Memperluas Akses Pendidikan Tinggi: Program Sekolah Pemerintahan Desa
Didaktika | 2025-09-14 10:11:44
Ismail Suardi Wekke (Program Direktur Sekolah Pemerintahan Desa)
Pendidikan tinggi, sebuah gerbang menuju peluang dan kemajuan, seringkali terasa jauh dan tak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat di pedesaan. Di balik hiruk pikuk kota dengan gedung-gedung universitas yang megah, tersimpan potensi-potensi luar biasa di desa-desa yang menunggu untuk diasah.
Namun, keterbatasan geografis, ekonomi, dan informasi menjadi tembok tebal yang memisahkan mereka dari dunia akademis. Akibatnya, banyak talenta muda desa yang cemerlang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, sementara para perangkat desa dan tokoh masyarakat yang memiliki pengalaman berharga tidak mendapatkan akses untuk meningkatkan kapasitas mereka secara formal.
Mimpi untuk menjembatani kesenjangan ini bukanlah hal baru. Banyak pihak telah berupaya, namun tantangan yang dihadapi begitu kompleks. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan model pendidikan konvensional yang menuntut kehadiran fisik di kampus. Kita perlu memikirkan ulang cara kita membawa pendidikan tinggi ke desa, bukan sebaliknya.
Inilah saatnya untuk membayangkan sebuah gerakan, sebuah inisiatif yang lahir dari semangat Kampus Merdeka dan Kampus Berdampak, yang berani menjembatani batas-batas institusi dan model pembelajaran. Sehingga kampus, tidak lagi dipandang sebagai sebuah menara gading.
Bayangkan sebuah sekolah yang tidak hanya berlokasi di satu tempat, tetapi tersebar di seluruh penjuru desa. Sebuah sekolah yang memanfaatkan teknologi untuk menghubungkan dosen dari berbagai universitas dengan para pelajar di balai desa. Sekolah ini bukan hanya sekadar tempat belajar, melainkan sebuah ekosistem kolaboratif di mana pengetahuan teoretis dari kampus berpadu dengan kearifan lokal dan pengalaman praktis yang ada di desa.
Para dosen tidak hanya mengajar, tetapi juga belajar dari realitas yang ada di lapangan. Para mahasiswa tidak hanya menerima ilmu, tetapi juga menjadi agen perubahan yang mengimplementasikan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah konkret di desa.
Program ini sebagai sebuah “gerakan” ini adalah sebuah ajakan untuk berkolaborasi. Ini adalah panggilan bagi para akademisi, pemerintah, pegiat desa, dan masyarakat sipil untuk bersinergi. Bukan hanya sekadar memberikan beasiswa atau membangun perpustakaan, tetapi menciptakan sebuah kurikulum yang relevan dengan kebutuhan desa, sebuah metodologi pembelajaran yang fleksibel dan inklusif, serta sebuah sistem yang memungkinkan pembelajaran lintas institusi tanpa batas.
Sebuah sistem di mana mahasiswa dari satu universitas bisa mengambil mata kuliah dari universitas lain, dan semua pembelajaran ini bisa diakui. Sehingga bisa meneruskan pembelajaran antara satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya.
Maka, hadirlah gagasan Sekolah Pemerintahan Desa. Sebuah visi yang bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah cetak biru untuk masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Ini adalah langkah pertama, sebuah proposal yang membuka pintu diskusi dan kolaborasi. Kita tidak berbicara tentang hal yang mudah, tetapi kita berbicara tentang hal yang penting. Kita sedang merajut mimpi untuk sebuah Indonesia yang lebih setara, di mana setiap anak bangsa, di mana pun ia berada, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya dan berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsanya.
Sekolah Pemerintahan Desa: Merajut Masa Depan Pendidikan di Pedesaan
Di tengah pesatnya laju pembangunan dan tuntutan akan sumber daya manusia yang unggul, pendidikan tinggi menjadi kunci yang tak terpisahkan. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan adanya disparitas akses yang signifikan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Sekolah Pemerintahan Desa hadir sebagai sebuah visi progresif, sebuah gerakan bersama untuk mendobrak sekat-sekat tersebut dan membawa pendidikan tinggi langsung ke jantung desa. Inisiatif ini bukan sekadar program, melainkan sebuah ekosistem pembelajaran yang didasarkan pada tiga pilar utama: hybrid learning, blended learning, dan pembelajaran lintas institusi.
