Sebelum Zara Qairina, Ada Sarah bin Haran yang Menghadapi Raja Lalim
Kisah | 2025-08-21 07:08:13
Hastag #JusticeForZara masih berkumandang di berbagai platform media sosial bahkan dimanifestasikan dalam berbagai aksi langsung mendukung penegakan kebenaran dan keadilan untuk siswi kelas satu SMA di negeri Sabah, Malaysia. Suara semakin keras karena ada desas-desus yang tak bisa ditahan penyebarannya. Mulai dari bocornya rekaman suara bahwa korban ketakutan dengan ancaman kakak seniornya. Tersebar pula rekaman bahwa senior tersebut menyebut dirinya sebagai anak seorang dengan status “VIP” di sekolah.
Meski demikian, kita tentu tidak boleh berspekulasi mengaitkan semua kabar itu dengan proses kematian Zara Qairina Mahathir. Sikap terbaik, kita sabar menunggu rilis resmi dari kepolisian, apalagi mereka juga tidak menutup kemungkinan adanya dugaan bullying dalam kasus kematian yang menghebohkan publik di berbagai negara, terutama di Asia Tenggara ini.
Lalu apa hubungannya kisah tragis Zara Qairina dengan kisah Sarah istri Nabi Ibrahim alaihissalam (as)? Penulis tidak tahu pasti apakah orang tua Zara, terkhusus ibunda tercinta Moraida Lamat memberi nama putrinya Zara karena terinspirasi oleh nama Sarah istri Nabi Ibrahim as. Tetapi secara makna kedua nama tersebut (Zara dan Sarah) punya kesamaan yakni berarti menyenangkan. Lalu “Qairina” bermakna kebaikan. Jika dipadukan, maka anak yang diberi nama Zara Qairina diberikan oleh orang tuanya sebagai doa agar putrinya menjadi anak yang menyenangkan dengan segala kebaikan yang dilakukannya.
Sesuai dengan namanya, Zara Qairina memang anak yang baik, tidak berbuat macam-macam di sekolahnya meskipun dia juga anak yang cerdas. Rekaman suaranya membaca Al-Quran (tilawah) yang tersebar di media sosial juga menjadi penegas sosoknya sebagai remaja kecil yang cinta dengan Al-Quran. Akhir hidupnya yang tragis tentu tidak bisa kita asumsikan bahwa nasibnya tidak sesuai dengan namanya. Justru Zara Qairina akan menjadi permata dan cahaya bagi kedua orang tuanya di surga. Ia kelak akan memberikan kesenangan kepada kedua orang tuanya karena kebaikan-kebaikannya selama menjalani hidup. Kecintaan Zara pada Al-Quran dan kedua orang tuanya akan menjadi syafaat kelak di kemudian hari untuk kedua orang tuanya meniti jalan ke surga-Nya.
Jika memang kelak terbukti dari hasil penyelidikan kepolisian Diraja Malaysia bahwa kematian Zara Qairina karena kezaliman atau kelaliman seseorang atau orang lain misalnya karena bullying, maka penulis ingin menyampaikan sebuah kisah bahwa pernah ada Sarah yang juga nyaris menjadi korban kelaliman seorang penguasa di negeri Mesir di masa kenabian dahulu. Statusnya sebagai istri seorang nabi pilihan bahkan kelak menjadi bapak para nabi, tidak menghalangi kehendak Allah untuk mengujinya.
Kisah Sarah dan Raja Lalim di Mesir
Kisah Sarah bin Haran, istri Nabi Ibrahim as dengan raja lalim di Mesir ini, penulis sarikan dari kitab Qashashul Anbiya karya ulama besar Ibnu Katsir Rahimahullah. Dikisahkan bahwa setelah azab menimpa kaum Nabi Ibrahim dan juga Namrud, maka Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan negerinya.
Dikisahkan kemudian Tarikh bermigrasi bersama anaknya, Nabi Ibrahim beserta Sarah, dan keponakannya, Luth bin Haran, meninggalkan Babilon menuju Baitul Maqdis. Dalam perjalanan, mereka singgah di Haran. Di sana Tarikh meninggal dunia dalam usia 230 tahun. Di negeri ini Nabi Ibrahim juga mendakwahi kaum Haran yang menyembah bintang-bintang. Selanjutnya mereka singgah lagi di Jazirah dan Syam.
