Zakat, Wakaf, dan Pajak: Menimbang Keadilan Ekonomi Kapitalisme dan Islam
Agama | 2025-08-23 05:58:52
Isu kesejahteraan dan keadilan ekonomi selalu menjadi perdebatan global. Di tengah dominasi sistem kapitalisme yang bertumpu pada pajak sebagai sumber pendapatan utama negara, muncul pertanyaan mendasar: apakah sistem ini telah berhasil menciptakan pemerataan dan keadilan bagi seluruh rakyat? Sebaliknya, Islam menawarkan konsep alternatif yang berakar pada nilai-nilai spiritual dan sosial, yaitu zakat dan wakaf. Kedua instrumen ini tidak sekadar pungutan, melainkan fondasi ekonomi yang bertujuan untuk mengalirkan kekayaan dari yang kaya kepada yang membutuhkan, serta membangun aset publik demi kemaslahatan umat.
Meskipun pajak, zakat, dan wakaf sama-sama bertujuan menghimpun dana untuk kepentingan publik, mekanisme, motivasi, dan dampaknya sangatlah berbeda. Perbedaan mendasar inilah yang kemudian menjadi sorotan publik saat Menteri Keuangan Sri Mulyani menyamakan kewajiban pajak dengan zakat dan wakaf. Banyak yang melihat pernyataan ini sebagai upaya strategis pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak di tengah kondisi fiskal yang seret. Komentar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyamakan kewajiban pajak dengan zakat dan wakaf telah memicu perdebatan. Banyak yang melihat pernyataan ini sebagai upaya strategis pemerintah untuk mendongkrak penerimaan pajak di tengah kondisi fiskal yang seret.
Pajak memang menjadi tulang punggung utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demi mengamankan pemasukan, pemerintah tak ragu mencari objek pajak baru, seperti pajak warisan, pajak karbon, hingga pajak rumah ketiga. Tak hanya itu, pajak yang sudah ada pun terus dinaikkan tarifnya, contohnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Di tengah klaim pemerintah tentang efisiensi anggaran, sejumlah daerah di Indonesia kini dilanda gelombang protes akibat kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2). Setelah kekisruhan di Pati, demonstrasi serupa menjalar ke Bone, Cirebon, dan Jombang, di mana warga mengaku tagihan pajak mereka melonjak hingga ratusan bahkan ribuan persen. Kenaikan ini dinilai ekonom sebagai dampak langsung dari pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat, yang memaksa pemerintah daerah mencari cara lain untuk mengisi kas. Sementara itu, pemerintah pusat menyangkal, para ahli justru melihat fenomena ini sebagai sinyal nyata bahwa kondisi ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja dan memicu kekhawatiran adanya tekanan fiskal yang disembunyikan. (https://www.bbc.com/indonesia/articles/cjr10j5j70qo)
Ternyata kaitan antara efisiensi anggaran, Analisis opini rakyat yang berkembang belakangan ini menunjukkan adanya keresahan mendalam terkait arah kebijakan ekonomi. Banyak pihak berpendapat bahwa sistem yang ada saat ini, yang sangat mengandalkan pajak sebagai penopang utama ekonomi negara, justru terasa membebani masyarakat, khususnya mereka yang berada di kelas bawah.
Dalam pandangan publik, terdapat kekhawatiran bahwa kebijakan perpajakan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) cenderung lebih memihak pada kepentingan swasta atau korporasi besar. Mereka merasa bahwa kebijakan ini, termasuk regulasi tertentu yang dinilai mempermudah investasi besar, secara tidak langsung memperlebar jurang kesenjangan sosial. Alih-alih menyejahterakan, pajak yang dibayarkan rakyat miskin dianggap tidak sepenuhnya kembali dalam bentuk manfaat langsung. Sebaliknya, dana tersebut seolah-olah lebih banyak mengalir ke proyek-proyek yang lebih menguntungkan pihak-pihak kapitalis, seperti yang terlihat pada kebijakan pengampunan pajak atau insentif-insentif lainnya.
Pandangan ini mencerminkan persepsi bahwa rakyat semakin kesulitan, sementara di saat yang sama, pihak-pihak tertentu justru mendapatkan berbagai kemudahan dari negara. Hal ini memunculkan pertanyaan kritis tentang keadilan dalam sistem ekonomi, dan apakah kebijakan yang ada saat ini benar-benar mewakili kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk membedah perbedaan mendasar antara instrumen ekonomi yang digunakan. Pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi muslim yang kaya dan kekayaannya melebihi nisab serta mencapai haul. Wakaf hukumnya sunah, bukan sebuah kewajiban. Sedangkan pajak dalam Islam hanya dipungut dari lelaki muslim yang kaya, untuk keperluan urgen yang sudah ditentukan syariat sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Amwal, sifatnya temporer hanya ketika kas negara kosong.
Zakat merupakan salah satu dari sumber pemasukan APBN Khilafah (baitulmal). Namun pengeluaran Zakat (objek penerimanya) sudah ditentukan oleh syariat, yaitu hanya 8 asnaf sebagaimana disebutkan dalam QS 9: 60 Baitulmal memiliki banyak pemasukan, tidak bersandar pada zakat, salah satu pemasukan terbesar adalah dari pengelolaan SDA milik umum oleh negara yang tidak diserahkan pada swasta. Penerapan sistem ekonomi Islam kafah dalam sistem Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan pada tiap-tiap rakyat
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
