Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Demonstrasi, Penjarahan, dan Kapabilitas Spiritual

Info Terkini | 2025-08-31 10:47:46

Cobaan besar sedang dihadapi bangsa ini pasca HUT kemerdekaannya. Ribuan tulisan opinipun terlayang, urun pendapat dan berbagi gagasan. Rasa terpanggil sebagai warga negara untuk turut urun rembug, menyuarakan pikiran demi kondisi bangsa yang lebih baik. Hal ini antara lain datang sebagai respon dari gelombang unjuk rasa dan kerusuhan yang meluas sejak 25 Agustus, dipicu oleh usulan kenaikan tunjangan DPR yang dianggap tidak etis di tengah krisis ekonomi, yang sayangnya, belum mendapatkan ruang dialog yang cukup dengan wakil rakyat. Lalu gelombang amarah rakyat kembali tersulut dengan meninggalnya seorang pejuang muda keluarga, Affan Kurniawan, di tengah kegalauan publik tentang rencanan kenaikan pajak, iuran jaminan kesehatan, dan ragam kecemasan lainnya dalam menghadapi hari-hari ke depan.

Namun, apa yang terjadi, alih-alih terus menyuarakan tuntutan kegelisahan hidup, demo seakan menjadi berbelok arah, yaitu menyerang fasilitas publik, kantor polisi dan juga bahkan penjarahan rumah sejumlah anggota dewan.

Nah, sampai disini, marilah kita berpikir kembali dengan melibatkan nurani, atau lebih khusus lagi melibatkan kapabilitas spiritual kita. Kapabilitas spiritual, secara umum adalah konsep yang mengkombinasikan teori Amartya Sen dan Abdallah Rothman, juga warisan ilmu hikmah dari ilmuwan besar Al Ghazali dan Al Bakhli. Kapabilitas menyangkut kemampuan individu untuk meraih hal terbaik bagi kehidupannya, sedangkan spiritual adalah penjelasan bahwa sejatinya manusia bukan hanya mahluk jasad yang berakal, namun sekaligus juga mahluk ruhani, memiliki qalbu sekaligus juga nafs. Mari kita bedah satu per satu:

Kapabilitas Spiritual

Dimensi pertama adalah ruhani. Maka ini adalah dimensi yang mengingatkan individu, bahwa dirinya, sejatinya adalah mahluk ruhani (bahwa sejatinya manusia hanyalah sepenggal perjalanan ruh di dunia, yang masih akan berlanjut lagi ke perjalanan abadi selanjutnya), sebagai mahluk aql (yaitu individu yang dikarunia akal untuk berpikir dengan jernih mana perbuatan yang benar dan mana perbuatan yang salah), sebagai mahluk yang memiliki qalb (yaitu individu yang dikarunai perasaan batin untuk membedakan mana perbuatan baik dan buruk), serta mahluk yang sekaligus memiliki nafs (dengan potensi kecerderungan mengejar kenikmataan (duniawi) sesaat).

Maka, ketika demonstrasi menjadi semakin liar, semakin jauh dari sasaran awal. Semakin tidak terkoordinasi satu komando, dan bahkan mengarah para perusahakan fasilitas umum, merampas hak orang lain, berbuat semena-mena, disinilah kapabilitas spiritual individu diimplementasikan.

Dimensi ruhani: tanya kembali dalam diri, apa manfaatnya ini bagiku, keluargaku dan negaraku. Mari ikuti arah ruhani diri, jangan sekedar larut dalam arus massa kolektif. Crowd behavior memang memberikan dampak luar biasa, patrotisme sesaat, namun mudah hilang visi dan bahkan dapat dikendalikan pihak-pihak luar.