Ahli kitab menyebutkan, saat Ibrahim tiba di Syam, Allah mewahyukan kepadanya, “Sungguh, Aku menjadikan negeri ini untuk para keturunanmu sepeninggalmu.” Nabi Ibrahim kemudian membangun tempat penyembelihan kurban untuk Allah sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberi. Kubah bangunan itu dibuat menghadap ke Timur Baitul Maqdis, setelah itu Nabi Ibrahim pindah ke Baitul Maqdis. Namun karena di sana dilanda kekeringan, kesulitan dan harga barang-barang sangat mahal, akhirnya Nabi Ibrahim bersama yang lain pindah ke Mesir.
Ada beberapa riwayat yang menceritakan kisah Sarah dan Raja Lalim di Mesir. Di bawah ini kami pilihkan salah satunya, yakni sebagaimana diriwayatkan dari Al-Hafizh Abu Bakar Al-Bazzar dari Amr bin Ali Al-Fallas, dari Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi, dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu alaihi wasallam (saw), beliau bersabda. “Ibrahim tidak pernah berkata dusta, kecuali tiga kali, semuanya terkait Zat Allah; kata-kata Ibrahim, ‘Sesungguhnya, aku sakit.’ (QS. Ash-Shaffaat: 89), dan kata-kata Ibrahim, ‘Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya.’ (QS. Al-Anbiya’: 63). (Yang ketiga) suatu ketika Ibrahim dan Sarah melintas di sebuah negeri seorang raja lalim. Saat singgah di sebuah rumah, si raja lalim datang, kemudian ada yang berkata padanya, bahwa ada seorang lelaki bersama seorang wanita amat cantik singgah di tempat tersebut.
Si raja kemudian mengirim utusan untuk memanggil Ibrahim, kemudian si raja menanyakan tentang wanita tersebut, Ibrahim mengatakan, ‘Dia saudariku.’ Setelah pulang menemui Sarah, Ibrahim menuturkan, ‘Si raja itu menanyakan tentangmu padaku, lalu aku berkata, ‘Kau saudariku,’ karena saat ini tidak ada seorang muslim pun selain aku dan kamu, dan kau adalah saudariku, maka jangan kau dustakan aku di hadapannya.’
Utusan raja kemudian datang bersama Sarah. Saat raja hendak meraih Sarah, si raja tertimpa petaka. Ia berkata, ‘Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku, aku berjanji tidak akan menyakitimu.’ Sarah kemudian berdoa kepada Allah, si raja itu pun terlepas dari petaka yang menimpa. Namun si raja kembali meraih Sarah sama seperti sebelumnya atau lebih keras, Si raja kembali tertimpa petaka. Ia berkata, ‘Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku, aku berjanji tidak akan menyakitimu.’ Sarah kemudian berdoa kepada Allah, si raja itu pun terlepas dari petaka yang menimpa. Hal itu terjadi sampai tiga kali. Si raja kemudian memanggil salah seorang ajudannya yang terdekat, Raja berkata, ‘Yang kau bawa kepadaku bukan manusia, tapi setan. Keluarkan dia dan berikan Hajar padanya.’
Sarah datang saat Nabi Ibrahim sedang shalat. Saat melihat kedatangannya, Nabi Ibrahim menyelesaikan shalat lalu berkata, ‘Ada berita apa?’ Sarah menjawab, ‘Allah melindungi(ku) dari tipu daya orang lalim, dan menghadiahkan Hajar padaku sebagai seorang pelayan’.”
Setelah peristiwa itu, Nabi Ibrahim, Sarah dan Luth bin Haran meninggalkan Mesir kembali ke Baitul Maqdis dengan membawa sejumlah binatang ternak dan harta benda melimpah, didampingi Hajar Al-Qibthiyah Al-Mishriyah. Hajar ini kelak menjadi istri Nabi Ibrahim karena permintaan Sarah sendiri karena merasa iba kepada suaminya akibat dirinya tidak dapat memberikan keturunan. Kelak dari Rahim Hajar lahirlah putra Nabi Ibrahim bernama Ismail disusul hamilnya Sarah yang kemudian melahirkan Ishaq. Demikianlah kisah Sarah bin Haran, istri Nabi Ibrahim yang pernah hampir menjadi korban kezaliman seorang raja lalim di Mesir.
Semoga kelak Zara Qairina memberikan kesenangan kepada ibundanya sebagaimana Sarah bin Haran memberikan kesenangan kepada orang tua dan suaminya karena berhasil mempertahankan kesuciannya di hadapan raja yang lalim. Zara Qairina wafat di usia remaja awal. Ia kembali kepada Allah dengan membawa kecintaan kepada Al-Quran dan kecintaan kepada kedua orang tuanya. Ia kembali kepada penciptanya dalam keadaan menjaga kesucian sebagaimana awal penciptaannya. Semoga kelak ia memberikan syafaat kepada orang yang dicintainya dengan izin Allah Ta’ala.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
