Lima Menit Lebih Dekat: Memahami Makna Dakhil
Khazanah | 2025-09-12 05:42:21
Oleh: Omair
Jum'at, 12/09/25
Apakah mungkin sepasang suami dan istri bisa saling menyayangi tanpa saling "mengenal"? Rasanya tidak mungkin. Justru rasa ingin saling mengenal itulah yang menumbuhkan rasa cinta dan sayang.
Sama halnya ketika kita ingin mempelajari ilmu baru. "Mungkin kah kita bisa menikmati proses belajar ilmu baru? Jika kita tidak punya rasa ingin "mengenal" ilmu itu: apa manfaatnya? Bagaimana sejarahnya?" dll. Silahkan dijawab dalam hati saja.
Bagi para pengkaji studi keislaman, ungkapan "mabâdi asyrah," mungkin sudah sangat populer di telinga, atau dalam bahasa kita, diterjemahkan: 10 prinsip dasar, ketika ingin mempelajari suatu ilmu. Yang bisa jadi wasilah untuk mengenal ilmu baru. Apa saja itu? (mungkin bisa digoogling mandiri yes).
Di tulisan sebelumnya, kita sudah sempat menyinggung sedikit seputar dakhîl fi tafsîr. Kali ini, kita akan mengenalnya jauh lebih dekat. Pintu masuknya melalui, apa itu definisi dakhîl sendiri? Karena, kalau tak kenal, maka yuk ta'aruf (kenalan).
Dari sisi kebahasaan, saya membaca uraian Prof. Dr. Ibrahim Khalifah, ia mengenalkan dakhîl begini: "cacat dan kerusakan yang sering terjadi, bisa jadi karena seorang penafsir menyembunyikan, dan menyamarkan 'kebenaran' di tengah tafsiran al-Qur'an yang orisinil".
Lanjutnya, "pada kondisi seperti itu, seorang pengkaji butuh sedikit merenung untuk memahami, dan menyingkap cacat itu agar pembaca dapat membedakan antara penafsiran yang orisinil dan tidak". Bagi yang butuh versi Arabnya, seperti ini bunyinya:
الدخيل في التفسير لغة: هو عيب وفساد اجتهد صاحبه غالبا في دس حقيقته وإخفاء أمره في ثنايا الأصيل من تفسير القرآن الكريم بحيث تحتاج في دركه والكشف عن عواره إلى بذل شيء من التأمل يتميز لك من خلاله الأصيل من الدخيل [الدخيل في التفسير صـ ٢٦].
Kemudian saya lihat di baris berikutnya. Ternyata, saya tidak menemukan pengertian dakhîl secara istilah. Rupanya, Prof. Dr. Ibrahim Khalifah mendefinisikan dakhîl (istilah) dengan menghadirkan lawan katanya: asîl. Seperti ungkapan populer dalam bahasa Arab: sesuatu akan tampak berbeda bila menghadirkan "lawannya".
Di sini, saya coba datangkan definisi asîl min tafsîr. Ia menuliskan begini: asîl min tafsîr atau penafsiran yang benar, yaitu penafsiran yang dapat dipercaya, dan kedudukannya tidak dapat digantikan. Penafsiran itu tidak akan keluar dari dua hal."
"Yang pertama, ini lebih diutamakan dari yang kedua, yaitu penafsiran yang bersumber dari al-Qur'an itu sendiri; hadits Nabi; perkataan Sahabat Nabi; dan perkataan Tabi'in dengan syarat-syarat tertentu." Yang dikenal juga dengan istilah asîl an-naql".
"Yang kedua: penafsiran berdasarkan pandangan yang benar, terlahir dari sebuah 'ijtihad' yang telah terpenuhi syarat-syaratnya, serta yang bersangkutan memiliki kecakapan yang memadai." Yang kemudian dikenal juga dengan istilah asîl ar-ra'yi. Bagi yang mau versi aslinya bisa cek di bawah:
الأصيل من التفسير اصطلاحا هو معتبر حقا لا يقبل التعويل على غيره في تفسير القرآن الكريم لا يخرج عن أمرين في الجملة أحدهما مقدم بالضرورة ما تيسر الظفر به على ثانيهما. أولهما: مأثور صالح للحجية من كتاب أو سنة أو قول صحابي أو تابعي بشرطه. وثانيهما: رأي صحيح ناشئ عن الاجتهاد بعد استيفاء شروطه وتوفر ملكاته. [الدخيل في التفسير صـ ٢٦].
Dari penjelasan di atas, kita menemukan "petunjuk", untuk memahami dakhîl fi tafsîr (penafsiran yang cacat) sebagai sebuah cabang ilmu tafsir. Ternyata, kita perlu tau lebih dulu apa itu asîl min tafsîr (penafsiran yang benar). Dengan memahami penafsiran yang benar, kita akan mudah mengenali dakhîl fi tafsîr.
Kalau hari ini kamu sudah coba berkenalan dengan definisi dakhîl fi tafsîr, semoga dengan terus mengenalinya kamu bisa jatuh cinta, dan tanpa terasa, kamu bisa menguasainya dengan penuh ceria. Like you jalan-jalan ke Korea. 15 hari serasa 1 hari, dan pingin balik lagi. Semoga belajar kamu bisa senikmat itu. Eh, ada yang baca tulisan ini lebih dari 5 menit? (omair)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
