Di Balik Layar Digital: Mengukir Kedaulatan Bangsa Melalui Kode dan Data
Teknologi | 2025-08-17 18:05:21
Oleh Archy Renaldy Pratama Nugraha: Ketua dan Peneliti Information Technology Research Hub International Women University (ITRHub IWU)
Tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan bangsa kita, senantiasa menjadi momen untuk merenung. Di usia yang ke-80 ini, Indonesia berdiri di persimpangan jalan menuju visi besar: Indonesia Emas 2045. Visi ini, yang terangkum dalam Asta Cita kepemimpinan saat ini, memiliki satu fondasi utama yang tak dapat diabaikan: transformasi digital.
Sebagai seorang akademisi dan praktisi Teknologi Informasi, saya memandang Asta Cita bukan sekadar rencana politik, melainkan peta jalan yang selaras dengan denyut nadi revolusi digital. Nyaris setiap misi di dalamnya membutuhkan peran teknologi agar dapat diwujudkan secara efektif dan merata.
Ambil contoh misi kedua, tentang kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air. Di era modern, kemandirian ini juga mencakup pertahanan siber. Swasembada pangan dapat dipercepat dengan pertanian cerdas (smart farming) yang memanfaatkan data untuk meningkatkan produktivitas. Jika dahulu petani hanya mengandalkan insting dan langit, kini mereka memiliki "asisten digital" yang memprediksi cuaca dan kebutuhan pupuk, bagaikan menggunakan navigator GPS untuk panen.
Lebih dari itu, misi ketiga, tentang lapangan kerja dan kewirausahaan, adalah gambaran nyata bagaimana teknologi menjadi katalis. Ekonomi digital Indonesia telah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, dan pertumbuhan startup adalah bukti bahwa inovasi dapat tumbuh subur. Program-program kartu kesejahteraan dan kredit usaha yang dicanangkan Asta Cita dapat menjangkau lebih banyak masyarakat melalui platform digital. Teknologi ini berfungsi bagaikan "jalan tol" yang menghubungkan setiap desa ke kota-kota besar, bahkan pasar global, tanpa harus membangun infrastruktur fisik yang mahal.
Yang paling mendasar adalah misi keempat, yaitu pembangunan sumber daya manusia (SDM). Asta Cita secara tegas menyoroti penguatan sains, teknologi, pendidikan, dan digitalisasi. Investasi pada bidang ini akan melahirkan generasi pencipta teknologi, bukan hanya pengguna. Visi ini selaras dengan komitmen untuk melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi, yang dalam konteks Industri 4.0, sangat bergantung pada otomasi dan Internet of Things (IoT).
Membangun Fondasi Teoretis: Dari Modernisasi ke Pertumbuhan Endogen
Apa yang dilakukan Indonesia saat ini dapat dipahami melalui lensa teori-teori pembangunan global. Teori Modernisasi memandang pembangunan sebagai transisi dari masyarakat agraris ke industri. Kebijakan hilirisasi Asta Cita merupakan cerminan dari teori ini, di mana kita tidak lagi menjual bahan mentah, melainkan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah. Langkah ini secara efektif memutus mata rantai ketergantungan yang dijelaskan oleh teori Dependensi, yang selama ini menempatkan negara berkembang di posisi "pinggiran."
Namun, yang paling relevan dengan era digital saat ini adalah teori Pertumbuhan Endogen. Teori ini, yang berfokus pada investasi internal, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang didorong oleh modal manusia, riset, dan inovasi. Asta Cita yang memprioritaskan pendidikan, sains, dan teknologi secara langsung mengadopsi prinsip ini. Dengan mencetak talenta unggul dan mendorong inovasi, kita membangun "mesin pembuat hujan" teknologi kita sendiri, alih-alih menunggu "hujan teknologi" datang dari luar.
Tentu, ada tantangan besar. Meskipun Indonesia memiliki lebih dari 210 juta pengguna internet, kesenjangan infrastruktur digital masih ada. Sistem yang masih mengandalkan proses manual dan data yang tersebar juga menghambat efisiensi. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah penelitian, "informasi yang tersimpan dalam format fisik atau tersebar di berbagai sistem yang tidak terintegrasi menghambat akses dan verifikasi yang efisien".
Studi Kasus: Solusi Digital untuk Masalah Klasik
Pentingnya digitalisasi dapat kita lihat dari contoh sengketa informasi publik di sektor kehutanan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa antara tahun 2014 hingga 2023, laju deforestasi berfluktuasi, bahkan pada tahun 2023 terjadi peningkatan 27% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan total kehilangan hutan mencapai 257.384 hektare. Fakta ini menegaskan perlunya transparansi dan akuntabilitas.
Untuk mengatasi masalah ini, sebuah studi telah mengusulkan sistem yang menggabungkan teknologi blockchain dan Kecerdasan Buatan (AI). Sistem ini didesain menggunakan metode
Design Science Research Methodology (DSRM), yang berorientasi pada pencarian solusi. Menurut pencetus Bitcoin, Satoshi Nakamoto, blockchain adalah fondasi sistem terdesentralisasi yang menawarkan keamanan, transparansi, dan kesetaraan.
Dalam sistem yang diusulkan, teknologi blockchain digunakan untuk menciptakan "catatan permanen" yang kebal manipulasi, yang meningkatkan ketertelusuran dan transparansi. Sementara itu, AI seperti model BERT dan RoBERTa, yang dikembangkan oleh tim peneliti Facebook AI Research (FAIR) , digunakan untuk memverifikasi akurasi data dan memberikan rekomendasi berdasarkan data historis, sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih konsisten dan andal. Seperti yang dikemukakan oleh A. Zhuk, penerapan blockchain dapat merevolusi sistem hukum dengan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kepercayaan.
Pada akhirnya, Asta Cita dan teknologi digital adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, mewujudkan pemerataan ekonomi, dan memastikan Indonesia menjadi pemain global di masa depan.
Di perayaan 80 tahun kemerdekaan ini, mari kita pahami bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya tentang kedaulatan politik, melainkan juga kedaulatan digital. Gagasan utamanya adalah membangun kemandirian digital Indonesia. Ini berarti kita tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tapi juga produsen, pengembang, dan pemilik ekosistem digital kita sendiri. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, kita bisa memastikan bahwa teknologi menjadi alat untuk menciptakan keadilan, pemerataan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat, sesuai dengan visi Asta Cita, dan bukan sekadar jembatan menuju Indonesia Emas, melainkan fondasi kokohnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
