Salsa dan Rian
Sastra | 2025-09-10 19:02:52
Wahana bermain di belakang rumah lamaku ketika hujan turun di saat ini, mengingatkanku pada sebuah kenangan lama. Hujan disertai guntur memberikan pengaruh berlebihan yang membuatku terbayang pada sosok di balik pohon jambu. Meski lama sudah tidak tumbuh buahnya, meski buah yang tumbuh akan membusuk terutama jika lebih dari seminggu, aku masih tetap nyaman berada di bawahnya. Pohon ini, semenjak aku berada di luar negeri memang tidak ada yang mengurusnya sejak dua puluh dua tahun yang lalu.
Pohon itu bernama Sari. Itu adalah paduan dari dua anak manusia yang dipertemukan ketika mereka masih kanak-kanak, ketika mereka mengira bahwa dunia semuanya berwarna merah jambu dan biru muda. Bagaimana indahnya bukan? Bahkan rasanya melihat Chika dan Chiko bermain di sana, aku ingin menjadi seperti mereka dengan suasana dulu. Tetapi, bukankah waktu berjalan begitu cepat seperti daun yang lepas dari rantingnya dan takkan mungkin untuk disatukan kembali karena akarnya telah mati. Itulah waktu, begitu cepat dan lekas pergi entah ke mana.
Baiklah, aku ke sana. Langkah satu
“Hei Salsa.” Suara anak laki-laki berkulit hitam dengan mata cokelatnya memandangiku dari balik semak di bawah pohon kelapa.
“Pasti kamukan Rian? Mana jangan sembunyi kayak cewek gitu.”
Lantas suara itu seketika hilang. Lalu Salsa, pergi mencari Rian yang ingin ia temui setelah tak bertemu dua hari.
“Jangan sembunyi seperti itu. Mana kamu? Emang enggak mau cokelat.”
Tiba-tiba ada yang mengelinting rumput di telinga Salsa, itu adalah Rian.
“Alah giliran aku sebutin cokelat kamu keluar.”
Setelah mereka bertemu akhirnya merekapun saling kejar-kejaran dengan canda tawa kedua anak manusia dilanda kegembiraan tiada tara itu.
Akupun terbangun dari lamunanku. Mengkhayalkannya yang telah berlalu akhirnya berhasil membuatku kehilangan dari kenyataan dalam sejenak. Tidak apa-apa, ini cuma sesaat bukan. Untunglah aku memiliki masa kecil yang indah, penuh kegembiraan dari yang tak mungkin lterulangi. Lihat, Chika dan Chiko saling melempari pasir yang entah dari mana mereka dapat, kurasa dari pasir milik tetangga yang akan membangun rumahnya karena roboh dua minggu yang lalu akibat rumahnya dulu berbahan kayu lalu lapuk karena sudah seratus tahun.
Aku kembali melangkah memandangi pohon itu dengan semakin dekat. Begitu manis dan akhirnya sesuatu terjadi lagi di pikiranku.
“Salsa, kamu udah kelas berapa?” Tanya Rian.
“Aku kelas enam.”
“Kata ibu, kamu akan pindah ya?”
“Kok kamu bilang begitu?”
“Iya ibu yang bilang. Benarkah?” Wajah Rian mulai semu. Ia seperti ingin menangis.
Salsa hanya terdiam.
“Kamu beruntung dan hebat ya.”
“Maksudnya?” Tanya Salsa sambil menoleh ke wajah Rian.
“Aku sangat ingin bisa seperti kamu. Bisa sekolah dan belajar. Pasti banyak pelajaran seru. Apalagi kalau kamu belajar di Amerika. Aku banyak melihat gedung-gedung besar di sana dari televisi. Semoga suatu hari nanti aku bisa menyusul kamu.”
Salsa hanya terdiam. Seketika ia tersenyum lebar walau Ia tidak dapat menjawab pertanyaan Rian. Tapi ia berharap agar Rian suatu hari nanti dapat mengunjunginya.
“Aku punya sesuatu untuk kamu.”
Rian menunjukkan sebuah buku tulis bersampul pink dengan sebuah pena berwarna matahari. Iapun menyerahkannya pada Salsa.
“Aku harap, buku ini dapat bermanfaat ya. Aku tidak minta diingat oleh kamu kembali. Tetapi, dengan buku ini, semoga kamu bisa menulis banyak kisah seru selama di sana.”
“Terimakasih Rian.”
Hari itu dalah pertemuan terakhir. Keduanya berpisah dan tak lama kemudian hujan turun deras, Salsa dicari ibunya. Ia menyembunyikan buku pemberian Rian di dalam tasnya. Rian tinggal di bawah pohon itu dengan diselimuti hujan lebat. Salsa masuk ke mobil dan ia melihat Rian tanpa jeda akhirnya keduanya terkena air perpisahan. Salsa menangis, dan Rian terbasahi oleh hujan.
Tanpa terasa air mataku tumpah mengenang itu semua. Ia kembali membuka buku lama itu. Di lembar terakhir, terdapat fotoku dan suamiku Ardy. Ia dia Adalah ayah dari Chika dan Chiko. Rian dan aku, adalah pertemuan yang nyata dan ia kini benar menikah . tetapi bukan dengan aku (Salsa) melainkan dengan Salsa di kehidupan yang berbeda.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
