Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Suardi Wekke

Menyambungkan Informasi: Bayangan Perjuangan Sinyal di Desa Terisolir

Didaktika | 2025-09-14 09:23:27
Diskusi Terpumpun KKA IAI Rawa Aopa 2025 (Dok ISW)

Ismail Suardi Wekke, Editor in Chief JIPMAS: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat

Mendaki gunung dan menyeberangi sungai. Ini bukan lagi petualangan, tapi rutinitas. Bayangkan, itulah yang harus dilakukan warga desa hanya untuk mendapatkan sinyal. Di sebuah desa terpencil, sinyal adalah barang mewah, bahkan jika ada hanya sinyal GSM yang 'geser sedikit sinyal menghilang'.

Kondisi ini membuat mereka terisolasi dari dunia luar. Informasi penting, komunikasi keluarga, bahkan transaksi ekonomi menjadi terhambat. Mereka seolah hidup di masa lalu, terputus dari arus digital yang menggerakkan dunia.

Namun, keterbatasan justru memunculkan inovasi. Warga desa tidak menyerah. Mereka berinisiatif mencari solusi, bahkan ada yang mencoba membuat antena sederhana dari panci dan tiang bambu. Kegagalan tidak mematahkan semangat.

Mereka terus bereksperimen, berharap suatu hari nanti bisa terhubung dengan dunia. Perjuangan tak kenal lelah ini adalah bukti ketahanan yang luar biasa.

Peran Mahasiswa KKN sebagai Jembatan Solusi

Di tengah perjuangan itu, hadir mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang membawa harapan baru. Mereka tidak hanya mengamati, tetapi juga bertindak. Mahasiswa dapat menjadi jembatan antara kebutuhan masyarakat dan pihak berwenang.

Langkah pertama yang dapat lakukan adalah menyusun surat resmi. Informasi ini berisi data akurat tentang kondisi sinyal di desa, jumlah penduduk yang terdampak, serta potensi ekonomi dan sosial jika sinyal tersedia.

Surat ini kemudian diajukan kepada pemerintah setempat, seperti kepala desa dan camat, untuk mendapatkan dukungan resmi. Selanjutnya, proposal tersebut juga ditembuskan kepada operator telekomunikasi besar di Indonesia, seperti Telkomsel, Indosat, atau XL, sebagai bahan pertimbangan mereka untuk membangun tower atau BTS (Base Transceiver Station).

Sebagai langkah strategis, surat ini juga dikirimkan kepada Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi). Dengan adanya tembusan ini, pemerintah pusat bisa mengetahui langsung masalah yang terjadi dan bisa mengalokasikan bantuan atau mengarahkan operator telekomunikasi untuk segera menindaklanjuti. Ini adalah cara efektif untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil.

Solusi Mandiri dan Masa Depan Digital

Selain pengajuan proposal, ada juga solusi mandiri yang bisa diupayakan. Jaringan Wi-Fi berbasis komunitas bisa menjadi alternatif. Dengan sistem ini, desa dapat membangun jaringannya sendiri menggunakan teknologi sederhana seperti radio nirkabel, di mana sinyal dipancarkan dari satu titik ke titik lain. Ini seperti membuat rantai komunikasi, dengan biaya yang lebih murah dan bisa dikelola bersama. Pemanfaatan telepon satelit juga dapat menjadi solusi, terutama untuk keperluan darurat, meskipun biayanya lebih tinggi.

Intinya, mengatasi masalah sinyal di desa terpencil membutuhkan kolaborasi. Tidak ada solusi tunggal. Inisiatif mahasiswa KKN, kerja sama warga, dan dukungan pemerintah menjadi kunci. Dengan semangat gotong royong, desa mana pun bisa terhubung. Mereka tidak lagi terisolasi dan bisa menjadi bagian dari era digital yang terus berkembang.

Penutup Menggapai Asa Digital

Perjuangan warga desa untuk mendapatkan sinyal adalah cerminan dari ketangguhan dan semangat pantang menyerah. Mereka tidak pasrah pada keadaan, melainkan berinovasi dan mencari jalan keluar, bahkan dengan cara-cara sederhana yang menunjukkan kreativitas luar biasa.

Keterbatasan yang mereka hadapi justru menjadi pemicu untuk bergerak, berkolaborasi, dan membuktikan bahwa asa untuk terhubung dengan dunia luar bukanlah hal yang mustahil. Ini adalah kisah tentang manusia yang menolak untuk terputus dari zaman, berjuang demi masa depan yang lebih baik.

Upaya yang dilakukan, mulai dari inisiatif warga hingga peran strategis mahasiswa KKN, menunjukkan bahwa kolaborasi adalah kunci utama. Mahasiswa KKN tidak hanya hadir sebagai penolong, tetapi juga sebagai jembatan yang menghubungkan perjuangan lokal dengan pihak-pihak yang memiliki wewenang lebih besar.

Surat ataupun naskah akademik yang mereka ajukan ke pemerintah dan operator telekomunikasi, serta tembusan kepada Kementerian Komdigi, adalah langkah nyata untuk memastikan bahwa suara masyarakat terpencil didengar dan direspons. Semua ini membuktikan bahwa dengan sinergi yang tepat, masalah sebesar apa pun bisa diatasi.

Pada akhirnya, solusi untuk desa-desa terpencil tidak hanya bergantung pada satu pihak. Perlu adanya kerja sama yang solid antara warga yang berinisiatif, dukungan pemerintah yang responsif, dan komitmen dari operator telekomunikasi untuk memperluas jangkauan mereka. Dengan semangat gotong royong dan pemanfaatan teknologi yang tepat, desa terpencil tidak lagi akan menjadi sekadar "desa terisolasi".

Mereka akan menjadi bagian dari jaringan digital yang tak terbatas, membuka peluang baru untuk pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial, serta memastikan tidak ada lagi warga yang harus mendaki gunung hanya untuk sebuah sinyal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image