Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muliadi Saleh

Forever Young ala PERJAKA: Jiwa yang tak Pernah Menua

Gaya Hidup | 2025-09-03 08:38:35

oleh Muliadi Saleh

PERJAKA : SEHAT CERIA KEREN

Seperti biasa, pagi ini diawali dengan berjalan kaki di jalur pendek bersama komunitas PERJAKA di Bukit Baruga. Karena setiap langkah ada doa, setiap hembusan nafas adalah syukur, dan ngobrol sambil menapaki setiap jengkal jalan adalah keasyikan yang tak tergantikan. Awalnya hanya berdua dengan sahabat -Husba Phada, lalu menyusul Pak Bahtiar yang datang dengan senyumnya yang khas, kemudian bergabung Pak Desa, Pak Ayyub, hingga Dewan Suro PERJAKA, Dokter Rahman. Seperti aliran sungai kecil yang makin riuh ketika anak-anak air bergabung, percakapan kami pun mengalir penuh cerita.

Obrolan kali ini terpantik oleh candaan om Bahtiar: “Forever Young.” Dua kata yang sederhana, tapi menyimpan filosofi panjang, bahkan melampaui sekadar urusan tubuh yang awet muda. Dari situlah diskusi pagi ini berputar, ditemani sejuknya udara Bukit Baruga dan langkah kaki yang berirama.

“Forever Young” dalam arti harfiah berarti tetap muda selamanya. Tapi siapa yang bisa menolak usia? Rambut putih tetap akan tumbuh, kulit tetap akan berkerut, dan langkah kaki suatu saat akan melambat. Namun, kami sepakat, yang bisa dijaga bukanlah raga, melainkan jiwa. Karena sejatinya, usia hanya menghitung tahun, sementara jiwa menghitung semangat.

Pak Desa bercerita bahwa jiwa muda adalah seperti anak kecil yang setiap hari merasa dunia ini baru saja diciptakan. Segala hal dilihat dengan mata takjub. Tak peduli berapa umur di KTP, rasa ingin tahu yang terus menyala itulah tanda bahwa seseorang masih “forever young.”

Pak Ayyub menimpali, bahwa keterbukaan pada perubahan adalah kunci lainnya. Orang bisa berusia 70 tahun tapi tetap segar karena mau belajar hal baru, mau mendengarkan yang lebih muda, mau tertawa pada hal-hal sederhana. Sebaliknya, orang yang menutup diri bisa tampak menua lebih cepat, meski tubuhnya sehat.

Dokter Rahman menambahkan perspektif yang lebih filosofis: menikmati hidup dengan penuh energi adalah bentuk kesehatan batin. Menjadi “forever young” berarti tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga rohani. Sebab hidup ini singkat, dan cara kita menyikapinya menentukan kualitas usia, bukan panjangnya.

Sambil menapaki jalan setapak yang mulai menanjak, percakapan kami semakin meluas. Kami sepakat bahwa menjadi “forever young” adalah perlawanan terhadap sinisme. Ia menolak sikap merasa sudah tahu segalanya, menolak mengunci diri pada rutinitas, dan menolak berhenti kagum pada kehidupan.

Gaya PERJAKA, Forever Young

Di media sosial, istilah ini sering dipakai untuk memamerkan wajah yang awet muda, atau tubuh yang tak berubah sejak lama. Lagu Alphaville bahkan memberi nuansa melankolis, doa manusia pada keabadian. Tetapi bagi kami pagi itu, “forever young” adalah sesuatu yang lebih dalam: warisan jiwa yang tetap segar, semangat yang tak padam, dan energi untuk terus memberi arti bagi sesama.

Maka, menjadi “forever young” bukanlah persoalan kosmetik atau olahraga semata. Ia adalah seni merawat jiwa.

Merawat rasa ingin tahu.

Merawat kegembiraan sederhana.

Merawat cinta yang tidak lekang oleh waktu.

Dan bukankah itu yang membuat hidup tetap indah? Bahwa meski tubuh pelan-pelan menua, hati kita bisa tetap muda, penuh cahaya.

Pagi itu di Bukit Baruga, langkah kami berakhir, tapi percakapan masih terus terngiang. “Forever Young,” ujar Pak Bahtiar, “bukan soal menolak tua, tapi soal belajar agar jiwa kita tak kehilangan pagi.”

Dan kami pun tersenyum, merasa bahwa di balik setiap keriput, ada cahaya yang tetap bisa kita jaga: jiwa yang tak pernah menua.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image