Etika Qurani untuk Masa Depan Penerbangan Indonesia yang Berkelanjutan
Eduaksi | 2025-08-06 22:07:12
Langit Indonesia bukan sekadar ruang udara yang dipenuhi lalu lintas pesawat. Ia adalah bagian dari ekosistem ciptaan Tuhan, tempat diplomasi senyap berlangsung, di mana kepentingan ekonomi, kedaulatan, dan tanggung jawab ekologis saling bertaut. Dalam konteks krisis iklim global, sektor penerbangan menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga konektivitas nasional tanpa merusak bumi yang dititipkan?
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sangat mengandalkan sektor penerbangan untuk mobilitas warga dan pertumbuhan ekonomi. Namun, sektor ini juga menyumbang emisi karbon dalam jumlah signifikan. ICAO mencatat bahwa penerbangan menyumbang sekitar 2.5% dari total emisi karbon dunia. Jika tidak dikendalikan, angka ini bisa melonjak seiring meningkatnya frekuensi penerbangan pasca-pandemi.
Etika Qur’ani: Landasan Moral untuk Kebijakan Udara
Dalam menghadapi tantangan ini, pendekatan teknokratis semata tidak memadai. Kita memerlukan pendekatan spiritual dan etis yang lebih mendalam. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia memberikan fondasi kuat bagi perlindungan lingkungan. Al-Qur’an memuat banyak sekali ayat yang menekankan pentingnya keseimbangan, tanggung jawab, dan larangan merusak bumi.
Khalifah di Langit dan di Bumi
Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.’” (QS Al-Baqarah: 30)
Tafsir Al-Maraghi menjelaskan bahwa manusia sebagai khalifah tidak hanya bertugas mengatur kehidupan sosial, tetapi juga bertanggung jawab memelihara lingkungan. Dalam konteks penerbangan, makna khalifah dapat dimaknai sebagai tanggung jawab untuk memastikan langit tetap bersih dan aman bagi seluruh makhluk.
Mīzān dan Keseimbangan Iklim
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ
“Dan langit telah Dia tinggikan dan Dia letakkan neraca (keadilan), supaya kamu jangan melampaui batas terhadap neraca itu.” (QS Ar-Rahman: 7–8)
Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mīzān di sini tidak hanya bermakna keadilan sosial, tetapi juga keseimbangan kosmis. Polusi udara, pemanasan global, dan kerusakan iklim adalah bentuk pelampauan terhadap mīzān. Sektor penerbangan harus ikut menjaga keseimbangan ini dengan mengurangi emisi dan memperbaiki jejak ekologisnya.
Fasad dan Dosa Ekologis
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS Ar-Rum: 41)
Menurut Tafsir Al-Misbah, fasad tidak hanya berarti kejahatan moral, tetapi juga mencakup kerusakan lingkungan. Ketika penerbangan menyumbang signifikan terhadap perubahan iklim tanpa ada mitigasi yang serius, maka itu bagian dari fasad. Kebijakan penerbangan yang tidak berwawasan lingkungan termasuk dalam perbuatan yang patut dipertanggungjawabkan.
Tiga Pilar Strategis Etika Qur’ani dalam Aviasi
1. Fatwa Penerbangan Hijau dari MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat mengambil peran strategis dengan menerbitkan fatwa etika lingkungan untuk sektor aviasi. Sebagaimana MUI pernah menerbitkan Fatwa Haram Pembakaran Hutan, kini saatnya disusun Fatwa Aviasi Berkelanjutan. Ini dapat mencakup prinsip ittidāl (moderat), tanzīf (kebersihan), dan larangan isrāf (pemborosan) dalam pengoperasian pesawat dan bandara.
2. Pembiayaan Syariah untuk Proyek Hijau
Instrumen keuangan Islam seperti green sukuk dan waqf produktif dapat dioptimalkan untuk membiayai proyek rendah emisi, seperti elektrifikasi kendaraan bandara, sistem pendingin berbasis energi surya, atau pengembangan bioavtur (SAF). Ini sesuai dengan prinsip lā dharar wa lā dhirār – tidak membahayakan dan tidak menimbulkan bahaya.
3. Kurikulum Etika Lingkungan di Pendidikan Aviasi
Sekolah penerbangan, universitas aeronautika, dan pelatihan maskapai harus menyisipkan materi etika lingkungan berbasis Al-Qur’an. Nilai-nilai seperti amanah, maslahah, dan hisab perlu dipahami oleh pilot, teknisi, dan manajer bandara sebagai bagian dari tanggung jawab profesional.
Green Hajj Flight: Menyatukan Ibadah dan Ekologi
Indonesia adalah pengirim jamaah haji dan umrah terbesar di dunia. Penerbangan ibadah ini dapat menjadi pionir dalam program Green Hajj Flight—menggunakan SAF, meminimalkan limbah kabin, serta menyisipkan edukasi lingkungan selama penerbangan. Ini sejalan dengan QS Al-A’raf: 31:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Tafsir Al-Qurthubi menekankan bahwa larangan isrāf juga berlaku dalam penggunaan sumber daya dalam perjalanan. Maka menghemat bahan bakar, air minum, dan konsumsi energi selama ibadah haji merupakan bagian dari akhlak Islami.
Dari Kepatuhan Menuju Kepemimpinan Etis
Indonesia telah menjadi peserta dalam program CORSIA ICAO, dan telah merancang peta jalan dekarbonisasi transportasi. Namun langkah berikutnya adalah melampaui kepatuhan administratif menuju kepemimpinan etis yang ditopang oleh nilai-nilai Qur’ani. Kita harus menciptakan sistem yang mendorong bukan hanya compliance, tetapi conscience—kesadaran moral dari dalam.
Langit bukan hanya ruang udara, tetapi juga ruang spiritual. Ketika kita merusaknya, kita bukan sekadar melanggar regulasi internasional, tetapi juga mengkhianati amanah Tuhan. Sebaliknya, jika kita merawatnya, kita sedang menjalankan ibadah kolektif dalam skala nasional.
Sebagaimana difirmankan Allah:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS Az-Zalzalah: 7–8)
Mengurangi satu ton emisi karbon dari sektor penerbangan bukan hanya angka di laporan tahunan, melainkan bentuk amal shalih yang kelak diperhitungkan.
Penutup: Menuju Langit yang Lebih Lestari
Indonesia harus menjadi pelopor dalam menerapkan etika Qur’ani untuk kebijakan udara. Ini bukan hanya tentang keberhasilan teknis atau diplomatik, tetapi tentang kesaksian spiritual bahwa kita menjaga titipan Allah dengan sebaik-baiknya. Karena langit adalah milik-Nya, dan bumi adalah amanah-Nya.
Kita harus terbang bukan hanya lebih tinggi, tapi juga lebih bijaksana. Menuju langit yang bersih, industri yang berkeadilan, dan masa depan yang lestari. Sebagaimana diperintahkan oleh langit yang menaungi kita dan Tuhan yang menciptakannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
