Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Achmad Salahudin Al Ayubbi

Boleh Nggak Sih Pakai Fengshui Biar Rezeki Lancar? Ini Jawaban dari Sisi Islam

Gaya Hidup | 2025-07-25 05:49:53
Sumber foto: oleh Baguette Knight dari Unsplash

Kalau kamu pernah mendengar orang tua atau teman berkata, “Pindahin pintu rumah ke arah timur biar rezekinya lebih lancar,” atau, “Letakkan akuarium di sudut kiri ruang tamu supaya suasana rumah adem dan hoki,”—nah, itu beberapa contoh dari praktik fengshui yang masih dipercaya sebagian masyarakat Indonesia. Apakah ini hanya cara menata ruangan biar nyaman, atau ada hal lain di baliknya? Dan yang paling penting: bagaimana pandangan Islam soal hal seperti ini?

Fengshui sendiri berasal dari tradisi kuno Tiongkok yang berupaya menata lingkungan agar selaras dengan aliran energi alam, atau yang mereka sebut chi. Prinsip ini digunakan untuk menyeimbangkan lima elemen alam—tanah, api, udara, kayu, dan logam—dengan arah mata angin, bentuk ruang, dan posisi barang-barang tertentu di dalam rumah. Tujuan? Supaya hidup lebih harmonis, sehat, sejahtera, dan tentu saja, rezeki mengalir lancar.

Di Indonesia yang masyarakatnya majemuk, fengshui tidak hanya dianut oleh etnis Tionghoa. Banyak orang dari latar belakang lain pun secara sadar maupun tidak sadar mengikutinya—entah karena penasaran, ikut-ikutan tren, atau merasa memang ada “efek positifnya.” Di sisi lain, sebagian umat Islam mulai bertanya-tanya: apa fengshui ini termasuk syirik? Apakah jika saya mengatur rumah berdasarkan fengshui, berarti saya sesuai dengan ajaran Islam?

Jawabannya tidak hitam-putih. Seperti halnya banyak hal lain dalam kehidupan, niat dan konteks sangat menentukan.
Dalam Islam, keyakinan bahwa sesuatu selain Allah memiliki kekuatan untuk mendatangkan rezeki atau menolak bala termasuk dalam wilayah yang sangat sensitif, yaitu akidah. Rezeki, keberuntungan, musibah, semuanya dalam genggaman Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada thiyarah (kepercayaan kepada pertanda buruk), yang ada hanyalah tawakkal kepada Allah.” Ini penting karena kepercayaan bahwa arah rumah atau posisi kursi bisa menentukan nasib masuk dalam kategori tathayyur, yang oleh para ulama dianggap sebagai syirik kecil.

Tapi, apakah semua yang berbau fengshui langsung haram? Ternyata tidak juga.
Islam sangat mengajarkan umatnya untuk hidup dalam lingkungan yang bersih, rapi, sehat, dan nyaman. Penataan rumah yang memperhatikan cahaya alami, ventilasi yang baik, aliran udara, bahkan elemen estetika yang menenangkan, bukan hanya dibolehkan, tapi juga dianjurkan. Dalam banyak hadis, Rasulullah memuji rumah yang terang, bersih, dan teratur. Bahkan, dalam satu riwayat, Nabi Muhammad SAW menyebut bahwa rumah yang luas adalah bagian dari kebahagiaan seorang muslim.

Nah, jika kita ambil contoh seseorang menempatkan meja kerja di dekat jendela karena ingin cahaya alami masuk lebih banyak, atau menaruh tanaman di ruang tamu agar udara lebih segar, ini tentu tidak ada masalah. Bahkan jika idenya terinspirasi dari prinsip fengshui sekalipun, selama yang dituju adalah kenyamanan atau kesehatan, dan tidak yakin akan adanya kekuatan supranatural di baliknya, maka praktik itu tidak menyalahi syariat.

Yang menjadi masalah adalah ketika seseorang meyakini bahwa keberuntungan atau rezeki datang dari arah tertentu, angka tertentu, atau simbol tertentu—bukan dari Allah. Misalnya, seseorang tidak mau menempati rumah karena nomor alamatnya “sial,” atau percaya bahwa rezekinya mandek karena tempat tidurnya menghadap ke arah barat laut. Ketika keyakinan semacam itu mulai tumbuh, maka di situlah garis batas agama dilanggar.

Para ulama kontemporer banyak yang membahas masalah ini dengan pendekatan moderat. Dalam forum-forum keislaman, dibahas bahwa prinsip-prinsip kenyamanan dalam fengshui bisa diambil sebagai hikmah, tapi tidak boleh diimani sebagai kekuatan penentu nasib. Jadi, jika kamu ingin rumahmu lebih nyaman dan damai, silakan atur sesuai kebutuhanmu—asal tidak percaya bahwa keberuntungan datang karena aturan fengshui itu.

Di pentingnya maknanya antara praktik budaya dan unsur akidah. Budaya bisa bersifat netral, bahkan memuliakan selama tidak melampaui batas-batas keyakinan. Fengshui sebagai ilmu tata ruang bisa menjadi inspirasi, namun tidak diyakini sebagai pengatur takdir. Islam sendiri sangat terbuka terhadap kearifan lokal dan budaya asing, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar tauhid.

Lebih jauh lagi, dalam konteks masyarakat maju seperti Indonesia, penting untuk tidak langsung menghakimi keyakinan atau praktik orang lain. Kita bisa menyampaikan pandangan kita dengan santun tanpa menyalahkan atau mengecewakan. Tidak semua orang memahami batas antara budaya dan keyakinan. Tugas kita adalah mengedukasi, bukan menghakimi.
Bagaimanapun, banyak prinsip fengshui yang sebenarnya sejalan dengan anjuran Islam dalam hal kebersihan, keteraturan, dan keseimbangan lingkungan. letakkan cermin agar ruangan terasa luas? Bagus.

Hindari tumpukan barang yang bikin sesak? Bagus juga. Buka jendela pagi-pagi biar udara masuk? Itu malah sunnah. Tapi semua itu dimaksudkannya dilakukan bukan karena ingin “mengundang hoki,” melainkan karena memang memberi manfaat secara nyata.

Jadi, kembali ke pertanyaan awal: boleh gak sih pakai fengshui biar rezeki lancar? Kalau kamu percaya bahwa menata ruang bisa membantu kamu lebih produktif, lebih tenang, lebih sehat, maka itu bagian dari ikhtiar. Tapi kalau kamu percaya bahwa posisi pintu atau angka rumah bisa menentukan nasib kamu, maka di situlah masalahnya. Rezeki itu datang dari Allah, bukan dari arah mata angin.

Intinya, selama ini fengshui diperlakukan sebagai teknik tata ruang, bukan sebagai sistem keyakinan, maka ia bukanlah hal yang haram. Tapi ketika ia dijadikan pegangan dalam urusan takdir, maka itu bertentangan dengan iman. Islam memuliakan akal dan menolak takhayul. Maka, berikhtiarlah dengan cara yang masuk akal, sambil tetap yakin bahwa hasilnya ada di tangan Allah semata.

Kehidupan di negara yang beragam budaya dan keyakinan seperti Indonesia menuntut kita untuk memilah yang cerdas, bukan mencela. Kita bisa menghargai praktik budaya lain, mengambil manfaatnya jika ada, dan tetap memegang prinsip iman tanpa harus merasa lebih tinggi. Karena pada akhirnya, niat baik, pemahaman yang lurus, dan hati yang jernih adalah bekal terbaik dalam menata hidup—termasuk menata rumah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image