Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Donny Syofyan

Metafiksi Venezuela Jadi Senjata Kritik Politik

Sastra | 2025-09-13 07:24:50

Donny Syofyan

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Saya ingin mengeksplorasi bagaimana fiksi modern, khususnya metafiksi dari penulis Venezuela, menyoroti realitas yang dibuat-buat oleh rezim Bolivarian di bawah Hugo Chávez. Alih-alih menyajikan realitas secara langsung, novel-novel ini justru menunjukkan bagaimana narasi—baik dalam fiksi maupun pidato politik dan media—dibentuk untuk mengontrol persepsi masyarakat. Dengan kata lain, fiksi ini mengajarkan pembaca untuk curiga terhadap kebenaran yang disajikan oleh kekuasaan.

Metafiksi adalah jenis fiksi yang sengaja menarik perhatian pada statusnya sebagai karya buatan. Novel-novel ini sering menampilkan narator yang tiba-tiba muncul untuk mengingatkan pembaca bahwa mereka sedang membaca cerita yang diciptakan, bukan cerminan langsung dari dunia nyata. Misalnya, narator dalam novel Chulapos Mambo menyela cerita untuk memberitahu pembaca bahwa karakternya, Henry, tidak menderita konsekuensi serius setelah pingsan.

Tujuan utamanya bukan hanya untuk memamerkan keterampilan penulis, tetapi juga untuk menantang gagasan bahwa sastra adalah cerminan realitas. Ini adalah respons terhadap narasi besar yang runtuh di abad ke-20, yang membuat banyak penulis mempertanyakan kemampuan sastra untuk meniru kenyataan secara objektif. Dalam konteks Venezuela, pendekatan ini secara langsung melawan narasi resmi pemerintah Bolivarian yang mengklaim bahwa setiap orang bisa menulis dengan baik, yang merendahkan nilai keterampilan menulis sebagai bakat individual.

Metafiksi adalah reaksi terhadap realisme, genre yang sering diidentikkan dengan kebenaran atau kenyataan. Namun, realisme tidak lagi relevan karena dunia kontemporer—khususnya dalam konteks politik—terlalu kacau, ambigu, dan penuh keraguan.

Transilvania unplugged: Novel ini, yang meskipun memiliki unsur-unsur realitas sosio-historis Venezuela, sengaja membingungkan pembaca tentang mana yang fakta dan mana yang fiksi. Dengan menggunakan tropi fiksi detektif, novel ini membuat pembaca mengidentifikasi dengan karakter yang mencari jawaban, tetapi pada akhirnya gagal menemukan kejelasan. Ini sengaja menghilangkan kenyamanan yang biasa ditawarkan fiksi detektif klasik, membuat pembaca merasa bingung dan tidak aman. Ini mencerminkan perasaan disorientasi yang dialami banyak warga Venezuela yang meninggalkan negara mereka.

El niño malo cuenta hasta cien y se retira: Novel ini mengeksplorasi fiksi melalui genre fantasi. Setting realitas dalam novel ini penuh dengan peristiwa fantastis, seperti rusa yang tenggelam ke dalam tanah. Namun, ada bagian yang realistis—yaitu, mimpi sang protagonis—yang berlatar di kota-kota nyata di Venezuela. Ontras ini menunjukkan bahwa realitas novel itu sendiri adalah ciptaan, mendorong pembaca untuk mempertanyakan batas antara fiksi dan kenyataan dalam kehidupan mereka.

Todas las lunas: Novel ini secara eksplisit mengaburkan batas antara sejarah (yang dianggap sebagai fakta) dan fiksi. Salah satu karakternya, seorang sejarawan, bersikeras bahwa sejarah harus didasarkan pada kesaksian "nyata". Namun, karakter lain berpendapat bahwa sejarah, seperti halnya fiksi, adalah narasi yang dibuat dan tidak ada kebenaran objektif. Novel ini menyiratkan bahwa bahkan cerita "nyata" dari kehidupan para karakter bisa dibaca sebagai fiksi karena terlalu tidak masuk akal. Ini menantang gagasan bahwa ada satu "sejarah resmi" yang tidak bisa dibantah.

