Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Gaza Mencekam, Suara Kebenaran Dibungkam

Politik | 2025-08-22 08:23:32

Oleh Rizka Adiatmadja

Praktisi Parenting & Penulis Buku

Dentuman bom bersaing dengan suara azan di tanah yang diberkahi. Gaza kembali menangis, bukan hanya karena darah yang tumpah, tetapi suara kebenaran pun coba dipadamkan. Para jurnalis yang seharusnya menjadi saksi dan penyampai berita, justru dibungkam dengan peluru. Dunia terdiam, seakan-akan nyawa manusia hanyalah angka, dan air mata anak-anak hanyalah hujan musiman yang tak perlu dihiraukan.

Membungkam Suara Kebenaran

Entitas penjajah Zionis kembali menunjukkan kebrutalan dengan membunuh lima jurnalis Al Jazeera di Gaza. Tragedi itu bukan sekadar hilangnya nyawa, melainkan upaya sistematis membungkam suara kebenaran agar genosida tak tersiar luas ke dunia. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengecam keras pembunuhan tersebut dan menegaskan bahwa serangan terhadap jurnalis adalah serangan terhadap kebebasan pers itu sendiri. (Kompas.com, 12 Agustus 2025)

Namun, kutukan demi kutukan ternyata hanya berhenti pada wacana. Aksi kejam itu tetap dilakukan oleh sang penjajah. Ini salah satu bukti bahwa hukum internasional tak bisa menghentikan brutalisme dan kejahatan entitas Zionis.

Lebih menyayat hati lagi, pembunuhan jurnalis berarti mematikan mata dunia. Ketika kamera mereka hancur, yang ikut lebur adalah harapan agar dunia melihat kebenaran. Gaza semakin terpuruk dan kebisuan global menjadi bagian dari konspirasi besar agar genosida kejam itu terus menghantam dan ditutupi dengan berbagai dalih.

Derita Gaza dan Diamnya Penguasa Muslim

Di balik pembunuhan jurnalis, derita Gaza kian pilu. Menurut laporan, lebih dari satu juta perempuan dan anak menghadapi kelaparan massal akibat blokade yang semakin kejam (Antara.com, 13 Agustus 2025). Mayoritas korban adalah perempuan dan ibu. Warga sipil terus dikorbankan dan setiap hari terus bertambah jumlahnya.

Sementara itu, dunia internasional terus mengutuk tanpa aksi nyata. Ironisnya, penguasa negeri-negeri muslim tetap memilih diam, enggan mengirimkan pasukan, seolah-olah cinta dunia dan takut kehilangan kekuasaan lebih besar daripada tanggung jawab menolong saudara seiman.

Diamnya para penguasa muslim sesungguhnya membuka kedok kemunafikan politik mereka. Dengan mudah mereka bersuara lantang di forum internasional, tetapi ketika rakyat Palestina menjerit minta pertolongan, mereka memilih menutup mata. Nasionalisme sempit, kepentingan ekonomi, dan ketergantungan pada Barat membuat mereka terbelenggu, tak lagi berani mengemban amanah Allah untuk menolong yang lemah.

Pada saat yang sama, wajah dunia internasional pun menunjukkan rapuhnya sistem global. Lembaga-lembaga dunia terbukti hanya alat bagi negara kuat, tidak pernah benar-benar berpihak kepada korban kezaliman. Gaza menjadi saksi bisu bagaimana hukum internasional diperdagangkan. Keadilan hanya menjadi jargon kosong yang mudah ditukar dengan kepentingan politik.

Sistem Islam Kafah sebagai Solusi Hakiki

Pembunuhan jurnalis tak akan memadamkan semangat perjuangan rakyat Gaza. Mereka memahami kemuliaan menjaga tanah yang diberkahi Allah. Justru, tragedi ini seharusnya membangunkan kesadaran umat bahwa tidak ada solusi selain kembali pada sistem Islam kafah. Sebuah sistem yang menjadikan jihad sebagai jalan mulia membela kaum tertindas.

Allah Swt. berfirman, “Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan-perempuan maupun anak-anak yang semuanya berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu!” (QS. an-Nisa: 75)

Ayat ini menjadi pengingat bahwa diam di hadapan kezaliman adalah pengkhianatan. Umat Islam wajib menolong rakyat Gaza hingga tanah mereka benar-benar bebas. Lebih dari itu, tragedi Gaza adalah cermin bagi kita semua, betapa rapuhnya dunia tanpa kehadiran sistem yang adil dan berpihak pada kebenaran.

Selama umat Islam terus bergantung pada kekuatan asing dan hukum buatan manusia, penderitaan akan selalu berulang. Hanya sistem Islam kafah yang mampu memutus rantai kezaliman karena ia berdiri di atas akidah yang menyatukan, bukan kepentingan dunia yang memecah belah.

Derita dan perjuangan rakyat Gaza semestinya bukan hanya berita duka yang lewat di linimasa, tetapi satu panggilan yang membangunkan keimanan kaum muslim. Ketika mereka mempertahankan tanah suci dengan darah dan air mata, maka kita pun dituntut untuk tidak tinggal diam. Kesadaran yang kolektif inilah yang sanggup menyalakan bara perubahan, hingga terwujudnya janji Allah bahwa kemenangan bagi orang-orang beriman benar-benar nyata.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image