Budaya Pop dalam Pandangan Cultural Studies
Pendidikan dan Literasi | 2025-08-08 08:30:43Budaya pop adalah budaya yang banyak dikonsumsi oleh publik terutama kalangan remaja di wilayah urban. Salah satu contoh budaya pop adalah anime atau manga dari negeri Sakura, Jepang. Penggemarnya dikenal dengan nama Wibu atau pecinta budaya pop dari Jepang. Namun, setiap budaya pop memiliki panggilan spesifik yang terkait dengan budaya popnya misalnya Nakama untuk sahabat pecinta One Piece.
Kini Wibu dan secara spesifik Nakama sedang menjadi perbincangan publik karena media dan publik meghighlight bendera One Piece yang dikenal dengan nama Jolly Roger. Apa makna di balik budaya pop bendera One Piece ini sejatinya? Media sosial memperlihatkan banyak kalangan masyarakat terutama di level menengah ke bawah telah mengibarkan bendera komik One Piece ini dengan begitu antusias.
Permintaan produksi terhadap bendera One Piece ini pun sangat tinggi. Ini tentu saja menguntungkan bagi perputaran ekonomi di kalangan UMKM yang bergerak kencang sesuai dengan musim produk. Bahkan menurut pelaku usaha konveksi, permintaan pesanan bendera bergambar anime One Piece dari toko daring meningkat hingga 300 persen sejak awal Agustus (Hidayat, 2025).
Beberapa gambar bendera One Piece yang beredar di akun-akun media sosial menunjukkan bendera ini seperti sekadar poster yang terpajang di dinding akun media sosial seperti Instagram dan Facebook. Beberapa akun lagi memperlihatkan gambar bendera ini dikibarkan secara patriotik dalam satu tiang bersama Bendera Merah Putih. Seolah Bendera Merah Putih bersahabat dan bahkan memiliki level idealisme yang sama. Jolly Roger diletakkan di bawah Bendera Merah Putih. Hal ini menggambarkan bahwa bendera One Piece ini tidak merasa lebih tinggi dari Bendera Merah Putih.
Namun, ada juga akun media sosial yang menjadikan Jolly Roger sebagai narasi reflektif yang utuh dari perjuangan kru Bajak Laut Topi Jerami, pemilik bendera ini. Bajak Laut Topi Jerami adalah kawanan Bajak Laut yang dipimpin oleh anak muda bernama Monkey D. Luffy, tokoh utama komik besutan Eiichiro Oda ini yang memiliki kekuatan elastis berkat buah iblis yang ia makan. Ia memiliki kru yang hebat yaitu Roronoa Zoro, pendekar pedang tangguh, Nami, seorang navigator sekaligus mantan pencuri ulung, Usopp, seorang penembak jitu dan pendongeng penuh imajinasi, Sanji, seorang koki yang ahli bertarung dengan tendangan, Tony Chopper, dokter kapal yang bersahabat, Nico Robin, seorang arkeolog cerdas, Franky, tukang kapal sekaligus cyborg, Brook, seorang musisi sekaligus pendekar pedang, dan Jinbei, manusia ikan yang ahli dalam bela diri dan strategi.
Kru Bajak Laut Topi jerami ini mengejar harta karun bernama One Piece peninggalan dari Gol D. Roger yang tersimpan di Raftel, pulau terakhir Grand Line. Harta ini menjadi tujuan utama untuk mencapai simbol tertinggi sebagai Raja Bajak Laut sedunia. Dalam perjuangan utopis mengejar harta karun inilah terlihat nilai-nilai persahabatan dan semangat yang kuat dari para nakama kru Bajak Laut Topi Jerami.
Ramainya pengibaran bendera One Piece, Jolly Roger, memantik perdebatan publik di media sosial dan media TV mainstream. Sebagian kalangan konservatif menilai bahwa bendera One Piece ini bukan hanya penghinaan tetapi juga ancaman terhadap otoritas negara.
Bahkan, mereka menyatakan bahwa bendera ini dapat memecah belah bangsa. Pandangan seperti ini dinyatakan oleh elit pemerintah yang khawatir dengan fenomena ini. Mantan akademisi UI, Ade Armando, merasa terganggu dengan pengibaran bendera One Piece. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut pengibaran bendera tersebut berpotensi menjadi simbol perlawanan terhadap negara. Sementara itu, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menegaskan pelarangan pengibaran bendera Jolly Roger untuk menjaga simbol nasional dan keamanan negara. Senada hal ini, Menteri Politik dan Keamanan (Polkam), Budi Gunawan, menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan menoleransi tindakan yang dapat merusak citra perjuangan bangsa.
