Sumber-sumber Penafsiran al-Qur'an yang tidak Orisinil
Khazanah | 2025-09-20 15:39:39
Oleh: Omair
Sabtu, 20/09/2025
Kamu sadar gak sih? Kebutuhan kita terhadap air bersih setiap hari itu sangat besar. Sayangnya ketersediaan air bersih makin menipis tersebab sumber air yang tercemar.
Dalam kehidupan beragama, sebagai umat muslim. Kita pasti ingin bisa memahami isi al-Qur'an melalui penafsiran al-Qur'an yang orisinil. Tidak tercemar.
Untuk mendapatkan penafsiran al-Qur'an yang orisinil. Kita perlu tahu juga, sumber-sumber penafsiran apa saja, yang perlu dijauhi agar terhindar dari penafsiran yang cacat.
Menurut kitab ad-Dakhîl fi at-Tafsîr karya Prof. Dr. Ibrahim Khalifah yang saya baca. Ia meyebutkan 9 sumber penafsiran yang cacat, ditinjau dari sumber teksnya.
(1) Penafsiran al-Qur'an dengan segala sesuatu yang disandarkan ke Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau, yang informasinya tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Contohnya: penafsiran al-Qur'an dengan hadis palsu; penafsiran al-Qur'an dengan hadis lemah yang derajatnya tidak bisa ditinggikan lagi tersebab si perawi cacat integritas.
(2) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi dari sahabat yang terindikasi informasinya palsu, atau status orang yang membawa informasi itu lemah.
(3) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi dari sahabat, yang di situ tidak ada ruang untuk akal. Akan tetapi, sahabat itu suka mengambil informasi dari isrâiliyyât, yang ada hubungannya dengan ahli kitab.
Dengan catatan bahwa informasi yang dibawa sahabat itu belum bisa diketahui secara pasti, apakah sesuai dengan al-Qur'an dan sunnah baik secara tekstual maupun secara makna.
Namun, jika diketahui informasi itu sesuai dengan al-Qur'an dan sunnah maka ia termasuk penafsiran al-Qur'an yang orisinil.
(4) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi yang dibawa oleh sahabat. Sayangnya informasi itu diperselisihkan, dan tidak memberikan manfaat apapun.
(5) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi yang dibawa oleh tabi'in yang masih butuh diteliti lagi, apakah informasi itu palsu. Atau informasi itu dibawa oleh orang yang lemah.
(6) Penafsiran al-Qur'an dengan isrâiliyyât yang dibawa oleh tabi'in yang statusnya mursal. Jika informasi itu sesuai dengan al-Qur'an atau sunnah, maka derajatnya bisa naik menjadi hasan li ghoirihi.
(7) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi yang bertentangan dengan al-Qur'an; sunnah; perkataan sahabat yang disandarkan ke Nabi; dan ijma' dari sahabat atau tabi'in.
Seandainya tidak ada pertentangan yang jelas antara informasi yang dibawa dengan 4 sumber penafsiran yang orisinil, maka, kita bisa katakan: zhahirnya itu terkesan cacat (dakhîl) dan takwilnya itu yang orisinil (asîl).
(8) Penafsiran al-Qur'an dengan informasi yang bertentangan dengan perkataan sahabat yang masih diperselisihkan; bertentangan dengan perkataan sahabat yang tidak jelas statusnya.
Berikutnya, bertentangan dengan informasi dari kalangan tabi'in yang disandarkan ke Nabi, dan dikuatkan dengan riwayat lain. Atau tabi'in yang meriwayatkannya adalah seorang tabi'in yang dikenal belajar tafsir dari sahabat Nabi.
Terakhir, (9) penafsiran al-Qur'an dengan informasi yang bertentangan dengan pendapat yang lebih kuat. Di sisi lain, pandangan itu tidak bisa ditampung atau diakomodir ke dalam pandangan yang lain.
Sembilan poin di atas, memberikan rambu-rambu agar kita tidak terjatuh, dan menjadikan sumber-sumber penafsiran al-Qur'an yang tidak orisinil sebagai referensi untuk menafsirkan al-Qur'an. (Omair).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
