Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Ekaputri

Guru dan Kemerdekaan yang Masih Harus Diperjuangkan

Lainnnya | 2025-08-09 12:20:38

Kemerdekaan, sebuah cita-cita luhur yang memantik semangat perjuangan bangsa, seringkali dimaknai sebagai lepasnya belenggu penjajahan fisik pada 17 Agustus 1945, kala proklamasi bergema dan segenap rakyat bersorak penuh haru. Delapan puluh tahun setelah peristiwa itu, sebuah pertanyaan mendasar patut kita renungkan bersama: apakah kemerdekaan sejati hanya sebatas kebebasan dari dominasi asing, ataukah suatu kondisi di mana setiap warga negara telah mendapatkan hak atas kehidupan yang layak, kesempatan belajar tanpa hambatan yang berarti, serta ruang yang lapang untuk mengembangkan seluruh potensi diri? Pada sektor pendidikan, kemerdekaan seharusnya bermakna setiap guru dapat mengajar dengan ketenangan, jauh dari beban ketidakpastian status kerja, mendapat fasilitas yang memadai, atau mendapat penghargaan yang sesuai. Sayangnya, realitas lapangan menunjukkan bahwa konsep kemerdekaan bagi sebagian besar guru masih terpatri sebagai retorika megah yang belum sepenuhnya menjadi realita, sungguh sebuah ironi yang begitu menusuk nurani bangsa. Kondisi ini menunjukkan bahwa perjuangan menuju kemerdekaan yang utuh masih memerlukan upaya serius dan berkelanjutan dari berbagai pihak.

Pemerataan pendidikan, sebuah janji yang terus digaungkan, hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas diselesaikan oleh bangsa ini. Guru-guru serta para murid yang berdomisili di pusat-pusat kota besar mungkin saja menikmati akses terhadap fasilitas pendidikan yang sangat memadai, dilengkapi dengan teknologi mutakhir, serta kesempatan pelatihan berkelanjutan yang tak terputus, sehingga menunjang proses belajar mengajar secara optimal. Kontrasnya, masih banyak guru lain di pelosok negeri ini harus menghadapi tantangan yang luar biasa berat, termasuk berjalan berjam-jam atau bahkan menyeberangi sungai dengan segala keterbatasan demi mencapai ruang kelas dan bertemu murid-muridnya yang haus akan ilmu. Seringkali mereka terpaksa mengajar di bangunan kelas yang kondisinya sangat memprihatinkan, nyaris ambruk, dengan peralatan seadanya yang jauh dari kata layak.

Fakta yang jauh lebih menyedihkan adalah kesejahteraan finansial mereka yang masih jauh dari standar kelayakan. Guru honorer, yang jumlahnya sangat banyak, masih kerap menerima upah yang setara atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan upah harian buruh kasar yang tak memiliki jaminan masa depan. Pemerintah pernah mengusung sebuah jargon yang menarik, “Merdeka Belajar”, tetapi implementasi di lapangan juga belum berdampak untuk semua guru. Apa yang sebenarnya terjadi pada sistem pendidikan di negeri ini? Ketimpangan yang begitu mencolok ini secara gamblang menunjukkan bahwa semangat kemerdekaan yang kita peringati setiap 17 Agustus belum sepenuhnya mampu menyentuh dan mewarnai seluruh lapisan masyarakat pendidikan, menciptakan jurang lebar antara harapan dan kenyataan.

Gedung SMA oleh: Faizrul Wikimedia Commons
Aktivitas Berangkat Sekolah oleh: Muchtamir Wikimedia Commons

Makna kemerdekaan bagi seorang guru tidak hanya terpaku pada kebebasan mengajar sesuai dengan kreativitas pribadi atau metode pedagogis yang mereka yakini paling efektif dalam proses pembelajaran. Lebih substansial dari itu, merdeka berarti memiliki kepastian status kerja yang jelas dan terjamin, menerima upah yang benar-benar layak dan adil sesuai dengan beban kerja serta tanggung jawab profesi yang diemban, mendapatkan pelatihan yang relevan dan berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi, serta tersedia fasilitas pendidikan yang memadai dan mutakhir untuk mendukung setiap aspek pembelajaran secara optimal. Merdeka, bagi guru juga berarti kebebasan dari beban pikiran untuk mencari pekerjaan sampingan demi menutupi kebutuhan dasar sehari-hari yang semakin meningkat.

Sebuah dilema yang seringkali mengurangi fokus dan energi di kelas. Kemerdekaan seorang guru juga bergantung pada kemampuan menerapkan pembelajaran yang relevan dengan konteks nyata, dan kebutuhan unik para murid. Ketika seorang guru telah benar-benar merasakan kemerdekaan sejati dalam setiap aspek profesinya, maka pendidikan akan bertransformasi menjadi sebuah ruang tumbuh yang sehat, inspiratif, dan transformatif bagi generasi muda penerus bangsa. Kemerdekaan bangsa ini tidak akan lagi menjadi sekadar warisan sejarah yang tercatat dalam buku-buku, tetapi yang menghidupi dan membentuk masa depan gemilang Indonesia.

Mewujudkan kemerdekaan sejati, sebuah cita-cita yang harus terus diperjuangkan, menuntut pemerintah untuk menempatkan para guru pada posisi sentral kebijakan pendidikan, bukan sekadar sebagai objek dari berbagai program, tetapi sebagai subjek aktif yang suaranya didengar dan dipertimbangkan secara serius. Anggaran pendidikan yang telah dialokasikan dengan nominal besar, yang seharusnya menjadi tulang punggung kemajuan, harus diarahkan dengan akurat dan tepat sasaran. Pemerintah seharusnya memastikan bahwa dana tersebut tidak berhenti pada meja birokrasi, tetapi benar-benar sampai pada kebutuhan konkret sekolah dan para guru yang berjuang di lapangan. Kesejahteraan guru honorer, yang selama ini menjadi isu krusial, harus segera menjadi prioritas utama yang tidak dapat ditawar lagi, bukan hanya sekadar janji-janji manis yang diulur dari tahun ke tahun tanpa realisasi yang nyata.

Selain itu, upaya pemerataan fasilitas pendidikan harus dipercepat dan digencarkan di seluruh penjuru negeri, guna menjamin bahwa setiap anak, baik yang berada di pedalaman terpencil maupun yang tinggal di pusat kota metropolitan, memiliki kesempatan belajar yang setara dan berkualitas. Momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan ini seharusnya menjadi titik balik yang penting, menandai era baru di mana guru tidak lagi dipandang sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” yang dibiarkan berjuang sendirian, melainkan sebagai mitra sejajar negara yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh. Kemerdekaan adalah sebuah janji yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, dan janji itu wajib ditepati sepenuhnya. Bagi guru, janji kemerdekaan itu belum sepenuhnya tertunaikan dan tertebus.

Selama masih ada guru yang mengajar dalam ketidakpastian dan selama masih ada anak-anak yang sulit mengakses pendidikan yang layak, maka tugas mulia kita sebagai warga negara belum usai dan harus terus diperjuangkan. Menghormati jasa besar guru bukan hanya dilakukan dengan memberikan penghargaan simbolis pada Hari Pendidikan Nasional atau Hari Guru, tetapi juga dengan memastikan para guru mendapatkan hak dasar untuk dapat berkarya secara optimal. Tanpa guru yang benar-benar merdeka, kemerdekaan bangsa ini pun akan sekadar catatan sejarah yang diperingati setahun sekali, tanpa terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image