Sebaliknya, anak-anak muda, aktivis dan akademisi menilai berbeda bahwa bendera One Piece merupakan salah satu ekspresi kebebasan dan kritik yang positif. Apalagi secara hukum, tidak ada larangan untuk mengibarkan bendera dari serial Komik atau Kartun. Bahkan menurut Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar bahwa tidak ada dasar pelanggaran hukum terhadap pengibaran One Piece. Tidak ada aturan baik undang-undang, peraturan pemerintah, maupun putusan pengadilan yang melarang bendera tersebut (Tionardus & Prastiwi, 2025).
Dalam cultural studies, setiap budaya pop seperti Komik (Manga) dan Kartun (Anime) adalah ruang negoisasi kelas yang memiliki pemaknaan politik. Tak dipungkiri bahwa produksi dan representasi budaya pop berkaitan dengan kepentingan pasar dari komoditas industri budaya. Tapi, budaya pop bukan sekadar motif kepentingan ekonomi. Ada ekspresi identitas pribadi dan kultural yang sangat kontekstual.
Pemaknaan terhadap budaya pop sangat subjektif tergantung kepada pengetahuan dan pengalaman konsumennya. Tetapi, produser budaya pop ini tentu saja memiliki peluang untuk mengontrol respon konsumen budaya pop dari cara-cara dan metode represenasi budaya popnya melalui media yang dipilih. Ada yang memilih menampilkan budaya pop itu dalam wajah musik yang indah atau film yang serius. Ada juga yang menampilkan budaya pop dalam bentuk komik bacaan atau film kartun. Hal ini tergantung target konsumen dan kecenderungan pasar tentunya.
Wajah representasi budaya-budaya pop ini seperti musik, film, komik atau kartun kemudian menciptakan identitas yang subtil yang dipahami oleh konsumennya. Jika konsumsi budaya pop ini dilakukan secara konsisten dalam waktu yang lama, maka penghayatan ini melahirkan keterikatan psikologis dan imajinasi kultural yang lebih tinggi dan kuat, yang akhirnya membentuk suatu nulai-nilai budaya baru yang disebut dengan budaya fandom atau budaya penggemar.
Mereka para fans budaya pop tersebut tidak hanya melahirkan simbol-sombol baru, tetapi juga membentuk komunitas yang memiliki solidaritas dan pride yang tinggi. Ini bisa dilihat dari komunitas BTS-Army dan Blink bagi pecinta musik Korea, atau komunitas nakama pecinta One Piece untuk penggemar komik dan kartun One Piece.
Tentu saja, budaya baru fandom ini tidak hanya memiliki nilai ekonomi karena mendorong terciptanya market commodity yang memiliki demand yang jelas dan tinggi, tetapi juga dapat menjadi media perekat solidaritas baru anak-anak muda yang sangat politis, tak ubahnya dengan partai politik di dunia nyata, yang mengusung nilai-nilai moral dan mimpi akan kehidupan yang lebih baik.
Tetapi, hidup matinya budaya baru fandom ini tergantung regulasi atau aturan yang ada. Dukungan pemerintah sangat berperan penting. Di Jepang dan Korea Selatan, budaya pop adalah industri budaya dan bahkan alat diplomasi. Tetapi, di Indonesia budaya pop masih dipahami sebagai budaya rendahan dan bahkan terkadang dianggap sebagai ancaman.
Alhasil, dalam pandangan cultural studies, budaya pop seperti bendera One Piece, Jelly Roger, hanya akan mengancam mindset yang tertutup dan mapan karena pengibaran Jelly Roger menunjukkan tidak bekerjanya sistem kekuasaan hari ini secara akuntabel.
Negeri ini masih jauh dari keadilan sosial dan kesetaraan politik. Negeri ini juga masih memperlihatkan tingginya ketimpangan ekonomi. Di sinilah pentingnya budaya pop seperti bendera One Piece, Jolly Roger, memberi kritik yang halus.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
