Selayang Pandang tentang Sudut Pandang
Agama | 2025-08-18 06:36:12-Pandanglah dunia dengan mata akhirat, niscaya engkau akan terbiasa untuk memerhatikan hal-hal yang mulia dan berguna. Bukan sebaliknya-
Dalih kemajuan teknologi, alasan kebebasan berpendapat, minimnya filter pengendalian diri, kadang memengaruhi cara seseorang dalam memandang sesuatu. Ironisnya, bila sudah mengarah kepada buruk sangka terhadap sesama.
Point of View (POV) merujuk pada sudut pandang atau perspektif seseorang dalam melihat, menangkap, menyimpulkan atau menggambarkan suatu peristiwa. Sudut pandang dapat berkorelasi dengan prasangka seseorang.
Rasulullah saw mengajarkan bahwa seseorang hanya bisa dihargai dari kesucian hatinya. Suatu hari beliau bersabda kepada para sahabat, "Hati-hati dengan prasangka karena prasangka adalah seburuk-buruk dusta. Jangan menduga-duga, jangan memata- matai, jangan mendengki, jangan bertengkar, jangan saling membenci, dan jadilah hamba Allah yang bersaudara."
Ibnul Qayyim sering mengutip perkataan Abu Bakar bin Ayyash, "Abu Bakar dan Umar tidak mendahului kalian dengan banyak puasa dan shalat, tetapi dengan sesuatu yang menetap di hati. Buruk sangka kepada orang lain adalah sesuatu yang paling merusak hati."
Diceritakan bahwa salahsatu sahabat Ibrahim bin Adham, tabiin yang mulia, lewat saat Ibrahim bin Adham duduk bersama para sahabatnya. Orang itu melihat mereka tetapi tidak menyapa mereka. Salahsatu dari mereka berkata kepada Ibrahim bin Adham, "Apakah Anda melihat, bagaimana mungkin dia memandang kita tetapi dia tidak menyapa kita?"
Ibrahim bin Adham menjawab, "Mungkin dia sedang punya masalah."
Usut punya usut, setelah diklarifikasi ternyata benar adanya, istri orang tersebut dalam proses persalinan tetapi dia tidak mempunyai bekal apa-apa.
Dari Kinanah bin Jibilah As-Sulami, Bakar bin Abdillah Al-Muzany berkata,
"Jika engkau melihat orang yang umurnya lebih tua darimu maka katakanlah, ‘Dia mendahuluiku dengan iman dan amal sholeh, sehingga dia tentu lebih baik dariku." Sedangkan jika engkau melihat orang yang umurnya lebih muda darimu maka katakanlah, "Aku telah mendahuluinya melakukan dosa dan kemaksiatan, sehingga dia tentu juga lebih baik dariku."
Apabila engkau melihat teman-temanmu menghormati dan memuliakan dirimu, maka katakanlah, "Ini adalah keutamaan yang akan dipertanggungjawabkan." Kalau engkau melihat mereka meremehkanmu maka katakanlah,"Ini adalah akibat dosa yang pernah aku lakukan."
Dikisahkan bahwasanya Imam Ahmad sering menceritakan gurunya yaitu Imam Syafi'i di hadapan keluarganya. Dia memuji dan memuliakannya. Suatu ketika, Imam Syafi’i mengunjungi muridnya, Imam Ahmad bin Hanbal di rumahnya, beliau berdua makan malam bersama, kemudian Imam Syafi’i tidur di kamar yang sudah disiapkan. Segala sesuatunya berjalan sangat normal.
