Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aditya Hasiholan Purba

Kongres VI PDI Perjuangan: PDI-P Sebagai Penyeimbang, Bukan Oposisi?

Politik | 2025-08-07 21:06:42
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

"PDIP tidak memosisikan sebagai oposisi dan juga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan. Kita adalah partai ideologis yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat dan bersikap tegas sebagai partai penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak," kata Megawati di pidatonya dalam kongres ke-6 PDIP di Nusa Dua, Bali, Sabtu (2/8) Dentuman gong Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 2025 tak hanya mengumumkan dimulainya acara, tapi juga membunyikan lonceng pertempuran ideologis dan strategis. Ini bukan sekadar pergantian pengurus, melainkan penentuan nasib partai berlambang banteng moncong putih ini setelah kekalahan di Pilpres 2024. Pertanyaan besar yang menggantung adalah: akan tetap menjadi "banteng" yang garang di luar ring kekuasaan, atau berevolusi menjadi "penyeimbang" yang lebih cerdas dan strategis?

Mencari Jati Diri di Era Baru

Secara genetis, PDIP memiliki DNA sebagai partai penentang kekuasaan. Ingat bagaimana Megawati Soekarnoputri berani menentang Orde Baru. Sikap oposisi ini bukan sekadar pilihan, melainkan bagian dari identitas ideologis mereka sebagai pembela "wong cilik." Namun, politik adalah seni kemungkinan. Dengan kekuatan parlemen yang besar, berada di luar pemerintahan bisa jadi terasa seperti macan ompong. Kritikan vokal bisa saja dianggap angin lalu jika tidak didukung oleh daya tawar politik yang kuat.Di tengah situasi ini, sinyal dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menjadi sangat penting. "Kita harus berani mengambil sikap. Jangan sampai kita menjadi partai yang hanya ikut-ikutan, kita harus menjadi partai yang memiliki harga diri dan berani mengambil keputusan yang benar," begitu pernyataan yang sering diulang-ulang.Pernyataan ini bisa diartikan sebagai penolakan tegas terhadap godaan untuk sekadar bergabung dengan koalisi demi jabatan. Namun, di sisi lain, ini juga bisa menjadi isyarat untuk mengambil peran yang lebih cerdas.

Peran Penyeimbang: Strategi Cerdas atau "Oposisi Setengah Hati"?

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyatakan partainya tak menempatkan diri sebagai oposisi pemerintahan. Ia menyebut PDIP akan mengambil posisi sebagai partai penyeimbang.Megawati mengatakan partainya akan senantiasa memperjuangkan kebenaran. Ia mengklaim partaina akan terus berpihak kepada rakyat.Menjadi penyeimbang artinya tidak masuk dalam kabinet, tetapi juga tidak menjadi oposisi yang frontal. Ini adalah jalan tengah yang menawarkan keuntungan menarik. PDIP bisa tetap mengawal pemerintahan, mengkritik kebijakan yang tidak pro-rakyat, dan memastikan checks and balances berjalan tanpa harus bertanggung jawab atas setiap kegagalan pemerintah.Namun, peran ini juga seperti pisau bermata dua. Basis massa PDIP yang militan dan terbiasa dengan gaya oposisi yang garang bisa saja merasa dikhianati. Mereka bisa menganggap sikap ini sebagai "oposisi rasa koalisi," yang berpotensi mengikis loyalitas dan elektabilitas partai di masa depan. Pemerintah bisa saja menganggap sikap penyeimbang ini sebagai bentuk oposisi yang "setengah-setengah," sehingga kritik yang dilontarkan tidak dianggap serius. Akibatnya, PDIP bisa kehilangan taringnya sebagai oposisi tanpa mendapatkan pengaruh yang berarti.
Pilihan ini akan menentukan bukan hanya masa depan PDIP, melainkan juga lanskap politik Indonesia. Jika PDIP memilih jalan penyeimbang, kita mungkin akan melihat demokrasi yang lebih matang, di mana kritik dan pengawasan berjalan secara konstruktif. Namun, jika mereka tetap memilih oposisi, kita akan menyaksikan pertarungan politik yang sengit, yang bisa jadi menguntungkan bagi demokrasi atau justru merugikan stabilitas politik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image