Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Suardi Wekke

Ular, Insentif, dan Niat yang Berujung Masalah: Memahami Efek Kobra dalam Kebijakan Publik

Didaktika | 2025-09-15 11:28:12

Pada pertengahan abad ke-19, pemerintah kolonial Inggris di Delhi, India, menghadapi masalah serius: populasi ular kobra yang sangat banyak, yang menyebabkan tingginya angka kematian akibat gigitan ular. Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, pemerintah menetapkan kebijakan baru yang tampaknya logis. Mereka menawarkan imbalan finansial untuk setiap kobra mati yang diserahkan oleh penduduk. Tujuan awalnya jelas: mengurangi populasi kobra dan menyelamatkan nyawa.

Awalnya, strategi ini menunjukkan hasil yang menjanjikan. Banyak penduduk yang berburu kobra untuk mendapatkan uang, dan jumlah ular di jalanan kota menurun drastis. Namun, seiring waktu, sebuah fenomena tak terduga mulai muncul. Alih-alih berburu kobra liar, masyarakat yang cerdik mulai beternak kobra di rumah untuk mengklaim imbalan secara massal. Populasi kobra bukannya berkurang, malah meningkat tajam karena dibiarkan berkembang biak untuk tujuan komersial. Ketika pemerintah menyadari kecurangan ini dan menghentikan program insentif, para peternak kobra melepaskan ribuan ular peliharaan mereka ke alam bebas. Akibatnya, masalah kobra menjadi jauh lebih buruk daripada sebelumnya.

Kisah ini, meskipun sering diceritakan sebagai anekdot, melahirkan sebuah terminologi penting dalam ilmu sosial dan kebijakan publik: Efek Kobra (The Cobra Effect). Istilah ini merujuk pada situasi di mana sebuah solusi yang dirancang dengan niat baik justru memperburuk masalah yang ingin dipecahkan. Fenomena ini juga dikenal sebagai insentif sesat (perverse incentive), di mana insentif yang diberikan menghasilkan perilaku yang tidak diinginkan dan merugikan.

Kisah-kisah Efek Kobra di Seluruh Dunia

Efek Kobra bukan hanya terjadi di India. Sejarah mencatat banyak kasus serupa di berbagai belahan dunia, membuktikan bahwa kebijakan yang gagal bisa muncul kapan saja dan di mana saja.

  • Hanoi, Vietnam (Awal Abad ke-20): Ketika wabah pes melanda Hanoi, pemerintah kolonial Prancis menawarkan hadiah untuk setiap ekor tikus yang diserahkan. Mereka berharap kebijakan ini akan mengurangi populasi tikus pembawa penyakit. Namun, penduduk yang oportunistik hanya memotong ekor tikus dan melepaskan tikus itu kembali ke alam bebas agar dapat berkembang biak, sehingga mereka bisa terus mengklaim imbalan. Akibatnya, populasi tikus tidak berkurang, bahkan mungkin bertambah.
  • Amerika Serikat (Tahun 1860-an): Selama pembangunan rel kereta api transkontinental, pemerintah AS menawarkan pembayaran ekstra untuk pekerja yang membangun rel di medan yang sulit dan curam. Insentif ini dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan di area yang menantang. Namun, para kontraktor memanipulasi laporan jarak dan kondisi geografis untuk mengklaim pembayaran tambahan, yang pada akhirnya merugikan negara.
  • Bangkok, Thailand (Awal 2000-an): Kepolisian Bangkok pernah memberikan ban lengan bergambar karakter kartun Hello Kitty sebagai hukuman bagi polisi yang melakukan pelanggaran kecil. Tujuannya adalah untuk memberikan efek jera yang memalukan. Namun, beberapa polisi justru menganggap ban lengan tersebut sebagai barang koleksi, sehingga hukuman tersebut kehilangan daya jera.

Efek Kobra di Indonesia: Sebuah Refleksi

Di Indonesia, kita juga dapat mengamati fenomena yang menyerupai Efek Kobra, meskipun mungkin tidak selalu dalam skala yang sama.

  • Kebijakan 3-in-1 di Jakarta: Dulu, untuk mengurangi kemacetan, pemerintah Jakarta menerapkan kebijakan 3-in-1, di mana hanya mobil dengan minimal tiga penumpang yang boleh melintasi jalan tertentu. Kebijakan ini akhirnya memunculkan "joki 3-in-1," yaitu orang yang menawarkan jasa sebagai penumpang tambahan dengan imbalan uang. Bukannya mengurangi jumlah mobil, kebijakan ini justru menciptakan profesi baru yang mengkomersialkan kemacetan.
  • Sistem Zonasi PPDB: Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan zonasi bertujuan untuk menciptakan pemerataan pendidikan dan menghilangkan praktik-praktik yang tidak adil. Namun, dalam pelaksanaannya, masih sering ditemukan celah, seperti orang tua yang memanipulasi data domisili atau mencoba mengakali sistem untuk memasukkan anak mereka ke sekolah favorit.

Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa niat baik dalam merancang kebijakan publik saja tidak cukup. Dibutuhkan pemahaman mendalam tentang bagaimana masyarakat akan bereaksi terhadap insentif yang diberikan. Sebuah kebijakan yang terlihat sempurna di atas kertas bisa saja memicu perilaku tidak terduga, yang akhirnya menggagalkan tujuan utamanya.

Seperti pepatah yang sering dikutip, "Jalan menuju neraka diaspal dengan niat baik." Dalam konteks kebijakan publik, pepatah ini mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap kemungkinan munculnya insentif sesat yang dapat mengubah niat baik menjadi masalah baru. Memahami Efek Kobra adalah langkah awal untuk merancang kebijakan yang lebih cerdas, tangguh, dan benar-benar efektif.

Artikel ini, merupakan tulisan ulang dari artikel yang sudah diunggah sebelumnya oleh Bapak Din Wahyudin melalui tautan: https://berita.upi.edu/efek-kobra/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image