1. Hybrid Learning: Mengintegrasikan Dunia Nyata dan Virtual
Hybrid learning adalah fondasi dari gerakan ini. Model ini memungkinkan pembelajaran dilakukan secara fleksibel, menggabungkan interaksi tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh. Dalam konteks Sekolah Pemerintahan Desa, ini berarti para peserta didik—yang bisa jadi merupakan perangkat desa, tokoh masyarakat, atau pemuda setempat—tidak perlu meninggalkan desa mereka untuk kuliah.
Mereka dapat mengikuti kuliah virtual yang disiarkan langsung dari kampus-kampus mitra, berdiskusi melalui platform daring, dan mengirimkan tugas secara digital. Namun, pembelajaran tidak berhenti di sana. Sesi tatap muka berkala akan diadakan di balai desa, di mana dosen, fasilitator lokal, atau bahkan praktisi dari kementerian terkait hadir untuk memberikan bimbingan langsung, memfasilitasi diskusi mendalam, dan melakukan studi kasus yang relevan dengan permasalahan desa.
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) adalah stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang secara khusus menyajikan konten pendidikan. Didirikan pada 23 Januari 1991 oleh Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut), TPI awalnya bertujuan untuk menjadi media pembelajaran yang melengkapi kurikulum sekolah. Program-programnya, seperti "Pelangi Ilmu" dan "Ayo Belajar", dirancang untuk membantu siswa memahami berbagai mata pelajaran, dari sains hingga matematika, dengan cara yang lebih menarik dan interaktif.
TPI juga menayangkan berita, olahraga, dan hiburan, namun tetap mengutamakan misi edukasinya. Kehadiran TPI kala itu menjadi tonggak penting dalam sejarah pertelevisian Indonesia, menunjukkan bahwa televisi tak hanya bisa menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat yang efektif untuk menyebarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas.
Meski dikenal sebagai televisi pendidikan, seiring waktu, TPI mulai bergeser dari misi awalnya. Setelah berganti kepemilikan dan manajemen, program-program hiburan semakin mendominasi, seperti acara musik "KDI (Kontes Dangdut TPI)" yang sangat populer dan berbagai sinetron.
Pergeseran ini mencerminkan dinamika industri pertelevisian di mana rating dan pangsa pasar menjadi prioritas utama. Pada 20 Oktober 2010, TPI secara resmi berganti nama menjadi MNC TV. Pergantian nama ini menandai berakhirnya era Televisi Pendidikan Indonesia, yang meskipun telah berubah, namun tetap dikenang sebagai pionir televisi swasta yang sempat membawa misi mulia untuk mencerdaskan bangsa.
2. Blended Learning: Memadukan Teori dan Praktik di Lapangan
Blended learning memastikan bahwa kurikulum tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga sangat aplikatif. Materi-materi yang diajarkan, seperti manajemen keuangan desa, kebijakan publik, pembangunan berkelanjutan, atau bahkan digitalisasi layanan desa, akan langsung diintegrasikan dengan proyek-proyek nyata di lapangan.
Contohnya, para peserta dapat belajar tentang penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) melalui kuliah daring, kemudian langsung mempraktikkannya dengan menganalisis APBDes di desa mereka sendiri di bawah bimbingan fasilitator. Pembelajaran ini tidak hanya berpusat di ruang kelas, tetapi juga di sawah, di kantor desa, atau di pusat-pusat kegiatan masyarakat. Pendekatan ini menjadikan setiap desa sebagai laboratorium hidup dan setiap peserta sebagai peneliti sekaligus agen perubahan.
Pembelajaran blended learning merupakan metode pendidikan yang menggabungkan keunggulan dari pembelajaran tatap muka (offline) dan pembelajaran daring (online). Keunggulan utama dari metode ini adalah fleksibilitasnya. Siswa dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja melalui platform online, seperti video tutorial, e-book, atau kuis interaktif. Hal ini memungkinkan mereka untuk belajar sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing.
Di sisi lain, sesi tatap muka memberikan kesempatan bagi interaksi langsung antara guru dan siswa, serta antar siswa. Interaksi ini sangat penting untuk diskusi mendalam, kolaborasi proyek, dan pemecahan masalah yang tidak selalu bisa dilakukan secara efektif dalam lingkungan daring. Perpaduan ini menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal dan adaptif, karena materi inti dapat dipelajari secara mandiri, sementara waktu di kelas digunakan untuk penguatan konsep dan aplikasi praktis.
