Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Novia Riawati, S.E

Anak Gaza Vs Duck Syndrome

Edukasi | 2025-09-01 19:54:17

Pernah dengar istilah duck syndrome? Itu lho, kondisi di mana kita kelihatan baik-baik aja dari luar, senyum, aktif di kampus, postingan medsos rapi padahal di dalam hati lagi ngos-ngosan ngadepin tekanan. Kayak bebek yang tenang di permukaan air, tapi kakinya mendayung panik di bawah. Banyak mahasiswa sekarang ngalamin ini: terlihat sukses, tapi sebenarnya stress.

Sekarang coba bandingin sama anak-anak Gaza. Hidup mereka jauh dari kata aman, suara bom jadi “alarm” tiap hari, sekolah bisa hancur kapan aja, fasilitas kesehatan terbatas, bahkan makan pun sering nggak cukup. Tapi, mereka tetap belajar, tetap bercita-cita tinggi, bahkan berprestasi.

Bedanya apa?

Anak-anak Gaza tumbuh dengan fondasi iman yang kuat. Mereka tahu hidup bukan cuma soal nilai ujian atau pencapaian akademik, tapi perjuangan mulia untuk agama dan masa depan bangsanya. Bagi mereka, belajar itu bagian dari jihad, ibadah untuk Allah dan persiapan membangun negeri.

Allah ﷻ bilang:

“Janganlah kamu merasa lemah dan jangan bersedih hati, sebab kamulah orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Ayat ini yang bikin mereka kuat. Mereka percaya, seberat apapun kondisi, Allah selalu bersama orang beriman.

Sementara kita di negeri aman kadang justru terjebak standar hidup palsu. Harus terlihat keren, sukses, aktif, padahal hati lagi kosong. Itulah akar duck syndrome. Kita capek ngejar validasi, bukan ngejar makna hidup.

Rasulullah ﷺ juga pernah bilang :

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim)

Kuat di sini bukan cuma otot, tapi juga mental dan iman. Nah, di situlah bedanya. Anak Gaza mentalnya ditempa iman, kita kadang mentalnya ditempa deadline. ????

Belajar dari Gaza, ada beberapa hal yang bisa kita terapin:

1. Punya tujuan hidup jelas. Hidup itu bukan sekadar ikut arus, tapi tahu mau jadi apa dan buat apa.

2. Dekat sama Allah. Stres pasti ada, tapi kalau kita punya tempat curhat terbaik lewat doa, hati jadi lebih tenang.

3. Bangun support system sehat. Jangan jalan sendiri, tapi cari teman, komunitas, atau keluarga yang bisa saling menguatkan.

4. Stop fake happiness. Nggak usah pura-pura kuat, lebih baik belajar jujur sama diri sendiri dan fokus healing dengan cara yang halal.

Ibnul Qayyim pernah bilang: “Kekuatan hati ada pada ketergantungan kepada Allah. Jika hati lemah, seluruh tubuh ikut lemah.”

Nah, anak Gaza udah buktiin ini. Mereka hidup di tengah perang, tapi tetap semangat belajar. Kita hidup di negeri damai, masa masih kalah tangguh?

Jadi, yuk belajar dari Gaza. Bukan cuma biar kita terhindar dari duck syndrome, tapi juga biar jadi generasi yang kuat, optimis, dan siap ngadepin masa depan dengan iman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image