Fiksi, dari etimologi kata Latin fingere yang berarti "membentuk" atau "mencetak," selalu tentang menciptakan realitas. Fiksi dapat membentuk cara pembaca memandang dunia nyata. Misalnya, dalam Transilvania unplugged, tokoh Emilio hanya mengenal Rumania melalui stereotip yang diciptakan oleh novel-novel romantis. Ini menunjukkan bagaimana sastra, bahkan fiksi, dapat menciptakan persepsi yang salah tentang suatu tempat atau orang.

Penulis-penulis ini menggunakan metafiksi sebagai perlawanan. Dengan mengungkap cara kerja fiksi, mereka mendorong pembaca untuk menerapkan skeptisisme yang sama pada wacana faktual, seperti berita, sejarah resmi, dan pidato politik. Ini sangat relevan dalam konteks Venezuela, di mana batasan antara kebenaran dan fiksi sangat kabur.

El niño malo cuenta hasta cien y se retira: Novel ini membuat paralel antara Hugo Chávez dan Svevo, seorang "tukang cerita" yang naik ke tampuk kekuasaan politik berkat keterampilan retorikanya. Svevo mampu membentuk kebenaran yang dipercaya audiensnya, bahkan jika cerita itu mengandung kontradiksi, karena ia melibatkan pendengarnya dan menceritakan apa yang ingin mereka dengar. Ini mirip dengan cara Chávez menggunakan retorika untuk menciptakan rakyat yang hanya ada dalam pidatonya dan membangun ikatan emosional dengan para pemilih.

Bajo las hojas: Novel ini secara eksplisit menunjukkan bagaimana rezim menggunakan tulisan—mulai dari dokumen hukum hingga propaganda—untuk membentuk realitas dan mempertahankan kekuasaan. Karakter Julio direkrut oleh sekelompok narator pemerintah untuk menulis sejarah yang menguntungkan mereka. Novel ini menyiratkan bahwa kebenaran tidak lagi relevan; yang penting adalah versi resmi yang "lebih menarik daripada kebenaran".

Rating: Novel ini fokus pada bagaimana media, khususnya telenovela, digunakan untuk memanipulasi persepsi publik. Novel ini menyajikan realitas sebagai tontonan, di mana acara realitas pun memiliki skrip yang dibuat untuk menciptakan drama yang menarik bagi penonton.

Para eksekutif televisi bahkan menggunakan ideologi revolusioner sebagai tren untuk menarik penonton, bukan karena keyakinan yang tulus. Penulis novel ini menunjukkan bahwa pemerintahan Bolivarian, seperti eksekutif televisi, menggunakan tontonan—seperti janji perumahan untuk korban banjir—untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan mereka yang sebenarnya. Ini memperkuat gagasan revolusi sebagai tontonan, di mana janji-janji spektakuler dibuat, tetapi hasil nyata yang bertahan lama tidak terlihat.

Pada akhirnya, metafiksi Venezuela ini tidak hanya sekadar bermain-main dengan format sastra. Ini adalah respons politik yang mendalam terhadap realitas di mana kebenaran dibentuk, dimanipulasi, dan dijual oleh kekuasaan. Dengan meminta pembaca untuk mendekode fiksi, novel-novel ini mengajarkan mereka untuk menjadi pembaca yang kritis terhadap realitas di luar buku, baik itu dalam berita, pidato, maupun sejarah yang disajikan kepada mereka. Dengan demikian, metafiksi menjadi alat untuk memulihkan kebebasan ekspresi dalam masyarakat yang terus-menerus diganggu oleh narasi yang terpolarisasi dan dimanipulasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image