Mengukir Jalan: 44 Tahun Ikatan Alumni Pesantren IMMIM
Curhat | 2025-09-10 22:22:39
*Bagian tulisan ini bisajadi adalah doa.
Sebuah cerita bermula dari dua tempat yang bernama Tamlanrea dan Mianasate’ne. Kala itu, Moncongloe belum menjadi rumah bagi kampus ketiga. Tempat berdirinya Pesantren IMMIM, sebuah kawah candradimuka yang telah mencetak ribuan santri menjadi jamaah masjid.
Dari sanalah, benih-benih persaudaraan dan semangat pengabdian ditanamkan, tumbuh subur dalam hati setiap alumni yang kini tersebar di seluruh penjuru negeri. Waktu terus bergulir, tahun demi tahun berlalu, dan ikatan itu tak pernah putus. Bahkan, semakin kuat, hingga akhirnya terwujud dalam sebuah wadah bernama Ikatan Alumni Pesantren IMMIM (IAPIM).
Tepat 44 tahun yang lalu, sebuah gagasan sederhana dari para alumni melahirkan sebuah organisasi yang tetap hanyalah perkumpulan biasa. Bahkan di hari miladnya ini, pengurusnya masih sibuk dengan keperluan individu.
IAPIM hadir hanya sebagai rumah kesekian, tempat para alumni kembali berkumpul kalau ada waktu. Kadang berbagi cerita, dan sesekali menyatukan langkah. Mereka adalah warga kampus modern, berbekal ilmu agama dan pengetahuan umum, siap menghadapi tantangan zaman.
Dari bangku pesantren yang sederhana, mereka menjelma diantaranya menjadi tokoh, baik di bidang pemerintahan, pendidikan, bisnis, maupun dakwah.
Setiap pertemuan adalah reuni penuh makna. Tawa riang dan canda hangat kembali mengisi ruang-ruang kenangan. Namun, di balik itu semua, tersimpan tekad yang sama: mengabdikan diri kepada umat dan bangsa.
IAPIM kadang sekadar ajang nostalgia, melainkan wadah untuk merajut sinergi, mengoptimalkan potensi, dan melanjutkan estafet perjuangan. Semangat “Sekali Santri, Tetap Santri” menjadi motto yang tak lekang dimakan waktu.
Dalam perjalanan 44 tahun ini, IAPIM telah membuktikan diri sebagai organisasi yang dinamis dan adaptif. Berbagai program telah diluncurkan, mulai dari kegiatan sosial, bimbingan belajar, hingga pelatihan kewirausahaan.
Semua ini dilakukan semata-mata untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Di tengah arus globalisasi yang serba cepat, IAPIM tetap teguh pada komitmennya untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.
Hari ini, 44 tahun setelah kelahirannya, IAPIM hanya sekadar nama saja. Kak Mappinawang telah wafat, bahkan belum dinamakan siapa penggantinya. Kalaupun ada, itu dalam sunyi.
Kadang, kisah kita adalah kisah tentang persaudaraan, pengabdian, dan keberanian. Sebuah kisah yang mengajarkan bahwa sejauh apa pun kita melangkah, akar kita akan selalu kembali ke tempat di mana semuanya bermula, sebuah pesantren kecil yang kini telah melahirkan ribuan pemimpin bangsa.
Saya tak kuat mengetikkan huruf berikutnya, saya berhenti di sini IAPIM ku, IAPIM kita, semoga tetap baik selalu Alfatihah buat Kak Indra Jaya, buat kakanda yang telah mendahului, sekali lagi, lahum alfatihah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