Selain fleksibilitas, blended learning juga terbukti meningkatkan efektivitas pembelajaran secara keseluruhan. Dengan adanya materi digital, guru dapat menyajikan konten yang lebih kaya dan bervariasi, termasuk simulasi virtual dan studi kasus yang relevan dengan dunia nyata. Hal ini tidak hanya membuat proses belajar lebih menarik, tetapi juga membantu siswa mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti kemampuan berpikir kritis dan literasi digital.
Adanya kombinasi ini juga mendorong siswa dan mahasiswa untuk menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing dan memberikan dukungan, bukan hanya sebagai pemberi informasi. Dengan demikian, blended learning tidak hanya tentang menggabungkan dua metode, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem belajar yang lebih dinamis, interaktif, dan berpusat pada siswa.
3. Pembelajaran Lintas Institusi: Menjembatani Tembok Kampus
Salah satu kesempatan yang dapat dijalankan dari gerakan ini adalah pembelajaran lintas institusi. Mengusung semangat Kampus Merdeka, Sekolah Pemerintahan Desa akan menjalin kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi dari beragam disiplin ilmu. Ini memungkinkan peserta untuk mengambil mata kuliah dari universitas yang berbeda-beda, bahkan di luar prodi utama mereka.
Misalnya, seorang perangkat desa yang mengambil mata kuliah di bidang hukum tata negara dari satu universitas bisa mengambil mata kuliah tentang pertanian modern dari universitas lain. Semua mata kuliah ini akan diakui dan dapat ditransfer dalam sistem kredit semester, menciptakan kurikulum yang holistik dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di masing-masing desa. Ini adalah wujud nyata dari kolaborasi yang melampaui batas-batas institusional demi kemajuan bersama.
Pembelajaran lintas kampus atau lintas institusi menawarkan banyak keuntungan bagi mahasiswa dan dosen. Dengan mengikuti program ini, mahasiswa bisa memperluas wawasan akademis mereka dengan mengambil mata kuliah yang tidak tersedia di universitas asal. Ini memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi bidang studi baru, mendalami spesialisasi tertentu, atau mendapatkan perspektif yang berbeda dari para pengajar dan mahasiswa di institusi lain.
Selain itu, interaksi dengan lingkungan akademik yang baru membantu mahasiswa beradaptasi dengan beragam metode pengajaran dan standar evaluasi, yang pada akhirnya meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan belajar mandiri mereka. Pengalaman ini juga memperkaya jaringan profesional dan sosial mereka, membuka pintu untuk kolaborasi di masa depan dan peluang karier yang lebih luas.
Selain manfaat akademis, pembelajaran lintas institusi juga menjadi ajang pengembangan diri yang signifikan. Mahasiswa ditantang untuk keluar dari zona nyaman mereka dan berinteraksi dengan komunitas yang berbeda. Ini melatih kemampuan adaptasi, kemandirian, dan komunikasi interpersonal mereka.
Mereka belajar menavigasi lingkungan baru, bekerja sama dengan individu dari latar belakang yang beragam, dan memecahkan masalah dengan cara yang inovatif. Pengalaman ini tidak hanya membentuk mereka menjadi pribadi yang lebih tangguh dan berwawasan luas, tetapi juga meningkatkan nilai jual mereka di pasar kerja. Lulusan dengan pengalaman lintas institusi sering dianggap memiliki keterampilan yang lebih holistik dan siap menghadapi tantangan global.
Penutup: Merajut Masa Depan Pendidikan Indonesia
Sekolah Pemerintahan Desa adalah sebuah cerminan dari semangat Kampus Berdampak. Ini bukan sekadar program pendidikan, melainkan sebuah inisiatif yang bertujuan menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang nyata. Dengan memadukan teknologi, kurikulum yang relevan, dan kolaborasi antar institusi, kita tidak hanya memberikan kesempatan bagi masyarakat desa untuk mendapatkan pendidikan tinggi, tetapi juga memberdayakan mereka untuk menjadi motor penggerak pembangunan di wilayah mereka sendiri. Gerakan ini adalah langkah awal yang signifikan dalam mewujudkan Indonesia yang lebih setara, di mana ilmu pengetahuan tidak lagi hanya menjadi hak istimewa bagi segelintir orang, melainkan menjadi milik bersama untuk kemajuan bangsa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
