Media Sosial: Senjata Baru Pengawasan Publik di Era Digital
Teknologi | 2025-08-26 16:35:03
Oleh: Ananda Sophye Zulaikha Kibu_Mahasiswa Institut Agama Islam SEBI.
Di era digital, media sosial bukan lagi sekadar platform untuk berbagi kehidupan pribadi. Lebih dari itu, media sosial telah bertransformasi menjadi ruang publik yang kuat, tempat masyarakat berinteraksi, berdiskusi, dan bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Perubahan ini membawa konsekuensi signifikan, di mana suara publik kini memiliki dampak yang lebih besar terhadap kebijakan dan kasus-kasus yang melibatkan pemerintah.
Sebelum era media sosial, informasi mengenai kasus atau isu pemerintahan sering kali terpusat pada media massa konvensional. Kini, berkat platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat. Masyarakat dapat secara langsung melaporkan, mendiskusikan, dan memviralkan isu-isu yang mereka anggap penting. Fenomena ini memaksa pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel. Sebagai contoh, kasus-kasus korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang awalnya mungkin tidak terendus media mainstream, sering kali terungkap berkat “kegaduhan” di media sosial yang digagas oleh warganet.
Menurut penelitian dari Pew Research Center, media sosial memainkan peran penting dalam meningkatkan partisipasi sipil, terutama di kalangan generasi muda. Platform ini memungkinkan masyarakat untuk mengorganisir petisi daring, kampanye tagar, dan gerakan lainnya yang menuntut respons dari pemerintah.
Meskipun memiliki potensi positif, pengaruh media sosial dalam mengawasi pemerintahan juga tidak luput dari tantangan. Salah satu risiko terbesar adalah penyebaran hoax dan disinformasi. Kecepatan penyebaran informasi di media sosial, sayangnya, sering kali tidak diiringi dengan verifikasi yang memadai. Hal ini dapat memicu polarisasi, kesalahpahaman, dan bahkan mengganggu stabilitas sosial dan politik.
UNESCO dalam laporannya mengenai disinformasi, menyoroti bahwa narasi palsu sering kali dirancang untuk memanipulasi opini publik dan melemahkan kepercayaan pada institusi. Oleh karena itu, kemampuan masyarakat untuk memilah informasi dan berpikir kritis menjadi sangat krusial.
Melihat dinamika ini, masyarakat digital memiliki peran ganda: sebagai pengawas yang efektif sekaligus subjek yang rentan terhadap manipulasi. Masa depan pengawasan publik terhadap pemerintahan akan sangat bergantung pada seberapa bijak masyarakat menggunakan kekuatan ini. Diperlukan literasi digital yang lebih baik, baik dari sisi individu maupun kolektif.
Pemerintah juga perlu beradaptasi dengan realitas ini. Keterlibatan aktif dalam berdialog di media sosial, memberikan klarifikasi yang cepat, dan menggunakan platform ini sebagai jembatan komunikasi, dapat menjadi cara untuk membangun kembali kepercayaan publik. Dengan demikian, media sosial dapat menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah dan rakyat, bukan hanya sebagai arena pertarungan opini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
