Akad Mudharabah dalam Fiqih Muamalah: Solusi Syariah untuk Kerja Sama Usaha
Ekonomi Syariah | 2025-08-29 21:37:48
Oleh: Aisyah sakhia sam’a_Mahasiswa Institut Agama Islam SEBI.
Dalam kehidupan ekonomi modern, kerja sama bisnis menjadi bagian penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan peluang usaha. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan solusi syariah untuk aktivitas ekonomi, salah satunya melalui akad mudharabah. Akad ini termasuk dalam kategori fiqih muamalah, yaitu cabang fikih yang mengatur hubungan antar manusia dalam urusan duniawi, khususnya ekonomi. Artikel ini akan membahas tentang pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, serta implementasi akad mudharabah dalam konteks modern.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama usaha antara dua pihak, yaitu shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola usaha). Dalam akad ini, pemilik modal menyerahkan sejumlah dana kepada pengelola untuk dikelola dalam kegiatan usaha yang halal dan menguntungkan, dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai nisbah (persentase) yang telah disepakati bersama. Namun, jika mengalami kerugian, maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal sepanjang tidak ada kelalaian dari pengelola.
Dasar Hukum Mudharabah
Akad mudharabah memiliki dasar hukum yang kuat dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’ ulama. Di antaranya:
- Al-Qur’an Surah Al-Muzzammil ayat 20: " dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah ” Ayat ini menunjukkan bolehnya seseorang mencari keuntungan melalui kerja sama usaha.
- Hadis Nabi SAW: “Dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda: 'Tiga hal yang mengandung berkah: jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampurkan gandum dengan kurma untuk kebutuhan rumah tangga, bukan untuk dijual.'" (HR. Ibnu Majah)
- Ijma’ ulama: Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat membolehkan akad mudharabah dengan syarat-syarat tertentu.
Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut fiqih, terdapat empat rukun utama dalam akad mudharabah:
- Pemilik Modal (Shahibul Maal): Orang yang menyerahkan modal kepada pengelola.
- Pengelola Modal (Mudharib): Orang yang mengelola usaha dengan keahliannya.
- Modal (Ra’sul Maal): Harta atau dana yang diserahkan dan harus dalam bentuk tunai atau setara.
- Akad (Sighat): Ijab dan qabul yang menunjukkan adanya kesepakatan.
Adapun syarat-syarat sah mudharabah antara lain:
- Modal harus jelas jumlah dan bentuknya.
- Nisbah keuntungan harus disepakati di awal dan proporsional.
- Pengelola bertanggung jawab atas pengelolaan usaha sesuai syariat.
- Akad tidak boleh mengandung unsur riba, gharar (ketidakjelasan), atau maisir (spekulasi).
Implementasi Mudharabah dalam Ekonomi Kontemporer
Dalam praktik modern, akad mudharabah banyak diterapkan dalam lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, koperasi syariah, dan lembaga pembiayaan syariah. Contohnya, nasabah menyimpan dana di bank syariah dengan akad mudharabah, dan bank akan mengelola dana tersebut untuk kegiatan usaha yang halal. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati antara nasabah dan pihak bank.
Selain itu, mudharabah juga digunakan dalam pendanaan usaha mikro, startup, dan kemitraan bisnis di sektor riil. Akad ini dinilai adil karena membagi risiko dan keuntungan secara proporsional sesuai kontribusi masing-masing pihak.
Akad mudharabah merupakan instrumen penting dalam fiqih muamalah yang mendorong kerja sama usaha secara adil dan beretika. Dengan prinsip kepercayaan, tanggung jawab, dan bagi hasil, mudharabah menjadi solusi syariah yang relevan di tengah tantangan ekonomi modern. Penerapan akad ini, baik oleh individu maupun lembaga, dapat mendorong tumbuhnya ekonomi umat yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
