Mana yang Lebih Akurat: Serum atau Plasma EDTA untuk Tes Albumin?
Teknologi | 2025-08-02 22:49:35Setiap kali seseorang menjalani pemeriksaan darah, salah satu komponen yang kerap diperiksa adalah albumin. Albumin adalah protein utama dalam darah yang berperan penting dalam menjaga tekanan osmotik dan mengangkut berbagai zat seperti obat, hormon, dan asam lemak. Kadar albumin sering dijadikan indikator dalam menilai status gizi, fungsi hati, hingga mendeteksi penyakit ginjal kronis.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa hasil pemeriksaan albumin dapat dipengaruhi oleh jenis sampel darah yang digunakan. Di laboratorium, dua jenis sampel yang umum digunakan adalah serum dan plasma EDTA. Keduanya berasal dari darah, tapi diperoleh dengan cara yang berbeda dan memiliki komposisi yang sedikit berbeda pula.
Serum diperoleh dari darah yang telah dibiarkan membeku, lalu disentrifugasi. Proses pembekuan ini menyebabkan faktor pembekuan darah tersingkir, sehingga serum tidak mengandung fibrinogen. Sementara plasma EDTA diperoleh dengan menambahkan antikoagulan (EDTA) ke dalam tabung darah, kemudian disentrifugasi tanpa proses pembekuan. EDTA sendiri berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat ion kalsium.
Lalu, apakah pemilihan antara serum dan plasma EDTA akan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan albumin?
Itulah yang menjadi fokus dalam penelitian saya yang berjudul “A Comparative Study of Serum and EDTA Plasma”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan signifikan dalam hasil pemeriksaan kadar albumin antara sampel serum dan plasma EDTA menggunakan metode spektrofotometri dengan reagen Bromocresol Green (BCG), yang umum digunakan di laboratorium klinik.
Hasilnya cukup menarik. Meskipun kadar albumin dari serum dan plasma EDTA memiliki korelasi yang cukup baik, namun secara umum kadar albumin dari serum cenderung lebih tinggi dibandingkan plasma EDTA. Perbedaan ini memang tidak terlalu besar, tetapi bisa menjadi penting, terutama pada pasien dengan kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis atau malnutrisi, di mana perubahan kadar albumin sekecil apa pun dapat memengaruhi penilaian klinis dan pengambilan keputusan medis.
Diduga, perbedaan ini terjadi karena EDTA sebagai antikoagulan memiliki potensi untuk mengikat kation atau bereaksi dengan komponen lain dalam reagen BCG, sehingga hasil akhir bisa sedikit lebih rendah. Selain itu, proses pembekuan darah pada serum memungkinkan pelepasan lebih banyak protein dari platelet atau komponen lain ke dalam cairan, yang berkontribusi pada tingginya kadar albumin yang terukur.
Penelitian ini menyiratkan pesan penting, terutama bagi tenaga laboratorium dan dokter: pemilihan jenis sampel sangat menentukan hasil pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, penting untuk memiliki standar operasional prosedur yang jelas mengenai jenis sampel yang digunakan untuk pemeriksaan tertentu.
Bagi masyarakat umum, informasi ini mungkin terdengar teknis, tetapi tetap relevan. Jika Anda melakukan pemeriksaan darah dan hasilnya menunjukkan kadar albumin yang tidak sesuai harapan, ada baiknya menanyakan kepada petugas laboratorium tentang jenis sampel yang digunakan. Bisa jadi, perbedaan itu bukan disebabkan oleh kondisi tubuh Anda, melainkan oleh variasi jenis sampel darah yang digunakan.
Di era layanan kesehatan yang makin presisi, validitas hasil laboratorium adalah hal yang sangat penting. Penelitian kecil seperti ini mungkin tampak sederhana, namun memiliki dampak besar dalam meningkatkan akurasi diagnosa dan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
