triliun (Idris, 2025). Peningkatan tersebut bukanlah jumlah yang kecil dan dapat dianggap sebagai investasi panjang untuk membantu generasi muda. Di sisi lain, kenaikan angka ini tidak otomatis menjawab guru klasik di lapangan, seperti gaji guru honorer yang sebagian besar berada di bawah UMR, ketimpangan fasilitas antar daerah, atau pelatihan yang kurang efektif. Jadi, anggaran besar seperti ini harus dipertimbangkan secara matang sebelum digunakan agar tepat sasaran. Aset berharga untuk masa depan bangsa, namun jika dilakukan dengan benar, guru menjelaskan bahwa itu bukan beban bangsa. Ujung-ujungnya hanya jadi angka besar di APBN tanpa dampak nyata kalau anggarannya tidak transparan dan pemanfaatannya tidak maksimal.
Dalam sebuah wawancara dengan Kepala Sekolah Menengah Ke Atas di Pamekasan, beliau menyampaikan samar-samar terkait isu guru sebagai beban atau investasi negara. Beliau menegaskan bahwa anggapan guru sebagai beban negara hanyalah cara pandang yang sempit “gaji kami mungkin dari negara, tapi yang kami hasilkan adalah generasi masa depan. Itu bukan beban, melainkan investasi jangka panjang,” ujarnya. Ia berharap negara semakin serius memperhatikan kesejahteraan dan kualitas guru agar peran mereka sebagai pilar pendidikan bisa lebih optimal.
Guru merupakan pilar utama dalam membangun kualitas sumber daya manusia. Peningkatan anggaran Pendidikan, terutama dengan kesejahteraan dan pelatihan guru, sejalan dengan target Indonesia mencetak generasi emas 2045. Menurut kemenkeu (2024), dari total anggaran pendidikan Rp. 757,8 triliun, sekitar 274,7 triliun di alokasikan untuk gaji, tunjangan dan penguatan kompetensi guru serta dosen.(Kemenkeu.go.id, 2025) alokasi ini menunjukkan komitemen pemerintah bahwa guru adalah investasi jangka panjang, bukan sekedar biaya operasional.
Negara-negara maju seperti Firlandia dan Singapure membuktikan bahwa fokus pada peningkatan kualitas guru berdampak besar pada kemajuan bangsa. di Finlandia, guru mendapat pelatihan berkelanjutan dan gaji kompetitif, menghasilkan sistem pendidikan yang konsistensi masuk peringkat teratas pisa (Cahyani, 2023). Singapura pun mengalokasikan anggaran yang besar untuk pelatihan guru berbasis teknologi sehingga adaptif menghadapi perkembangan zaman.
Dari hasil wawancara dengan Ibu Salafiyah, guru sosiologi di SMA Ma'arif 1 Pamekasan mengatakan bahwa guru bukan hanya mengajar. Namun, juga membimbing anak-anak untuk memiliki karakter dan keterampilan hidup. Anggaran yang besar itu merupakan harapan pendidik agar bisa sampai ke semua guru, bukan hanya PNS. Agar hal tersebut dapat membuat semua guru terutama guru biasa bisa fokus mengajar tanpa harus memikirkan kebutuhan ekonomi harian.
Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun dalam praktiknya, profesi guru sering dipandang dari dua sudut yang sangat berbeda: di satu sisi dianggap sebagai beban anggaran negara, sementara di sisi lain diyakini sebagai investasi jangka panjang yang menentukan masa depan bangsa. Pertanyaan ini penting untuk dijawab, mengingat peran guru yang begitu sentral dalam mencetak generasi penerus.
Supaya guru benar-benar bisa menjadi investasi negara, ada beberapa tantangan yang perlu dijawab, yaitu diperlukan pelatihan agar guru mampu mengikuti perkembangan zaman terutama di era digital. Berikan kesejahteraan dan penghargaan terhadap guru, karena guru yang sejahtera lebih fokus dalam mengajar dan berinovasi. Pemerataan guru di seluruh daerah terutama daerah 3T menjadi prioritas.
Setiap tahun, sektor pendidikan menyerap anggaran yang sangat besar. Di Indonesia misalnya, konstitusi mengamanatkan 20% APBN dikhususkan untuk pendidikan. Sebagian besar dari anggaran tersebut digunakan untuk gaji, tunjangan, serta berbagai program kesejahteraan guru (Muttaqin, 2022). Hal inilah yang memunculkan pandangan bahwa keberadaan guru merupakan “beban” bagi negara, terutama ketika kualitas pendidikan masih belum sebanding dengan besar dana yang dikeluarkan. Masalah mengenai distribusi guru yang tidak merata, rendahnya kualitas di beberapa daerah, hingga masalah sertifikasi dan kesejahteraan seringkali menimbulkan hal tersebut. Jika dilihat semata-mata dari sisi pengeluaran, wajar jika ada yang menilai guru sebagai beban negara.
Namun, sudut pandang yang lebih luas justru menempatkan guru sebagai sumber investasi daya manusia (SDM). Pendidikan berkualitas tidak bisa dilepaskan dari peran guru yang kompeten, konservasi, dan memiliki keterampilan pedagogis yang mumpuni. Negara-negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan membuktikan bahwa menempatkan guru sebagai prioritas pembangunan berimbas langsung pada kemajuan ekonomi dan sosial (Leonard, 2016). Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, menanamkan nilai, dan mempersiapkan generasi untuk menghadapi tantangan global.
Guru bukanlah beban negara, melainkan investasi jangka panjang yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan masa depan bangsa. Data menunjukkan bahwa jumlah guru dan peserta didik di Indonesia relatif seimbang dengan rasio yang sesuai standar, meskipun tantangan masih ada terutama pada pendidikan non-formal. Pemerintah pun telah meningkatkan anggaran pendidikan hingga ratusan triliun rupiah, sebagian besar dialokasikan untuk kesejahteraan dan pengembangan kompetensi guru.
Namun, besarnya anggaran tidak secara otomatis menyelesaikan masalah klasik di lapangan, seperti rendahnya gaji guru honorer, ketimpangan fasilitas, dan kurangnya pelatihan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengelolaan dana harus transparan, tepat sasaran, serta diiringi pemerataan guru di seluruh daerah.
Pengalaman negara-negara maju seperti Finlandia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan membuktikan bahwa investasi pada kualitas guru berdampak langsung pada kemajuan pendidikan dan ekonomi. Dengan perhatian serius pada kesejahteraan, kompetensi, dan distribusi guru, Indonesia dapat menjadikan guru sebagai pilar utama menuju Generasi Emas 2045.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
