Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Roma Kyo Kae Saniro

Rahasia Dunia dalam Balutan Daun: Kuliner Beras yang Memperkaya Nusantara

Kuliner | 2025-08-28 16:17:01

Roma Kyo Kae Saniro

Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Ilustrasi Nasi yang Dibukungkus Daun. (Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/closeup-shot-venezuelan-hallaca-dish_27398952.htm#fromView=search&page=1&position=1&uuid=d5d13915-d848-4c7d-bae2-5bf93f7fbaf6&query=lemper)

Sebagai masyarakat Indonesia, kita tidak dapat dipisahkan dari yang namanya nasi. Bahkan, jika kita sudah banyak mengonsumsi makanan karbohidrat lainnya seharian penuh dan belum mengonsumsi nasi, kita tetap saja mencari nasi untuk memenuhi kata “makan” yang biasa diidentifikasikan harus dengan nasi. Istilah “belum makan kalau belum makan nasi” menjadi budaya yang diyakin secara lama oleh masyarakat.

Nenek moyang kita sebenarnya telah mengenalkan berbagai makanan berkarbohidrat pokok lainnya, seperti tiwul yang dikonsumsi oleh masyarakat Jawa pada penjajahan Jepang. Kemudian, jagung yang dikonsumsi oleh masyarakat Madura, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah sampai ke Sulawesi. Ada pula berbagai olahan sagu yang dikonsumsi oleh masyarakat di Papua dan Maluku. Tidak hanya itu, berbagai makanan pokok lainnya seperti jelai, sorgum, jewawut, singkong pun dikonsumsi oleh nenek moyang dan hingga kini tetap dikonsumsi oleh masyarakatnya.

Beras menjadi sebuah primadona yang diduga muncul dari India atau Indochina sekitar 1500 SM yang lalu. Kehadiran beras ini menjadi sebuah komoditas yang sering dikonsumsi pesat saat masa kemerdekaan melalui program pembangunan pertanian. Program yang dimaksud adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) sekitar tahun 1969—1974 untuk swasembada beras. Pada masa tersebut, beras tidak hanya sebagai bahan pokok, tetapi juga menjadi sebuah simbol kemakmuran dan komoditas politik pemerintah yang mengakibatkan masyarakat yang awalnya memiliki makanan pokok yang beragam kebanyakan memilih untuk mengonsumsi beras (Mojok, 2022).

Tidak hanya menjadi karbohidrat utama, beras pun pada akhirnya memiliki ragam bentuk dan cita rasa lainnya. Tidak hanya dimakan dengan berbagai lauk yang biasanya ditaruh di atas atau di samping saat penyajiannya, beras yang dimasak menjadi nasi pun banyak diisi oleh lauk-pauk lainnya. Hal ini dibuktikan bahwa beragamnya makanan yang berasal dari beras dengan beragam isiannya dengan bungkus daun.

Daun bukan hanya berfungsi sebagai pembungkus alami yang ramah lingkungan, tetapi juga menghadirkan aroma khas yang memperkaya rasa. Daun pisang, misalnya, memberi wangi lembut yang menambah selera makan. Sementara daun jati memberikan aroma segar yang lebih kuat dan sering digunakan dalam tradisi tertentu.

Penggunaan daun juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat Nusantara yang dekat dengan alam. Di banyak daerah, membungkus makanan dengan daun bukan hanya soal praktis, tetapi juga simbol kesederhanaan, kebersamaan, dan pelestarian lingkungan.

Pada masyarakat Jawa, khususnya Kebumen, Jawa Tengah, adanya arem-arem yang merupakan olahan nasi yang dibungkus daun pisang, dikukus, dan diisi dengan berbagai bahan, seperti sayuran dan daging. Arem-arem pun dikonsumsi sebagai sarapan masyarakat karena bentuknya yang kecil dan praktis. Selanjutnya, di wilayah Sulawesi Selatan, terdapat buras atau burasa, yaitu nasi santan yang dibungkus daun pisang dan dikonsumsi bersama coto atau opor.

Tidak hanya itu, di Jawa dan Sumatera, masyarakatnya terbiasa menjadikan nasi menjadi lontong dan ketupat. Dua kuliner ini sebenarnya memiliki rasa yang sama, tetapi dengan bentuk dan pembungkus yang berbeda. Bentuk lontong pada umumnya adalah bulat panjang, sedangkan bentuk ketupat adalah persegi atau belah ketupat. Lalu, pembungkus lontong adalah daun pisang atau plastik, sedangkan ketupat dari anyaman janur. Persamaan keduanya adalah berasal dari nasi ini awalnya dimasak dalam daun pisang hingga padat dipotong-potong dan dikonsumsi bersama dengan sate, sayur, gulai, dan makanan berkuah lainnya. Bahkan, tidak hanya sebagai makan yang dikonsumsi saat sarapan, makanan tersebut juga dikonsumsi saat bulan Ramadhan dan Lebaran.

Di Jawa dan wilayah lainnya pun, masyarakat mengenal adanya bakcang yang merupakan makanan dari Tiongkok kuno yang datang ke Indonesia. Cerita asal muasal bakcang sangat beragam, salah satunya adalah kisah tragis bangsawan Tionghoa Qu Yuan yang mengorbankan diri dengan melompat ke Sungai pada tanggal 5 bulan 5 kalender Lunar. Lalu, masyarakat melempar nasi dengan bumbu lainnya agar jasadnya tidak dimakan ikan.

Kuliner beras dalam balutan daun bukan hanya soal rasa, tetapi juga nilai sosial. Makanan ini kerap hadir dalam acara adat, perayaan keagamaan, hingga sebagai simbol doa dan harapan. Misalnya, lontong dalam tradisi Lebaran melambangkan kebersihan hati dan kebersamaan. Selain itu, tren kembali ke bahan alami kini menjadikan makanan berbalut daun semakin digemari. Di tengah isu pencemaran plastik, makanan dengan pembungkus daun pisang atau daun jati menghadirkan solusi ramah lingkungan sekaligus menjaga tradisi.

Warisan kuliner ini tidak boleh hilang ditelan zaman. Apalagi, di era modern saat makanan instan dan kemasan plastik semakin mendominasi, kuliner tradisional dengan balutan daun harus terus dikenalkan kepada generasi muda. Upaya ini dapat dilakukan melalui festival kuliner, pengenalan di sekolah, hingga promosi di media sosial. Karena pada akhirnya, kuliner beras dalam balutan daun adalah cermin dari identitas, kreativitas, sekaligus kearifan lokal masyarakat Indonesia. Sebuah rahasia dunia yang tersimpan rapi di balik sederhana sehelai daun.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image