Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Delky Nofrizal Qutni

Makan Bergizi, Ekonomi Kurang Gizi

Politik | 2025-08-24 02:04:34

Di Istana Negara, Presiden Prabowo Subianto bermimpi anak-anak Indonesia berlarian dengan perut kenyang dan tubuh sehat berkat Makan Bergizi Gratis (MBG). Di kertas anggaran, mimpi itu dibungkus angka fantastis mencapai Rp 460 triliun. Lebih besar dari anggaran pendidikan, lebih jumbo daripada belanja penciptaan lapangan kerja. Negeri ini seakan percaya, kesehatan anak bisa dibeli dengan nasi kotak bersubsidi.

Namun di kampung-kampung, dapur-dapur MBG mendidih dengan aroma lain mulai dari nasi basi, lauk berulat, sayur layu, buah-buahan busuk. Ironi itu nyata di banyak daerah dan menggema di berbagai media sosial. Anak-anak memang kenyang di sekolah, tapi pulang ke rumah tetap lapar karena ayah menganggur dan ibu hanya bisa menanak singkong. “Gratis” yang dijanjikan negara rupanya hanya berlaku di jam sekolah, bukan di ruang keluarga.

Lucunya, pemerintah berani memangkas transfer ke daerah hingga ratusan triliun demi memberi makan siang. Jalan desa rusak dibiarkan, irigasi tak dibangun, puskesmas kekurangan obat. Tapi jangan khawatir, selama anak-anak bisa menyantap nasi kotak, pembangunan bisa ditunda. Begitulah logika baru republik ini bahwa infrastruktur kenyang lebih penting daripada infrastruktur jalan.

Para toke lokal bersorak, sebab merekalah penguasa dapur MBG. UMKM kulinerpun sering dipersilakan menonton dari luar pagar, karena tak punya modal yang cukup. Negara yang katanya ingin memberdayakan rakyat, justru menyajikan panggung empuk bagi para pemain lama yang sudah kenyang kontrak proyek. Makan bergizi gratis, keuntungan bergizi penuh.

Seolah belum cukup, pemerintah juga menggagas Danantara, dana abadi pangan dengan target Rp 1.000 triliun. Mungkin nanti akan lahir jargon baru kisah tentang 'perut rakyat di tangan investasi global'. Kita tahu, BUMN banyak yang megap-megap, tapi entah kenapa keyakinan pada lembaga baru ini begitu bulat. Mungkin karena kertas kerja lebih gampang dibaca daripada perut rakyat yang keroncongan.

Negara tampaknya tengah sibuk memasak ilusi tentang anak-anak sehat tanpa orang tua sejahtera, perut kenyang tanpa dompet berisi, nasi kotak gratis tanpa lapangan kerja. Kita lupa, gizi anak tidak lahir dari kotak proyek, melainkan dari dapur rumah yang berdaya.
Jika pola ini diteruskan, jangan kaget bila MBG kelak jadi singkatan lain yaitu Makan Bergizi Basi. Enak di pidato, busuk di perut rakyat.

Prabowo tampaknya lebih percaya angka pertumbuhan ekonomi 5,1 persen di laporan resmi ketimbang keluhan emak-emak di pasar yang mengaduh harga beras Rp 15 ribu per kilo. Di ruang rapat, ekonomi kita bergizi semetara realitanya di dapur rakyat, terkadan minyak goreng pun tak sanggup lagi terbeli.

Penulis : Delky Nofrizal Qutni (Pemerhati Sosial Politik dari Kampung di Aceh)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image