Mengelola Ketidakpastian Pasar, Membangun Pertumbuhan dari Dalam
Kebijakan | 2025-09-12 07:50:41Setiap tahun pemerintah Indonesia menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan penuh kalkulasi. Namun, seperti halnya menebak arah angin di laut lepas, banyak faktor yang sulit dipastikan. Harga minyak dunia bisa melonjak di luar perkiraan, kurs rupiah bisa berayun tajam, penerimaan pajak bisa meleset. Semua variabel itu membuat APBN sesungguhnya bukan dokumen kaku, melainkan “hidup” dan harus siap disesuaikan kapan saja.
Para ekonom menyebut kondisi ini sebagai probabilitas pasar. Sama seperti dalam teori mekanika kuantum, di mana posisi partikel tidak pernah bisa dipastikan, melainkan hanya dapat dihitung peluangnya, demikian pula APBN kita: ia lahir dari skenario probabilitas. Pemerintah menggunakan berbagai model stokastik, simulasi Monte Carlo, hingga analisis skenario optimis, moderat, dan pesimis. Semua dilakukan untuk memastikan kapal besar bernama ekonomi Indonesia tidak karam dihantam gelombang global.
Namun, ada kritik mendasar dari Paul Romer, peraih Nobel Ekonomi 2018 dengan teori pertumbuhan endogen. Romer menekankan bahwa pertumbuhan sejati tidak boleh terlalu bergantung pada faktor eksternal. Menurutnya, bangsa yang hanya mengandalkan keberuntungan harga komoditas atau kurs ibarat nelayan yang pasrah pada arah angin. Pertumbuhan sejati lahir dari dalam, dari inovasi, teknologi, dan pengetahuan yang diciptakan sendiri.
Dalam konteks Indonesia, pandangan Romer ini sangat relevan. Tahun 2022, penerimaan negara melonjak karena harga batu bara dan CPO sedang tinggi. APBN pun mencatat surplus, seolah kita sedang beruntung. Tetapi, apakah itu berkelanjutan? Tentu tidak. Begitu harga jatuh, penerimaan negara pun bisa menurun drastis.
Di sinilah pentingnya membangun kekuatan endogen. Hilirisasi nikel menjadi baterai kendaraan listrik, pengembangan ekosistem industri digital, hingga investasi besar pada pendidikan dan riset adalah cara agar pertumbuhan tidak lagi ditentukan oleh pasar global semata. Jika APBN digunakan bukan hanya untuk menambal defisit akibat fluktuasi harga minyak, melainkan untuk membiayai riset, teknologi, dan kualitas manusia, maka probabilitas pasar tidak lagi menjadi ancaman besar.
Kita tentu tidak bisa menghapus ketidakpastian. Tetapi kita bisa mengelolanya. APBN perlu tetap berbasis probabilitas agar realistis dalam jangka pendek, tetapi arahnya harus jelas: membiayai inovasi agar pertumbuhan endogen tercipta. Dengan begitu, ekonomi Indonesia bukan sekadar menunggu "keberuntungan pasar", tetapi menjadi pencipta nasibnya sendiri.
Pada akhirnya, seperti kata pepatah, angin memang tak bisa diatur, tetapi layar bisa kita kendalikan. Probabilitas pasar adalah angin yang berubah-ubah, sedangkan pertumbuhan endogen adalah layar yang kita pasang. Jika layar itu kuat dan terarah, kapal besar ekonomi Indonesia akan tetap melaju, tidak peduli seberapa kencang badai global menerpa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