Di pagi harinya, putri Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mohon maaf, apa beliau itu Imam Syafi’i yang ayah sering memujinya dan engkau ceritakan kepadaku?“ Imam Ahmad menjawab, “Betul wahai putriku, ada apa?“ “ Maaf ayah, aku perhatikan darinya ada tiga perkara, pertama, saat kami hidangkan makan malam, beliau makan banyak sekali. Kedua, ketika beliau masuk kamar, beliau tidak bangun lagi untuk shalat malam. Ketiga, ketika subuh tiba, beliau tidak wudhu untuk shalat tetapi langsung shalat tanpa berwudhu dulu.“
Maka Imam Ahmad mengutarakan tiga hal itu kepada Imam Syafi’i dan didengarkan juga oleh putri Imam Ahmad. Maka Imam Syafi’i menjawab :
“Wahai Ahmad, aku makan banyak karena aku tahu makananmu berasal dari sumber yang halal, dan engkau adalah orang yang dermawan, sedangkan makanan orang yang dermawan adalah obat dan makanan orang pelit adalah penyakit, maka aku makan bukanlah untuk kenyang, tapi untuk berobat dengan perantara makananmu itu. Dan semalam aku tidak bangun malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku untuk tidur, tampaklah di hadapanku lembaran-lembaran al-Quran dan Sunnah (maksudnya secara hafalan, red) maka aku dianugerahi oleh Allah dapat menyelesaikan masalah sebanyak 72 masalah dalam ilmu fiqih yang aku berharap dapat membawa manfaat untuk kaum muslimin, maka aku tidak ada kesempatan untuk shalat malam. Adapun aku tidak berwudhu dulu untuk sholatsubuh berjama’ah, maka sungguh kedua mataku tadi malam sama sekali tidak tidur, semalaman penuh aku terjaga, maka aku shalat subuh dengan kalian masih menggunakan wudhu ketika isya.“ ( kitab Aniisul Mukminin : 80)
Kemudian Imam Syafii berpamitan kepada Imam Ahmad lalu pergi meninggalkannya. Imam Ahmad lalu berkata kepada putrinya,"Itulah yang dilakukan Imam Syafii malam tadi ketika dia berbaring, dan itu lebih baik daripada apa yang dilakukan ayah sambil berdiri."
Putri Imam Ahmad telah mewariskan kepada kita tentang sebuah pelajaran yang mulia dalam memandang. Dia mengritisi hal-hal yang penting: tentang banyak makan, shalat malam, dan tentang wudhu shalat Subuh. Dia tidak mengomentari pakaian, bentuk sorban atau penampilan Imam Syafii dan hal-hal sepele lainnya tetapi peduli dengan sesuatu yang mulia dan memang berguna.
Seorang muslim idealnya berusaha agar dirinya tidak mudah berburuk sangka. Pun perlu mewaspadai barangkali menjadi penyebab orang lain berburuk sangka kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga ukhuwah islamiyyah dan kehormatan diri.
Suatu malam, Shafiyyah binti Huyay ra, salah satu istri Rasulullah saw datang ke masjid untuk mengunjungi Rasulullah yang sedang i’tikaf di masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah, Shafiyyah pamit dan Rasulullah pun berdiri mengantarnya. Saat beliau sedang berdua, ada dua orang sahabat Anshar yang melihat dan mereka berjalan terburu-buru seperti menghindari Rasulullah saw, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:
“Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini adalah Shafiyah binti Huyay, istriku.” Mereka menjawab: “Maha Suci Allah, ya Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya prasangka buruk kepadamu ya Rasulullah).” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyelusup dalam diri manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia membisikkan hal-hal buruk ke dalam hati kalian atau mengatakan yang bukan-bukan.” (HR. Bukhari).
Kita perhatikan bersama bagaimana Rasulullah saw berusaha menghilangkan potensi kecurigaan dan prasangka buruk para sahabat. Padahal saat itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia. Sebuah langkah untuk menghentikan spekulasi dan prasangka yang mungkin berpotensi muncul akibat cara pandang yang masih perlu diluruskan.
*)Jika ada kesalahan, karena keterbatasan penulis semata, mohon kiranya dimaafkan.
Referensi: 1. Kisah Teladan Orang orang Saleh, Abdul Aziz Nashir, Istanbul, Jakarta, 2024.
2. Pada Jejak Sang Kekasih,' Adham Syarqawi, Qaf, Jakarta, 2024.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
