Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vivi nurwida

Jurus Menstabilkan Harga Beras dengan SPHP, Jaminan Pangan Masih PHP

Politik | 2025-09-13 10:05:35
Design by Canva

Harga beras kembali menjadi perbincangan panas di tengah masyarakat. Pemerintah berusaha menurunkan harga melalui program beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan). Skema ini digadang-gadang sebagai jurus jitu untuk meredam gejolak di pasar. Bahkan, anggaran bantuan pangan beras untuk rakyat miskin terancam dialihkan ke program SPHP. Artinya, masyarakat miskin yang biasanya menerima beras secara gratis kini diarahkan untuk membeli beras SPHP dengan harga yang diklaim lebih murah.

Jurus ini tentu menimbulkan banyak polemik. Data resmi menunjukkan harga beras masih tinggi di 214 daerah. Ironinya, di saat yang sama pemerintah mengumbar optimisme bahwa Indonesia akan mencapai swasembada beras karena stok melimpah. Jika benar stok berlimpah, mengapa harga tetap melambung? Pertanyaan ini mencerminkan paradoks dalam kebijakan pangan nasional.

Swasembada Beras hanya Mimpi

Swasembada beras adalah mimpi lama negeri ini. Pemerintah silih berganti mengumbar janji, tetapi realitas di lapangan tak seindah klaim yang diberi. Ombudsman menemukan fakta bahwa beras di gudang Bulog menumpuk hingga rawan penurunan kualitas karena penyimpanan yang terlalu lama. Fenomena ini sering disebut sebagai “obesitas Bulog”.

Gudang penuh memang memberi kesan aman, tetapi tidak otomatis membuat harga di pasar menjadi turun. Justru, stok yang lama tersimpan berpotensi menurunkan kualitas beras SPHP. Inilah yang kemudian banyak dikeluhkan masyarakat: meski harganya relatif lebih murah, kualitasnya dianggap kurang baik. Tidak heran, banyak toko ritel enggan menjualnya karena tidak diminati konsumen.

Dengan demikian, mimpi swasembada beras terasa getir. Ia hanya tampak sebagai pencapaian administratif di atas kertas, bukan kenyataan yang dirasakan rakyat dalam bentuk harga terjangkau dan kualitas yang baik.

SPHP Bukan Solusi Sistemis

Upaya menstabilkan harga melalui SPHP terbukti tidak efektif. Persoalan harga beras bukan sekadar soal pasokan, melainkan masalah tata kelola perberasan nasional yang karut-marut dari hulu hingga hilir. Distribusi yang tidak lancar, inefisiensi di Bulog, dan lemahnya koordinasi antarinstansi membuat stok berlimpah tidak berdampak signifikan pada harga.

Lebih parah lagi, tata niaga beras dikuasai oleh segelintir pemain besar yang mengendalikan pasar. Praktik oligopoli membuat harga tetap tinggi meskipun pasokan mencukupi. Pemerintah tampak gagap menghadapi persoalan ini. Dalam sistem kapitalisme yang dianut, negara hanya bertindak sebagai regulator. Ia memastikan “stok aman”, tetapi tidak menjamin keterjangkauan harga di pasar.

Dengan pola ini, beras hanya dipandang sebagai komoditas ekonomi, bukan kebutuhan pokok rakyat yang harus dijamin. Tidak heran, rakyat miskin yang sebelumnya terbantu dengan program bantuan beras gratis kini harus mengeluarkan uang untuk membeli beras SPHP dengan kualitas seadanya. Maka, SPHP murah hanya menutupi masalah, tapi kualitas parah membuat solusi gagal sudah.

Negara Abai Sebagai Penjamin Pangan

Kondisi ini memperlihatkan bagaimana negara melepaskan tanggung jawab fundamentalnya terhadap rakyat. Padahal, dalam Islam, seorang pemimpin adalah raa’in, yakni pengurus rakyat. Rasulullah saw. bersabda:

Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagai pengurus, seorang pemimpin wajib memastikan ketersediaan pangan hingga sampai ke tangan rakyat dengan harga terjangkau. Ia tidak boleh sekadar memastikan stok di gudang aman, sementara harga tetap mencekik di pasar dan ada individu yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.

Negara juga tidak boleh menyerahkan urusan vital ini pada mekanisme pasar yang dikendalikan segelintir kartel. Apalagi sampai mengorbankan rakyat miskin dengan menghapus bantuan demi memperbesar skema SPHP.

Solusi Sistemis dalam Islam

Islam memiliki pendekatan yang komprehensif dan sistemis dalam urusan pangan. Dalam sistem Khilafah, negara bertindak sebagai penjamin kebutuhan rakyat, bukan regulator yang setengah hati. Ada beberapa langkah mendasar yang dilakukan:

1. Distribusi Beras yang Efisien dan Adil

Negara memastikan jalur distribusi beras dari hulu hingga hilir berjalan lancar. Praktik oligopoli dan monopoli diberantas karena merusak mekanisme distribusi. Tidak boleh ada segelintir pihak yang menguasai rantai pasok dan menentukan harga seenaknya.

2. Peran Aktif Negara dalam Produksi dan Pengolahan

Negara tidak sekadar mengandalkan Bulog sebagai penumpuk stok, tetapi ikut memastikan lahan pertanian produktif, penggilingan beras efisien, dan jalur distribusi terbuka lebar. Negara pun memberikan dukungan penuh kepada petani agar mampu memproduksi dengan biaya rendah dan hasil optimal.

3. Bantuan Pangan untuk Rakyat Miskin

Bagi rakyat miskin, negara menyediakan beras secara gratis, bukan menggiring mereka membeli beras murah dengan kualitas rendah. Anggaran untuk itu tersedia dari baitulmal, yang bersumber dari harta zakat, kharaj, fai’, ghanimah, hingga kepemilikan umum seperti hasil tambang dan energi. Dengan sumber yang sah dan beragam, anggaran tidak pernah kosong sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

4. Swasembada Nyata, Bukan PHP

Dalam sistem Khilafah, swasembada pangan bukan sekadar klaim administratif. Ia benar-benar terwujud dalam bentuk ketersediaan pangan yang melimpah, berkualitas, dan terjangkau bagi seluruh rakyat.

Jadi, program beras SPHP hanyalah solusi tambal sulam yang gagal menyentuh akar persoalan. Ia ibarat plester yang dipasang pada luka menganga, sementara penyakit mendasarnya dibiarkan. Murah tapi kualitas parah, rakyat pun enggan membeli.

Selama negara hanya berpikir dalam kerangka kapitalisme yang menjadikan pangan sebagai komoditas, rakyat akan terus menjerit di hadapan harga yang melambung. Hanya dengan mengembalikan tata kelola pangan pada sistem Islam yang menempatkan pemimpin sebagai penjamin kebutuhan rakyat, bukan sekadar regulator pasar, kesejahteraan, keberkahan dan keadilan sejati bisa terwujud.

Wallahu a'lam bisshowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image