Bulan Safar: Antara Mitos Kesialan dan Cahaya Sejarah Islam
Agama | 2025-07-25 08:02:07Bulan Safar sering dianggap sial dalam tradisi lokal seperti Kejawen. Namun benarkah demikian dalam pandangan Islam? Artikel ini menelusuri makna sebenarnya bulan Safar serta peristiwa-peristiwa bersejarah yang justru menunjukkan nilai-nilai perjuangan dan pembaruan akidah.
Bulan Safar, bulan kedua dalam kalender Hijriah, masih kerap dianggap sebagai bulan “angker” atau penuh bala oleh sebagian masyarakat, terutama dalam tradisi Jawa Kejawen. Banyak yang menghindari pernikahan, pindah rumah, bahkan memulai usaha di bulan ini karena diyakini akan membawa nasib buruk.
Namun, dalam Islam, anggapan tersebut ditepis secara tegas oleh Rasulullah ﷺ. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, beliau bersabda:
لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَلَا هَامَةَ، وَلَا صَفَرَ
“Tidak ada penularan (yang berdiri sendiri tanpa izin Allah), tidak ada kesialan karena burung, tidak ada hantu burung, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR. Bukhari no. 5707, Muslim no. 2220)
Hadis ini dengan gamblang menghapuskan keyakinan jahiliah terhadap bulan Safar. Islam datang untuk membersihkan akidah umat dari mitos dan kepercayaan tak berdasar.
Bahkan dalam sejarah Islam, beberapa peristiwa penting dan penuh hikmah justru terjadi di bulan Safar, di antaranya:
· Pernikahan Nabi Muhammad ﷺ dengan Khadijah — sebagai pondasi rumah tangga dakwah Islam.
· Perang Al-Abwā’ (Waddan) — ekspedisi militer pertama Rasulullah ﷺ setelah hijrah.
· Persiapan hijrah ke Madinah — strategi hijrah bersama Abu Bakar dimulai di bulan ini.
· Wafatnya Khunais bin Hudhafah As-Sahmi, suami Hafshah, yang kemudian dinikahi Rasulullah ﷺ.
Semua peristiwa ini menggambarkan dinamika perjuangan dan pembinaan umat, bukan kemalangan.
Oleh karena itu, bulan Safar bukanlah bulan sial, melainkan bulan yang mengingatkan kita untuk memperkuat tauhid, mengikis kepercayaan lama, dan menatap masa depan dengan cahaya iman, bukan bayang-bayang mitos.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
