Peran Teknologi Radiologi dan BPJS Kesehatan dalam Deteksi Dini Kanker Payudara Indonesia
Info Sehat | 2025-09-20 14:11:30
Kredit Foto: iStock.com/1261319216" />
Di Indonesia, kanker payudara termasuk jenis kanker dengan kejadian tertinggi pada wanita. Jumlah kasusnya terus meningkat dan menjadi salah satu penyebab utama kematian terkait kanker. Berdasarkan data Globocan 2022, tercatat lebih dari 76.000 kasus baru dan 25.000 kematian akibat kanker payudara setiap tahunnya. Tingginya angka kematian ini sering kali dipicu oleh keterlambatan diagnosis. Namun, di balik data yang memprihatinkan tersebut, terdapat harapan besar. Perkembangan teknologi radiologi yang pesat menjadi game changer dalam melawan kanker payudara karena memungkinkan deteksi dini pada stadium awal.
Pemerintah Indonesia menempatkan strategi deteksi dini sebagai kunci utama dalam pengendalian kanker payudara. Sebanyak 80% wanita berusia 30-50 tahun ditargetkan untuk mendapatkan deteksi dini sehingga diagnosis pada tahap awal dapat meningkatkan angka kesembuhan sekaligus menurunkan biaya pengobatan. BPJS Kesehatan, sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menyadari pentingnya deteksi dini dan telah mengintegrasikan layanan skrining kanker payudara. Dengan demikian, teknologi radiologi yang mutakhir tidak lagi bersifat eksklusif untuk kalangan tertentu, tetapi dapat diakses oleh masyarakat. Kemajuan teknologi dan komitmen pembiayaan negara menjadi salah satu kunci untuk menekan angka kematian akibat kanker payudara.
Pemeriksaan skrining kanker payudara yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan, seperti mammografi, ultrasonografi (USG) payudara, dan pemeriksaan klinis payudara (SADANIS), tidak dianjurkan untuk dilakukan setiap bulan. Wanita berusia 20-39 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara secara mandiri (SADARI) setiap bulan. Sementara itu, pemeriksaan klinis (SADANIS) dan USG payudara umumnya direkomendasikan setiap satu tahun, khususnya bagi wanita berusia 40 tahun ke atas atau yang memiliki risiko tinggi. Mammografi sebagai metode skrining utama biasanya direkomendasikan setiap 1-2 tahun sekali. Frekuensi pemeriksaan ini disesuaikan dengan usia dan faktor risiko individu. Penentuan jadwal skrining rutin perlu mengikuti standar medis dan kebijakan BPJS agar hasil pemeriksaan optimal dan meminimalisir risiko efek samping paparan radiasi.
Secara teknis, mammografi merupakan alat utama pemeriksaan radiologi untuk kanker payudara yang menggunakan sinar-X dosis rendah untuk mendeteksi tanda-tanda kanker, seperti mikrokalsifikasi atau massa tumor yang belum teraba. Perkembangan terbaru dari mammografi adalah Digital Breast Tomosynthesis (DBT) atau sering disebut “3D Mammography”. DBT mengambil banyak gambar dari berbagai sudut dan merekonstruksinya menjadi gambar tiga dimensi. Teknologi ini sangat efektif untuk mengurangi tissue superposition atau tumpang tindih jaringan yang sering menyamarkan kanker pada mammografi 2D.
Selain mammografi, ultrasonografi (USG) memainkan peran krusial, terutama bagi wanita dengan jaringan payudara yang padat. Akurasi mammografi pada payudara padat cenderung menurun, sedangkan USG dapat membedakan dengan jelas antara massa padat (yang berpotensi kanker) dan kista (kantong berisi cairan yang biasanya jinak). USG juga menjadi modalitas pertama untuk memandu tindakan biopsi jika ditemukan kelainan. Bagi kelompok berisiko tinggi, seperti wanita dengan mutasi gen BRCA1/BRCA2 atau memiliki riwayat keluarga yang kuat terhadap kanker payudara, pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat disarankan. Modalitas ini memanfaatkan medan magnet kuat dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar detail yang sangat sensitif dalam mendeteksi kanker.
Meskipun demikian, beberapa tantangan masih perlu diatasi. Kesadaran masyarakat untuk melakukan skrining rutin masih perlu ditingkatkan secara masif. Banyak wanita yang takut akan hasil pemeriksaan atau merasa tidak nyaman dengan prosedur mammografi. Edukasi mengenai pentingnya deteksi dini dan kenyamanan teknologi terbaru seperti DBT perlu terus-menerus dilakukan. Di sisi lain, distribusi alat radiologi canggih seperti DBT dan MRI masih terkonsentrasi di kota besar, sehingga pemerintah perlu mendorong pemerataan teknologi ke daerah dan meningkatkan kapasitas tenaga radiologi untuk menjamin layanan yang merata dan akurat.
Integrasi antara kemajuan teknologi radiologi dan sistem pembiayaan BPJS Kesehatan menghadirkan kemajuan signifikan dalam penanggulangan kanker payudara di Indonesia. Mammografi, USG, dan MRI merupakan alat diagnostik yang mampu mendeteksi keberadaan kanker sejak tahap awal, jauh sebelum munculnya gejala berbahaya. Sementara itu, BPJS Kesehatan berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan teknologi canggih tersebut. Kolaborasi ini merupakan langkah strategis untuk menyelamatkan ribuan nyawa wanita Indonesia. Dengan demikian, deteksi dini bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