Dimensi aql: ingatlah bahwa, salah satu nikmat terbesar yang Sang Maha Pencipta berikan adalah nikmat akal. Maka, saat situasi bangsa sedang berpotensi chaos seperti ini, gunakan nikmal aql tersebut, pilah mana aktivitas yang berpontesi menghasilkan maslahat dan manfaat, mana yang sebaliknya. Khususnya sebagai generasi muda dengan kebugaran badan yang prima dan semangat membara, periksa kembali setiap rencana langkah yang akan dilakukan. Cek kembali niatnya.

Dimensi qalb (kalbu): ingatlah bahwa, manusia dianugerahi kalbu, dimensi batin dan perasaan yang sangat halus. Dengarkan suara hati dengan seksama, jangan-jangan apa yang kita lakukan ketika turun ke jalan merupakan bentuk ketidaksukaan kita terhadapa apa yang didapatkan orang lain (hasad), jangan-jangan apa yang kita lakukan dengan teriak-teriak di jalan merupakan bentuk kesombongan kita (merasa paling benar, dan paling harus di dengar), dengan menganggap orang lain salah. Jangan-jangan apa yang kita lakukan di tengah jalan adalah upaya untuk sekedar mendapatkan pujian dari sesama manusia saja (lupa bahwa seharusnya yang kita lakukan adalah untuk mendapatkan ridho Allah Subhanahu wa ta’ala).

Dimensi Nafs: Mana aktivitas yang hanya sekedar penyaluran hawa nafsu memaki, menggungjing, menjelekkan orang lain di depan umum atau yang benar-benar mengungkapkan aspirasi rakyat. Lihat ke dalam diri sendiri, mana aktivitas yang berpotensi memperbaiki situasi, dan mana yang justru memperkeruh suasana.

Perjalanan Panjang Membangun Karakter Bangsa

Pada akhirnya, membangun karakter bangsa bukanlah sekadar proyek sosial atau politik. Ia adalah proses ruhani yang dimulai dari manusia sebagai makhluk multidimensi—ruh, aql, nafs, dan qalb. Empat dimensi ini bukan hanya struktur batin, tetapi fondasi peradaban.

 

  • Ruh adalah cahaya asal, sumber fitrah dan koneksi transendental. Ia mengingatkan bahwa manusia berasal dari langit, dan harus kembali ke sana dengan kemuliaan. Maka, setiap tindakan, sejatinya kembali kapada pondasi kesadaran ini, dan selalulah bertanya ”benarkah tindakan saya ini, akan memudahkan saya kembali ke jalan pulang kelak?”
  • Aql adalah alat tafakur, bukan sekadar logika. Ia menimbang bukan hanya benar atau salah, tapi juga hikmah dan makna. Maka pada setiap perencanaan, bertanyalah kembali dalam hati ”sudah benarkah langkah ini? Apakah ini bermanfaat bagi saya, keluarga, masyarakat, atau justru sebaliknya?”
  • Qalb adalah pusat rasa dan pemahaman terdalam. Ia bisa bersih atau berkarat, bisa menjadi cermin atau kabut. Maka, pastikan bahwa setiap momen, adalah momentum untuk membersihkan hati, agar nurani mampu memantulkan pandangan yang jernih dan bersih tentang niat kita
  • Nafs adalah medan perjuangan, tempat ego dan dorongan bertarung. Ia bisa menjadi kendaraan atau penjara, tergantung siapa yang memegang kendali. Maka pengendalian menjadi penting, dan manajemen diri menjadi hal utama.

Mengoptimalkan keempat dimensi ini adalah langkah awal menuju peradaban yang bukan hanya maju, tapi juga berjiwa. Peradaban yang tidak hanya membangun gedung, tapi juga membangun hati. Peradaban yang tidak hanya mencetak lulusan, tapi juga melahirkan insan yang takut kepada Allah, mencintai sesama, dan bertanggung jawab atas dunia.

“Jika kita ingin membangun bangsa, bangunlah manusia. Dan jika kita ingin membangun manusia, bangunlah ruh, aql, nafs, dan qalb-nya dalam cahaya akidah.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image