Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Laily Ika Nuraini

Polri Minta Tambahan Uang Jajan Sampai Rp63 Triliun, Rakyat Dapat Apa?

Agama | 2025-07-31 12:56:12

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) kembali menjadi sorotan publik atas permintaan tambahan anggaran sebesar lebih dari 50% pagu indikatif RAPBN Polri tahun 2026. Disampaikan oleh Asisten Utama Kapolri Bidang Perencanaan dan Anggaran (Astamarena) Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Hadiningrat, pada rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di kompleks Senayan (7 Juni 2025).

Melalui surat Kapolri tertanggal 10 Maret 2025 Polri mengajukan usulan penambahan anggaran sebesar Rp 63,7 triliun dari rancangan anggaran awal senilai Rp 109,6 triliun. Apabila permintaan ini dikabulkan, total anggaran Polri menembus Rp 173,4 triliun. Jumlah ini melonjak drastis daripada tahun sebelumnya.

Menurut keterangan Wahyu, Polri berencana membagi anggaran pada 3 sektor: belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Untuk belanja pegawai dialokasikan sebesar Rp 4,8 triliun, dengan prioritas pada penambahan gaji pegawai rekrutmen baru dan kenaikan tunjangan kinerja 80% personil Polri beserta ASN. Sementara itu, sebesar Rp 13,8 triliun akan dialokasikan untuk anggaran belanja barang, dengan prioritas utama untuk memenuhi biaya operasional Polri, pengamanan, dan biaya pelayanan publik. Selanjutnya, Rp 45,1 triliun digunakan untuk belanja modal, Polri merencanakan program prioritas berupa pengadaan kendaraan listrik, kapal pemburu cepat, peralatan pendukung penangkapan kasus narkoba dan siber, hingga pembangunan markas komando dan rumah dinas Polri.

Kepercayaan yang Masih Rapuh

Permintaan penambahan anggaran ini menimbulkan kritik tajam dari masyarakat: Apakah dengan anggaran yang besar, Polri dapat mengimbangi dengan kinerja yang setimpal? Bukan rahasia umum lagi, kinerja Polri masih sering menjadi bahan keluhan publik. Maraknya kasus yang melibatkan personil Polri mendorong turunnya kredibilitas institusi coklat ini di mata masyarakat. Sebut saja kasus pembunuhan Brigadir J oleh oknum petinggi Polri, kekerasan hingga penculikan pada mahasiswa aksi demonstrasi, pemerasan oleh oknum aparat kepada tersangka, sampai dengan isu pungli.

Bahkan dalam survei Civil Society for Police Watch, yang dirilis pada 9 Februari 2025 menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri masih dibawah 50 persen, angka tersebut terpaut jauh bila dibandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya.

Institusi Besar, Publik Terlantar

Alih-alih memperbaiki diri, Polri justru meminta anggaran belanja besar-besaran. Ironinya, permintaan anggaran yang mencapai ratusan triliun lebih banyak dialokasikan pada kebutuhan fisik dan belanja alat. Sementara itu, aspek yang paling krusial (Sumber Daya Manusia) nyaris terbengkalai. Padahal SDM merupakan titik paling genting dari reformasi kepolisian.

Kritik tajam keluar dari seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah yang menilai Polri seharusnya mengevaluasi dulu kinerja anggotanya sebelum meminta tambahan dana. Pasalnya, anggaran yang dialokasikan lebih banyak pada sektor pengadaan barang dan modal, yang mana sangat rentan terjadi praktik korupsi.

Pada dasarnya, permintaan tambahan anggaran sangat diperbolehkan, mengingat institusi Polri juga membutuhkan dukungan fasilitas, logistik, dan teknologi modern untuk menunjang operasional. Tetapi yang menjadikan konflik saat ini, ketika permintaan penambahan anggaran berbanding terbalik dengan kinerja di lapangan, masih terdapat perilaku arogan dari aparat kepolisian, penyalahgunaan kekuasaan, serta perilaku diskriminatif yang cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Seakan dana pemerintah turun hanya untuk membesarkan institusi, bukan sebagai sarana pelayanan publik.

Saatnya Polri Membuka Diri

Idealnya, peningkatan anggaran dapat diimbangi dengan indikator kinerja dan pengawasan yang ketat. Sampai saat ini, jalur untuk dapat mengakses detail pada penggunaan anggaran Polri masih tertutup rapat. Peran aktif lembaga pengawas seperti Kompolnas, Ombudsman, hingga DPR RI sangat diperlukan untuk mendorong keterbukaan transparansi pengelolaan anggaran. Evaluasi berbasis data, audit publik, dan keterlibatan masyarakat sipil menjadi bagian penting dari proses perencanaan anggaran institusi penegak hukum.

Apabila memang terdapat itikad baik, alangkah baiknya Polri dapat berbenah diri dan kembali dengan kesiapan matang, untuk memberikan pelayanan yang bersih, adil, dan terintegritas. Selaras dengan slogan “Polri untuk Masyarakat” sudah semestinya setiap rupiah yang diminta harus dikembalikan dengan bentuk pelayanan nyata kepada masyarakat. Karena pada akhirnya, menjadi polisi bukan sekedar memakai seragam, tetapi mampu merepresentasikan bentuk keadilan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image